Peningkatan nasabah dan volume sampah yang ditanganinya menambah kepercayaan diri Pak Ayo dan nasabah/warga, lalu mengusulkan lepas dari unit Bank Sampah PAS Arcawinangun alias mandiri dan direstui pengurus lainnya.
Tepat di tanggal 9/9/2012 Unit Pengelola Sampah Bank Sampah PAS berganti nama menjadi Bank Sampah Bintang Sembilan (Bank SBS), namanya diambil dari tanggal dan bulannya. Pak Ayo tetap jadi ketua pelaksananya, satu tahun kemudian pihak pemerintah Desa Berkoh pun mendukung dengan mengeluarkan surat keputusan (SK) no 11 Tahun 2013 Tanggal 11/09/2013.
"Tanpa perjuangan Pak Ayo, Bank sampah sudah bubar di tengah jalan. Sulit Pak mencari motor penggerak seperti Dia, pengurus lain seperti bagian penimbangan, pengepakan kurang aktif dikarenakan kesibukan kerja masing-masing," tutur Pak Sulhan duduk sebagai Penasehatnya.
Lebih lanjut mengatakan "Pemberdayaan warga kuncinya di motor penggerak di lapangan, kepengurusan mendukung dan mengotrolnya. Langkah Pak Ayo merintis mulai dari lingkungan RT-nya, cukup baik. Akhirnya dalam waktu enam bulan merambah ke RT-RT lainnya di lingkup Desa Berkoh, berkat kegigihan Pak Ayo dalam sosialisasi dan bisa membuktikan bahwa sampah jadi berkah, warga RT lainnya pun bergabung jadi nasabahnya dan akhirnya bisa mandiri. Alhamdulillah hingga kini Bank Sampah semakin dipercaya berbagai komunitas di desa lain dan sering untuk studi banding dari berbagai daerah, perguruan tinggi, pemerintah, pemerhati lingkungan hidup, mahasiswa, dan Pak Ayo aktif jadi narasumber sosialisasi sampah di berbagai tempat," pungkasnya saat penulis konfirmasi sosok Pak Ayo di rumahnya, Sabtu (23/5/2015)
[caption id="" align="aligncenter" width="369" caption="Pak Ayo sedang nukang (atas) dan di gudang (bawah). Dok. Pribadi"]
Ketika penulis sedang menuju gudang sampahnya bertemu Pak Sarun tetangga Pak Ayo pun bertutur, "Betul Pak, Pak ayo mulai merintis dari tetangga terdekat, saya masih ingat awal tahun 2012 diajak bergabung jadi nasabahnya, saya masih pikir-pikir masa sampah koq.. ditabung? Eh benar, jelang lebaran tahun 2012 ada ramai-ramai di Masjid saya pikir bagi zakat eh... ternyata bagi-bagi uang sampah, setelah itu keluarga saya bergabung ikut setor sampah setiap Minggu hingga kini. Dua kali Lebaran keluarga saya dapat uang kaget Pak Rp 115.000,- dan Rp. 185.000,- (Tahun 2013 dan 2014, pen) lumayan dapur kebul-kebul sampah hahaa," tutur Pak Limi sembari kami tertawa lepas.
Demikian pula saat penulis bersua Pak Amin, salah satu sukarelawan penerima sampah di RT V/I Berkoh, "Iya Pak, awalnya sampah belum begitu banyak namun selalu diambilnya, kami jadi ikut terpacu semangatnya. Satu hal Pak Ayo rajin mencatat dan terbuka, jadi setiap kali nasabah sampah bertanya saat itu juga tahu total sampah dan dana simpanannya, saya lebaran 2014 dapat Rp 195.000,- lumayanlah," tuturnya di kala penulis mengorek sosok Pak Ayo di rumahnya, Minggu (24/5/2015).
[caption id="attachment_420471" align="aligncenter" width="360" caption="Nasabah menerima uang simpanan. Dok. Bank SBS."]
Mendirikan bank sampah di kampung tak mudah.
"Umum lah Pak di mana-mana bila ada aktivitas pemberdayaan masyarakat selalu ada pro-kontra dan biasa ada yang suka SMS alias Suka melihat orang susah, Susah melihat orang senang, saat akan diresmikan mau didemo, ada pula yang mengajukan keberatan ke Lurah," tutur Pak Ayo tersenyum kecut ketika penulis menanyakan respon warga di sekitar tempat tinggalnya, isunya seperti keberadaan Bank Sampah akan membunuh warganya yang jadi pemulung, buat kepentingan keluarga/kalangan sendiri (golongan politik, pen), cari dana bantuan pemerintah/swasta dan lainnya. Lantas penulis kejar siapa orangnya, Pak Ayo balik bertanya, "Masa bapak tidak tau?" Penulis yang tinggal satu desa pun sempat mendengar isunya lantas menebak ciri-cirinya (rahasia, pen). Mendengar itu Pak Ayo hanya senyam-senyum saat ngobrol dengan penulis di beranda rumahnya, Minggu (24/5/2015).