Mohon tunggu...
Agus Setiyanto
Agus Setiyanto Mohon Tunggu... Jurnalis -

Warga Negara Indonesia yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Patung Pak Dirman Roboh?

4 Januari 2016   01:18 Diperbarui: 4 Januari 2016   01:18 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Patung Jenderal Soedirman di Kabupaten Purbalingga roboh. Patung kebanggaan warga Purbalingga ini hanya mampu bertahan 10 tahun 3 hari, sebelum akhirnya tumbang menjadi beberapa bagian. Bahkan patung kepala Pak Dirman dikabarkan sampai putus.

Kejadian ini tentu saja mengagetkan kita semua. Rasa penasaran, curiga, bahkan bumbu-bumpu takhayul mistis pun segera hadir melengkapi berita robohnya patung setinggi 10,40 meter itu. Sejak kemarin sore berbagai media lokal dan nasional pun dengan penuh semangat menulis kejadian nahas tersebut.

Rasa penasaran dan curiga secara langsung dialamatkan kepada orang yang bertanggung jawab dalam pembangunan patung. Misalnya Triyono Budi Sasongko (TBS) mantan Bupati Purbalingga yang meresmikan patung itu pada 31 Desember 2004. Kemudian  CV Arta Kencana selaku perusahaan jasa konstruksi yang mendapat kuasa dari TBS untuk membangun patung.

Di era keterbukaan serta menguatnya semangat pemberantasan korupsi tentu saja hal ini sangat biasa. Kita tidak bisa menyalahkan warga atau siapapun bersikap kritis terhadap robohnya patung itu. Apalagi warga setempat juga sudah tahu kalau pembangunan patung itu  menggunakan duit mereka sendiri senilai Rp 270 juta.

Semoga saja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga segera mengklarifikasi kejadian ini. Pemkab harus menjelaskan secara masuk akal mengapa patung icon Purbalingga itu bisa sangat rapuh. Pemkab tidak bisa seenaknya memberikan penjelasan berdasarkan kira-kira apalagi menyalahkan alam berupa hembusan angin maupun hujan.

Apa yang terjadi jika Pemkab setempat lamban bertindak? Jawabannya dengan mudah bisa kita tebak. Warga Purbalingga bisa terjebak dengan hal-hal tidak ilmiah. Mereka menghubung-hubungkan peristiwa robohnya patung itu dengan sesuatu yang dipercaya sebagai takhayul. Mereka bisa kembali kepada zaman batu animisme dinamisme.

Semalam, sejumlah komentar aneh sudah muncul di Facebook. Misalnya komentar mengaitkan robohnya patung Soedirman itu dengan masa depan Purbalingga. Masa depan yang dimaksud di sini merujuk pada kemenangan Tasdi-Tiwi di Pilkada Purbalingga 2014 lalu.

Seorang rekan kerja dengan sedikit bercanda menyatakan kejadian itu sebagai bukti tidak direstuinya Tasdi-Tiwi. Ada juga yang menyebut musibah ini sebagai awal malapetaka serta pertanda buruk daerah. Pokoknya semua komentar isinya tidak ada yang bagus.

Ada juga komentar lucu di balik peristiwa ini. Antara lain Pak Dirman marah, Pak Dirman lelah berdiri terus, Pak Dirman kepanasan, dan Pak Dirman tumbang. Apakah lelucon ini bisa dimaafkan?

Semua ini harus diakhiri. Jangan biarkan warga Purbalingga tiba-tiba menjadi juru ramal atau dukun baru. Jangan biarkan juga guyonan-guyonan berlebihan tentang Soedirman muncul di masyarakat. Ingat, kita tidak punya alasan masuk akal untuk berani meremehkan apalagi menggunakan nama pahlawan sebagai bahan lelucon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun