“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”
Itu merupakan pernyataan Soekarno pada seluruh rakyat Indonesia, menjadi suatu percikan semangat untuk melanjuti perjuangan para pahlawan, hal senada juga diucapkan oleh Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, saat mengadakan silaturahim dengan veteran dan keluarga veteran di Tabanan, Bali.
Namun justru semangat menghargai jasa pahlawan realitanya hanya merupakan simbolis dalam upacara tahunan kemerdekaan Indonesia, mengheningkan cipta hanya dalam upaca bendera, terjadi suatu degradasi remaja-remaja Indonesia dalam mengikuti jejak pahlawan, justru remaja-remaja Indonesia lebih mengidolakan superhero barat dibanding pahlawan Indonesia.
Degradasi Jejak Pahlawan
Berbeda dengan Indonesia, justru Amerika sangat menghargai jasa pahlawannya, jarang sekali figur pahlawan Amerika yang tidak difilmkan, bahkan Amerika menanamkan doktrinisasi pahlawan mereka di belahan dunia, lihat saja figur-figur superhero yang merupakan implementasi pahlawan Amerika, walaupun ditambah kesan kekuatan super, namun filosofisnya melekat dengan jejak pahlawan mereka.
Mirisnya lagi dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi di Indonesia, banyak sekali komunitas-komunitas pecinta superhero asing, tidak ada komunitas pecinta pahlawan Indonesia, jutaan remaja Indonesia sibuk mendownload serial superhero barat, film kolosan Cut Nyak Dien jarang sekali ditonton, hingga group maupun fanpage di media sosial berisi komunitas pecinta superhero asing.
Kekuatan doktrinisasi barat tidak saja menghantam bangsa Indonesia, tetapi juga menghantam dunia Islam, sebagai contoh Khairuddin Barbarossa seorang laksamana legendaris umat muslim yang membuat ketar-ketir bangsa barat dalam menghadapinya, namun dalam film Pirates of The Caribean merupakan karakter penjahat yang bengis dan selalu dipermalukan Jack Sparrow, ini adalah hamtaman barat lewat doktrin perfilmannya.
Tokoh pahlawan Indonesia hanya ada dalam uang kertas, yang merupakan alat pembayaran dan sekaligus simbol kapitalis, remaja Indonesia hanya mengetahui gambar pahlawan dalam uang yang mereka pegang, namun tidak mengetahui siapa sosok dan apa pengorbanan orang yang ada dalam gambar tersebut, seakan pahlawan Indonesia dalam uang tersebut menjadi objek korupsi ribuan orang di Indonesia ini, jarang sekali diketahui.
Mirisnya lagi saat ini Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, telah melegalkan pernikahan sesama jenis, sehingga DC. Comics yang merupakan penerbit buku-buku komik ternama asal Amerika, akan merubah citra salah satu tokoh superheronya menjadi seorang homoseksual (baca:Superhero Amerika bakal jadi homoseksual) bayangkan jika anak bangsa Indonesia terpengaruh dengan hal itu.
Belajar Pada Bangsa Jepang
“Apel Amerika yang ditanam di tanah Jepang, rasanya adalah rasa Jepang” itu sebuah analogi yang sering dijumpai, menggambarkan kekuatan Jepang menghadapi doktrinisasi barat pada negaranya, budaya jepang memiliki ciri khas tersendiri, sehingga sulit terdistorsi budaya luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H