Engkau (dan aku) yang beranjak tua, sedangkan dia masih di sana,jauh di sana, menunggu gugurnya sakura. Atau jangan-jangan engkau abadi dalam sajak ringkih itu?
Yang fana adalah waktu.
Tiba-tiba engkau berdiri. “Permisi, bolehkan kuhapus jejakmu dijalan itu?” pintamu.
Jejakku? Jejak yang ragu-ragu itu?
Oh ya. Baiklah. Terima kasih.
Engkau pun berlalu. Meninggalkan contekan tentang debar dalamdiam. Tentang sebulir bening yang membasahi tulisan di halaman muka undangan perkawinan:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana….tapi tak bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H