Mohon tunggu...
Sartono Sajendro
Sartono Sajendro Mohon Tunggu... penikmat bahasa, sastra, budaya -

Coretan (tangan) dari (kaki) gunung\r\n-- satoras.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Yang Paling Masuk Akal Ya Bahasa Indonesia"

25 Januari 2016   14:25 Diperbarui: 26 Januari 2016   00:06 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat percakapan sederhana dengan seorang teman sekaligus murid sekaligus direktur bank asing di Jakarta.

Dia lelaki Australia. Rendah hati. Sangat cerdas. Pernah bekerja di perusahaan internasional di berbagai negara. Setengah baya, tapi masih ganteng, eh?

Katanya,

"Ketika saya sekolah dulu, di Australia minim sekali informasi tentang Indonesia. Kami belajar Geografi, kami tahu banyak tentang Eropa, tetapi tidak tahu apapun tentang Indonesia selain letaknya yang berdekatan dengan Australia. Saya belajar bahasa Prancis bertahun-tahun, tetapi akhirnya tidak berfungsi maksimal dalam karier saya.

Kini anak-anak Australia sudah tahu banyak tentang Indonesia. Hal yang sangat penting untuk mereka pelajari adalah bahasa Indonesia. Belajar bahasa Indonesia sejak dini, bukan bahasa-bahasa Eropa atau bahasa lainnya. Pertimbangan saya pragmatis saja.

Anak-anak Australia harus memilih, mau belajar bahasa Eropa atau Asia atau Afrika atau Amerika Selatan?

Memilih bahasa Eropa mungkin bagus, untuk alasan senang-senang atau kesejarahan saja. Bahasa Amerika Selatan tidak begitu berguna karena jauhnya lokasi dan rendahnya kedekatan emosional dengan Australia. Bahasa Rusia apalagi.

Kalau memilih bahasa Asia, bahasa yang mana?

Dengan kondisi global sekarang, yang paling menarik memang belajar bahasa Mandarin, tetapi belajar Mandarin, Jepang, Korea, Thailand, Arab dan lainnya perlu energi ekstra karena terkendala sistem penulisan yang tidak menggunakan aksara Romawi.

Perlu waktu lama untuk mempelajari bahasa-bahasa tersebut hingga level mahir. Perlu "panggilan hati" untuk belajar bahasa dengan karakter khusus seperti itu. Mempertahankan semangat dan ketertarikan seringkali menjadi kendala. Alasan belajar semata untuk mencari uang (ekonomi) bukanlah alasan yang bagus. Kebanyakan gagal di tengah jalan.

Belajar bahasa Myanmar, Kamboja, Laos, Urdu, Tamil, dan lain-lain (maaf) insignificant.

Bahasa Indonesialah yang paling masuk akal untuk dipelajari saat ini"

(BIPA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun