Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penundaan Revisi UU KPK Pemicu Elektabilitas Jokowi Menurun

23 Februari 2016   12:53 Diperbarui: 23 Februari 2016   13:16 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal lagi yang harus diketahui bersama, bahwa KPK sebenarnya juga orientasi kerjanya pada pencegahan, namun tidak menjadi prioritas utama, saya pribadi pernah mengikuti Sekolah Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh pegiat anti korupsi, dan itu dihadiri langsung oleh divisi pencegahan dari KPK, yang membuktikan bahwa KPK bersungguh-sungguh juga dalam melakukan pencegahan korupsi.

Pada kampus juga KPK sering sekali turun untuk memberikan kuliah umum terkait pencegahan korupsi, dan juga yang sangat penting, KPK telah bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam mencegah korupsi, di beberapa PTN di Indonesia telah terbentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang fungsinya mencegah tindakan koruptif di lingkungan perguruan tinggi, itu merupakan kerjasama Dikti dan KPK dalam pencegahan korupsi, jadi salah besar ketika dikatakan KPK mengabaikan pencegahan.

Indonesia Mengalami Degradasi Moral, KPK harus Selamatkan itu

Tahukan anda bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami degradasi moral? coba kita lihat bersama, beberapa bulan yang lalu salah seorang sekjen partai ditetapkan tersangka oleh KPK, begitu menyadari dirinya berstatus tersangka, sekjen partai tersebut langsung mundur dari posisinya sebagai sekjen partai, di saat itulah media gencar-gencarnya memberitakan apresiasi untuknya karena bersedia mundur ketika berstatus tersangka. Ironis sekali apresiasi diberikan kepada koruptor, saya geleng-geleng kepala mendengar berita tersebut, justru hal yang sudah wajar untuk mundur dari jabatan ketika tersandung kasus korupsi namun dijadikan apresiasi, tidakkah berpikir berapa rakyat Indonesia yang telah dirugikan dari korupsi yang dilakukan olehnya, pantaskah memberikan apresiasi bagaikan pahlawan? sungguh sangat miris, hal yang sudah seharusnya dijadikan seolah-oleh mengagumkan.

Itu merupakan degradasi moral bangsa ini, memberikan apresiasi pada penjahat, sedangkan pegiat anti korupsi jarang sekali muncul di pemberitaan. Era kontemporer ini mendengar berita koruptor yang ditangkap seperti mendengar berita artis cerai, biasa-biasa saja terdengar, hal itu disebakan begitu banyak koruptor yang ditangkap, sehingga menyaksikan koruptor yang ditangkap sudah seperti menyaksikan pelanggaran lalulintas, patutnya kita mencurigai pihak-pihak yang menyetujui revisi UU KPK, ada apa sebenarnya dengan mereka, sedangkan anggota DPR yang mendukung revisi UU KPK di tengah penolakan yang masif dari rakyat Indonesia, perlu dipertanyakan mereka mewakili rakyat atau mewakili partainya.

Efek Jera Koruptor yang Terjerat

Penangkapan koruptor tidak seperti teori produksi, dimana semakin banyaknya produksi maka membuktikan perusahaan tersebut semakin maju, lain halnya ketika penangkapan koruptor, di satu sisi peningkatan koruptor yang ditangkap membuktikan penegak hukum responsif dalam memberantas korupsi, namun di lain sisi juga membuktikan bahwa penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan) masih lemah dalam hal pemberian efek jera sehingga banyak koruptor yang masih berkembang.

Kejaksaan misalnya, cendrung dalam menuntut koruptor relatifnya berkisar dengan hukuman ringan, 0,1 hingga 4 tahun penjara, hal inilah yang membuat koruptor semakin menjamur dan lebih senang jika dituntut oleh jaksa dibanding oleh KPK, dengan hanya dituntut ringan maka tidak menghabiskan hasil korupsi, alias sekeluarnya dari jeruji maka dapat menikmati hasil korupsinya.

Pasal-pasal ringan sering digunakan jaksa dalam menuntut koruptor, seperti misalnya pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, minimal khusus yang digunakan hanya mencapai minimal 1 tahun penjara, sehingga koruptor dapat bernapas lega dengan tuntutan tersebut, belum lagi masalah sering bebasnya koruptor keluar masuk lapas, maka sama sekali tidak ada efek jera.

Penguatan KPK Maka ini yang Harus Dilakukan

Banyak pihak mengatakan revisi UU KPK adalah upaya memperkuat KPK, tentu ini merupakan pembohongan publik terbodoh sepanjang sejarah, karena jelas-jelas pasal yang direvisi merupakan jantung dari KPK, dan sebagai bukti bahwa revisi tersebut memperlemah KPK, dengan sikap siap mundurnya ketua KPK, Agus Rahardjo jika UU KPK direvisikan, juga penolakan yang masif dari masyarakat, ini menandakan bahwa UU KPK saat ini begitu penting untuk memberantas korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun