Baris belangkangnya tiga Caleg berdiri gagah di atas Buldozer dan mereka terus mengepal meninju-ninju udara dan melambai-lambai tak henti sembari pekik yel-yel tak jelas. Wajahnya sumringah, entah minum dopping jamu apa mereka, entahlah?
Baris berikutnya berdiri pula artis-artis top markotop Ibu kota berjoget pamer ketek, diikuti mobil dan motor penggembira. Paling buncit, lautan manusia kuning, doreng berjoget-joget pula mengekor bagai monyet ogleng.
..............
Tiba di tengah hari, terdengar acara dimulai, acara sambutan dilanjutkan hiburan. jalan  nampak sepi. Lelaki parau melihat tiga pemuda berjas kuning menghampiri.
"Pak Baksonya seporsi berapa?" Tanyanya.
"Sepuluh ribu, es teh duaribu, murah mas" jelasnya singkat dan santun.
Namun, wajah pemuda itu sepertinya terkejut,
"Apa sepuluh ribu! Delapan ribu saja, bapak bukan anggota, mau jual mahal. Buatkan tiga mangkok, minumnya gratis, Jangan pakai lama. Ini sekalian uang panjar duapuluh ribu bila nanti ada anggota jas kuning kesini dilayani. kurangnya dilunasi nanti selesai acara! Oke Pak!"
Tegur dan pintanya minta harga murah, sembari mengangsurkan dua lembar uang sepuluh ribuan. Merasakan keadaan tak bersahabat, Ia terima uang itu dan mengangguk dengan tatapan mata heran? Ingin sebenarnya mengajukan keberatan, namun Ia pikir percuma bicara dengan 'kerbau' doreng dicucuk hidungnya. Lantas menyiapkan pesanan dan menghindangkanya
Tidak begitu lama anggota-anggota lainnya datang silih berganti lantas mereka pergi begitu saja. Dengan sabar Ia memungut satu persatu mangkok dan gelas yang berserakan. Limapuluh lima mangkok, tertata kembali.
Bersambung, Lelaki Parau Menyimak Pidato Caleg dan Protes pada Tuhan.