Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Karta Sengkon Sang Pelopor PK

21 Februari 2016   23:03 Diperbarui: 21 Februari 2016   23:56 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: news.liputan6.com"][/caption]Peninjauan Kembali (PK) akhir-akhir ini telah begitu dikenal masyarakat luas, hal itu disebabkan karena media seringkali memberitakan tentang PK. Seperti diketahui bahwa upaya hukum ada dua jenis, jenis pertama adalah upaya hukum biasa yang meliputi banding, kasasi dan verzet, sedangkan jenis kedua adalah upaya hukum luar biasa yaitu PK.

Banding merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak puas atas putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) yang diajukan ke Pengadilan Tinggi, sedangkan kasasi adalah pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan hakim yang berada di bawah MA, karena putusan itu menyalahi dan tidak sesuai undang-undang, sedangkan verzet adalah upaya hukum terhadap putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhi hakim tanpa kehadiran tergugat, dan PK adalah upaya hukum untuk memeriksa kembali putusan pengadilan di lingkungan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun MA yang telah berkekuatan hukum tetap.

Masyarakat menjadi heboh dengan pemberitaan PK, dimana terjadi perseteruan antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan MA sendiri, pasalnya terkait permohonan mantan ketua KPK, Antasari Azhar untuk memperoleh PK atas kasusnya, MK kemudian mengabulkan permohonan Antasari, namun sebelumnya permohonan PK yang intinya sama diajukan oleh keluarga almarhum Nasrudin Zulkarnaen namun ditolak MK, sehingga menjadi alasan MA melakukan protes terhadap putusan MK dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang menegaskan PK hanya satu kali.

Namun pada intinya penulis akan membahas sejarah lahirnya PK yang penuh dengan haru biru pencari keadilan (justitiabelen) itu sendiri, mereka adalah Karta dan Sengkon. Nama Karta dan Sengkon begitu familiar di kepala orang yang berprofesi di bidang hukum, karena kasus yang menimpa mereka yang menjadi alasan hadirnya PK di Indonesia ini.

Kasusnya bermula pada tahun 1974 di Bojongsari Bekasi, dimana terjadi perampokan dan  pembunuhan pasangan suami-istri bernama Sulaiman dan Siti Haya, kemudian polisi menangkap Karta dan Sengkon yang diduga kuat adalah pelakunya, ketika digelandang ke kantor polisi Karta dan Sengkon di interogasi oleh penyidik dan kemudian dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang pada intinya memaksa mereka mengakui perbuatannya. Merasa tidak pernah melakukan pembunuhan, Karta dan Sengkon tidak mau menandatangani BAP tersebut, sehingga penyidik kepolisian menyiksa mereka dan memaksa menandatanganinya, tidak kuat dengan penyiksaan itu kemudian mereka akhirnya menandatangani BAP tersebut.

Oktober 1977 majelis hakim yang tidak percaya dengan kesaksian mereka akhirnya menjatuhkan vonis, Karta divonis 7 tahun penjara dan Sengkon divonis 12 tahun penjara. Di dalam penjara mereka bertemu Genul yang masih memiliki hubungan keluarga (keponakan) dengan Sengkon, Genul yang sebelumnya lebih dahulu masuk penjara akibat kasus pencurian akhirnya mengakui bahwa dialah pembunuh suami istri tersebut.

Pengakuan Genul tersebut tentunya menjadi bukti baru (novum) terhadap kasus yang menimpa Karta dan Sengkon, sehingga pada tahun 1980 Genul dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, namun anehnya dengan sistem hukum positif di Indonesia, walaupun pelaku sebenarnya sudah ditangkap, Karta dan Sengkon tetap mendekap dalam hotel prodeo (gratis), dengan alasan tidak mengajukan banding maka vonis terhadap mereka tetap berjalan, sungguh miris.

Namun nasip baik akhirnya menyentuh tangan mereka, seorang pengacara sekaligus anggota dewan bernama Albert Hasibuan merasa tersentuh kemudian memperjuangkan nasip mereka, akhirnya pada tahun 1981 berkat bantuan Albert maka Ketua MA Oemar Seno Aji yang merupakan alumni Universitas Gadjah Mada memerintahkan agar keduanya dibebaskan melalui jalur PK, mulai detik itulah PK pertama kali lahir di Indonesia.

PK tersebut bisa dirasakan masyarakat Indonesia sebagai upaya luar biasa mencari keadilan tidak terlepas dari kasus yang menimpa Karta dan Sengkon, mereka adalah korban kecerobohan polisi yang buru-buru menetapkan tersangka dan dengan cara kekerasan, semoga kedepannya polisi tidak lagi tergesa-gesa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, jangan hanya karena dua alat bukti dengan cepat menetapkan tersangka, namun justru alat bukti tersebut meragukan.

Malangnya nasip Karta dan Sengkon tidak sampai di sana,  meski mereka telah bebas namun keluarga mereka dari ekonomi pas-pasan sangat menderita akbat mereka mendekam di sel tahanan, Karta menemukan kenyataan yang sangat ironis, keluarganya entah kemana bertahan hidup setelah mereka dipenjarakan, rumah dan tanahnya seluas 6.000 meter persegi di Desa Cakung Payangan Bekasi lenyap untuk biaya perkaranya.

Sedangkan Sengkon yang kondisi kesehatannya memburuk akibat mengalami TBC pasca keluar dari tahanan, tanah yang selama ini dia andalkan menghidupi keluarganya habis terjual oleh istrinya untuk menghidupi anak-anaknya dan membiayai Sengkon saat proses di kepolisian dan pengadilan. Sengkon juga tidak dapat bekerja karena sakit parah yang dideritanya, banyak sekali bekas luka penyiksaan di tubuhnya.

Karta dan Sengkon juga berupaya untuk meminta ganti rugi Rp. 100 juta kepada lembaga peradilan yang salah menjatuhkan vonis, namun MA menolak tuntutan mereka dengan alasan tidak pernah mengajukan kasasi saat dahulu.

Tidak juga memperoleh keadilan di muka bumi Indonesia, akhirnya tangan Tuhan menyentuh mereka, Karta tewas dalam sebuah kecelakaan sedangkan Sengkon menutup mata untuk terakhir kalinya tidak lama setelah kepergian Karta akibat sakit parah yang dideritanya, Tuhan mengetahui yang terbaik untuk mereka, kini kepada Tuhan-lah mereka mengadu ketidakadilan yang menimpa mereka, ketika hukum Indonesia tidak dapat memberi mereka keadilan, kini keadilan yang sejati mereka dapatkan.

Itulah sedikit kisah pilu mereka, kembali ke perseteruan MA dan MK, seharusnya kejadian di atas menjadi pengingat kita, MK merasa bahwa azas keadilan dalam hukum yang harus diprioritaskan sehingga PK dapat berkali-kali, namun MA menilai azas kepastian hukum yang harus diprioritaskan, karena jika PK berkali-kali maka kepastian hukum sangat sulit ditegakan.

Menurut penilaian saya, yang harus diprioritaskan adalah keadilan, karena tujuan adanya lembaga peradilan sendiri untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, hemat saya kepastian hukum itu akan didapatkan juga walaupun PK berkali-kali, karena syarat PK adalah adanya bukti baru (novum), jika suatu kasus sudah benar-benar ditangani dengan baik dari tingkat penyelidikan.

Penyidikan, penuntutan dan memutuskan hukum maka saya kira tidak akan ada bukti baru yang akan muncul, contoh misalnya pengedar narkoba yang tertangkap, jika sudah benar-benar efektif seluruh mekanisme dari penyelidikan, penyidikan dan penuntutan maka akan terbukti bahwa bandar narkoba itu bersalah, tidak ada alasan dia akan mengeluarkan bukti baru bahwa dia tidak terlibat, kecuali bermasalah pada mekanisme di atas tadi, untuk itu sepatutnya PK dapat berkali-kali hingga tidak ada Karta dan Sengkon lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun