Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prahara Kali Pelus # 1

29 September 2011   17:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:29 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gemricik air bening mengalir dari kaki lereng gunung Slamet sejuk, terdengar bak alunan musik klasik saat air bening melewati berbagai bebatuan alam mengiring geliat kehidupan alam semesta.

Dikanan kiri rimbun dengan perbagai tumbuhan alam menyambut sang fajar merekah diiringi nyanyian alam kicau burung, capung-capung, kupu-kupu mengepakkan sayap. Ulat-ulat  daun, si daun putri malu, menggeliat.

Embun membasah dedaunan hijau, menetes air kehidupan kepangkuan Ibu pertiwi  kala daun tersibak semilir angin dalam keindahan, kesejukan, ketenangan alam semesta kutemukan di hulu Kali Pelus.

…………………………………..

Mereka teringat kembali akan keberadaan pintu air Kali Pelus, kesana mereka berpaling kembali berharap dari sanalah tetes-tetes air kehidupan mengalir. Tapi dari sanalah Prahara Kali Pelus, dimulai.

.

Oleh:Singgih Swasono

……………

Hulu dari Kali Pelus, menyelusur semakin ke hilir sungai semakin lebar dan penuh bebatuan besar. berkelak-kelok membelah perkampungan dan persawahan yang membentang luas di kanan kiri bantaran sungai, debit air semakin besar.

Berjarak kurang lebih lima belas kilo meter dari hulu Kali Pelus, ada bendungan kecil di sebelah kiri dan kanannya berdiri kokoh Pintu Air yang membagi alur air Kali Pelus menjadi dua alur irigasi mengairi lahan pertanian di dua Dusun, Dusun Berkah dan Mijen. Bertahun-tahun, pintu air ini oleh warga dua Dusun dibiarkan terlantar.

Memasuki tahun 1998, Kehidupan mereka sangat tergantung dari hasil pertanian, terkoyak. Kemarau panjang diluar perkiraan perhitungan petani ‘titi mangsa’ meleset. Gejolak politik di pusat Pemerintahan berimbas juga pada Harga sembilan bahan pokok semakin mencekik. Diluar dugaan kemarau tahun ini, Kali Pelus airnya surut begitu cepatnya diluar dugaan dan perkiraan warga di sepanjang bantarannya.

Mereka sedang meradang, memikirkan tanaman sudah terlanjur ditanam dan kolam-kolam ikan sudah terlanjur ditebar berbagai jenis ikan, harus diselamatkan karena hanya itu satu-satunya yang masih bisa diharap. Dalam benak pikiran mereka, bagaimana mereka menyelamatkannya?

Mereka teringat kembali akan keberadaan pintu air dibendungan Kali Pelus, kesana mereka berpaling kembali berharap dari sanalah tetes-tetes air kehidupan mengalir menyelamatkan tanaman mereka.

Tanpa dikomando, warga dua Dusun bergotong royong memperbaiki bendungan, pintu air dan saluran irigasi, dalam tempo enam hari selesai. Timbul masalah, siapakah nantinya yang bertanggung jawab membuka menutup dan mengatur giliran mengalirkan air dari pintu air Kali Pelus ini?

Mereka mengadakan pertemuan yang diwakili oleh Ulu-ulu Dusun mereka. dikumpulkan di Balai Dusun Berkah mereka bermusyawarah dan sepakat pemegang kunci pintu air, Ulu-ulu Dusun Mijen. Mengingat debit air semakin surut, pintu air hanya dibuka di malam hari, bergilir mengalir ke irigasi masing-masing dusun, bila siang hari pintu air ditutup total. Ternyata kesepakatan ini, banyak warga dua dusun yang menentang.

Kesepakatan hanya bisa berjalan dua minggu, setelah itu saling jegal, mencuri aliran air, kolusi, sogok, intrik dan perkelahian perebutan air semakin mengkoyak tatanan kehidupan dua warga Dusun.

Hal ini bisa dilihat dari kesiapan kedua warga Dusun bila mendapat giliran ‘leb-leb’ seperti akan berangkat perang. paling tidak menggerakan tiga, empat orang untuk mengkawal aliran air supaya bisa sampai ke sawah yang mendapat giliran. Dengan senjata andalan, arit, parang, cangkul, senter dan terkadang membawa obor.

Mereka berbagi peran, satu orang menjaga pintu air, dua orang mengikuti aliran air di irigasi dari hulu dan mengecek/menutup saluran air yang masuk ke sawah/kolam warga yang terbuka, setiap satu/dua jam mereka ‘lalar’/kontrol irigasi.

Bila tidak, air jatahnya tidak sampai ke sawah yang dituju, ada yang mencuri aliran air ditengah jalan dan mengarahkan ke sawah atau kolam warga yang sebenarnya tidak sedang mendapat giliran.

…………….

Malam yang cerah langit penuh bintang, diatas persawahan kabut tipis merebak, semilir angin dingin menerpa terdengar gemrisik daun bambu beradu, diiringi suara jangkrik. Dimalam pekat, terlihat dari pinggir Dusun, kerlip senter dan dua obor-obor terlihat berjalan sepanjang bantaran irigasi. Nyala apinya meliuk-liuk terkena angin malam yang cukup kencang saat kemarau. Mereka sedang ‘lalar’ mengawal aliran air dari pintu air menuju sawah yang dapat giliran. Saat itu warga Dusun Mijen mendapat giliran ‘leb-leb’ mengairi sawah mereka.

Tengah malam itu, warga Dusun Berkah dikagetkan oleh teriakan dua, tiga kali diulang keras dari pinggir Dusun, “Wong Berkah maling banyu…jangan ngumpet keluar sini kalau berani, keluaaar” teriakan memantul terdengar lamat-lamat sampai di rumah Ketua Pemuda Dusun Berkah, jelang tengah malam sedang duduk-duduk dengan salah satu orang kepercayaanya, sambil tersenyum-senyum.

Di tengah suasana malam yang dingin sunyi senyap, langit bertaburan bintang. Alunan musik alam gemrisik daun bambu di pinggir Dusun yang tertiup angin dingin, terdengar bak alunan biola meninabobokan warga dusun, diterangi kerlap-kerlip kunang-kunang dan diiringi paduan suara koor jangkrik yang dipelihara warga.

Bagi anak-anak di dua Dusun, musim kemarau tiba identik dengan musim jangkrik aduan. bila sore menjelang malam, mereka bergerombol membawa obor mencari sumber suara jangkrik di pematang-pematang sawah “nginggeng” jangkrik untuk ditangkap, bila dapat untuk pelihara dan di adu. Untuk sekedar mendapat pengakuan peliharaan mereka jago. Bersambung.

.

Catatan:

-Nginggeng : mencari sumber suara jangkrik secara pelan-pelan sampai ketemu sumbernya.

-Ulu-ulu : Perangkar Desa yang mengatur Irigasi warga desanya.

-Leb-leb : mengairi sawah dikala kemarau, secara bergiliran.

- Persamaan tokoh, lokasi dan kejadian adalah kebetulan semata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun