Setelah diam beberapa saat, Dama memulai aksinya. Pertama-tama ia berkenalan dengan Delia. Setelah dirasa cukup kenal, Dama pun memulai perbincangan yang lain. Akhirnya bel masuk telah berbunyi, Dama pun telah berhasil mengenggam kertas yang berisi nomor ponsel gadis itu.
Seminggu berlalu, Dama dan Delia semakin dekat layaknya sahabat. Dama pun telah berhasil membuat Delia sedikit menjauh dari Bagas. Bagas pun merasakannya, Ia tak suka melihat gadisnya lebih mementingkan orang lain daripada dia yang notabene adalah pacarnya sendiri. Sepulang sekolah, Bagas menghampiri kelas Delia untuk mengajaknya pulang bersama. Namun, Bagas membawa Delia ke belakang sekolah yang sepi. Bagas lepas kontrol, ia menampar pipi Delia dengan keras. Namun, kali ini Delia tidak tersenyum lagi diperlakukan seperti itu.
Delia ingat apa yang dikatakan Dama, bahwa cinta itu tidak saling menyakiti tapi saling menjaga. Delia pun tak tinggal diam, sebelum semuanya semakin parah, Delia memilih untuk pergi dari tempat itu sekarang juga. Melihat Bagas yang lengah, Delia pun berlari dengan sekuat tenaga. Tuhan pasti mengabulkan doanya, di depan kelasnya, ia menemukan Dama yang sedang khawatir. Dengan cepat, Delia berlari menuju Dama. Dipeluknya Dama dengan tubuh bergetar. Tanpa basa-basi, Dama mengantar gadis itu pulang.
Setelah kejadian itu, Bagas menjadi murka. Ia takut jika ia akan kehilangan gadisnya. Ia harus menjadi satu-satunya laki- laki yang dicintai Delia. Bagas pun mengetikkan pesan untuk bertemu dengan Dama di belakang sekolah jam 8 malam. Dengan berani, Dama pun mengindahkan tantangan Bagas. Pukul 8 malam, Dama sudah sampai di belakang sekolah dengan seorang diri. Ia tak melihat ada seorangpun yang ada di area ini. “Apakah Bagas membohongiku ?” batin Dama. Tanpa diduga, Dama ambruk dan darah mengalir dimana-mana.
Malam itu juga, setelah mengetahui dari Sania bahwa Dama sedang berada di rumah sakit dan sedang kritis, Delia segera meminta kakaknya untuk mengantarkannya ke tempat Dama sekarang berada. Sesampainya disana, yang Delia lihat adalah semua orang menangis. Ia pun bertanya kepada Sania apa yang terjadi dan tiba- tiba semuanya menjadi gelap. Segelap malam tanpa rembulan.
Dama telah pergi jauh dari Delia, tanpa bisa Delia gapai kembali. Ia pergi dengan mengubur semua lembar baru yang ingin Delia mulai. Dama memang guru yang hebat, pikir Delia. Kini ia tahu cara membenci orang lewat apa yang Dama katakan. “Janganlah sekali-kali kau melupakan benci dan cinta, tanpa salah satunya saja, hidupmu akan jadi tak selaras,” setidaknya itulah yang Dama katakan pada Delia tepat satu hari sebelum Dama berpergian jauh.
“Rasa ini menuntunku pada sebuah lembaran baru di kehidupanku. Lembaran yang mana kau hanya bisa memandangku dari jauh. Aku akan mengingat ini selamanya, rasa sakit pertama yang pernah kualami dalam hidup,” Tulis Delia di lembar pertama buku diary pemberian Dama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI