Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jejak Langkah Kecil Prajurit Pejuang

16 Agustus 2011   04:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:44 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_129568" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." (Bung Karno)

Tahun 1923 'Indonesia' masih dalam cengkeraman penjajah Belanda, termasuk Purwokerto disebelah utara timur laut ada Padukuhan/Gerumbul Kejawar yang sekarang menjadi Desa Kejawar. Saat itu (1923) alam Padukuhan rimbun banyak sekali pohon bambu dan kelapa, dibelah oleh sungai Kalibakal, sarana jalan belum ada. Hanya jalan setapak ke arah makam Kejawar, jumlah warga belum begitu banyak dan mayoritas bertani dan berdagang.

Dengan masih sedikitnya jumlah penduduk, sarana dan prasarana maka dinamai Padukuhan/Gerumbul Kejawar. Disinilah tempat kelahiran Bapak Martoyo tepatnya pada tanggal 7 Maret 1923 lahir, delapanpuluh delapan tahun (2011), telah berlalu. beliau cukup sehat daya ingat yang cukup baik dalam menceritakan riwayat hidupnya dan lika-liku beliau dalam ikut terlibat langsung memanggul bedil memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Negara RI, Punya prinsip mengabdi mendarmabaktikan hidupnya pada Republik, tidak tertarik dengan kekuasaan, pangkat, dan terlibat politik, sampai pensiun dan rekan-rekan beliau seangkatan sudah Almarhum semua.

Saya menyadari telah banyak cerita/tulisan bahkan mungkin ribuan buku umumnya tentang tokoh-tokoh besar pejuang Republik Indonesia, yang dibukukan. Tapi disini yang saya tulis adalah perjalanan anak Desa / dukuh yang menjadi pelaku dan saksi di medan perang yang hanya seorang prajurit kecil. tapi bagi saya beliau tetap Pahlawan sekecil apapun jasanya,  karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya (Bung Karno).

Awalnya Bapak Martoyo, kurang berkenan menceritakan jejak langkahnya, karena merasa apa yang dia abdikan untuk negara tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka-mereka bisa menjadi hebat, beliau merasa hanya seorang prajurit. tapi dengan sedikit rayuan bahwa ini akan menjadi cerita untuk anak cucu nantinya beliau dengan keterbatasannya berkenan. (foto beliau tidak diijinkan di upload).

Motivasi beliau untuk mendarmabaktikan jiwanya pada Republik dan Kemerdekaan ini, dimulai saat pendidikan sekolah Belanda Pertanian dan Perkebunan (LST) tahun 1937-1939. Sering diajak ngobrol oleh Meneer Soegeng (salah satu guru di LST) tentang wawasan nasionalis. Diakhir pendidikan ini beliau diberitahu akan kedatangan bangsa Nipon yang akan membebaskan dari penjajah Belanda dan akan merdeka, mempunyai pemimpin orang sendiri. beliau tidak mendesak lebih jauh tentang siapa pemimpin orang sendiri dan kapan merdeka? Tapi dari sinilah timbul rasa nasionalis beliau bangkit dan rasa bangga sebagai bangsa untuk bisa merdeka.

Setelah selesai pendidikan di LST, pulang ke dukuh Kejawar tapi tidak lama antara tahun 1940-1941 Nippon masuk kota Purwokerto beliau dapat tugas dari Kepala Dukuh untuk menghimpun pemuda-pemuda membentuk Barisan Pemuda (Seinen Dojo) di Dukuh Kejawar untuk dilatih baris-berbaris, dan didapuk sebagai ketua pemudanya dengan anggota 20 orang.

Kegiatan pemuda pada saat itu dilakukan dengan penuh kesadaraan dan semangat. karena dia mendapat informasi dari perangkat Dukuh dan katanya harus 'dirahasiakan' untuk persiapan merdeka dan nantinya perlu tentara/polisi. ini yang membuat beliau penuh semangat mengajak pemuda-pemuda untuk giat berlatih.

Dari sinilah beliau bertemu dengan Nippon pertama kalinya. saat itu Barisan Pemuda dari setiap desa/dukuh diwilayah Purwokerto, dikumpulkan di Kawedan yang terletak di Kebumen (Baturaden) untuk mengikuti lomba baris-berbaris, yang diadakan dan dinilai oleh Nippon. Selesai mengikuti lomba, pulang dan mendapat pemberitahuan regunya kalah dalam lomba. Tapi hal tersebut tidak menyurutkan beliau untuk terus berlatih baris-berbaris setiap sore, berhenti kalau hujan.

Sampai akhirnya tahun 1943 beliau bersama 5 temannya dari Barisan Pemuda ditunjuk oleh Kepala Dukuh untuk ikut mendaftar Tentara Sukarela Pembela Tanah Air disingkat PETA (郷土防衛義勇軍 kyōdo bōei giyûgun), dan diterima. Saat itu yang ikut mendaftar sangat banyak sampai ratusan pemuda dari segala wilayah Banyumas, kumpul di Alun-alun Purwokerto. Dan motivasi beliau ikut gabung karena ada kata-kata Pembela Tanah Air, hal inilah yang membuat juang beliau penuh semangat. Dan ditempatkan di Tangsi Peta Cilacap.

Dan disinilah beliau digembleng pendidikan militer ala Nippon (Pelatih militer dari Nippon, lupa namanya) sangat disiplin dan tegas. Dan disini pula dikenalkan pertama kalinya dengan senjata api/bedil. Yaitu bagaimana berlatih perang, membongkar dan pasang berbagai senjata, setelah mahir baru berlatih menembak, senjata yang dikenalkan seperti Karaben, Stan Gun, Water Martel, Granat. Cukup lama beliau bertugas kurang lebih 2 tahun di Tangsi ini dengan segala suka dukanya kata beliau lebih banyak dukanya. Sampai akhirnya antara tanggal 18 Agustus 1945, sore mendengar bahwa Indonesia Merdeka dan dipimpin oleh orang sendiri dan beliau teringat pesan Meneer Soegeng gurunya saat sekolah di LST, terjawab sudah. Dipimpin oleh Soekarno dan Muhammad Hatta. Saat mendengar ini beliau sedang sakit di tangsi.

Dan semua pucuk senjata dikumpulkan oleh 'Polisi Istimewa' dan dalam kondisi sakit beliau pulang ke Dukuh Kejawar, dan saat itu beliau tidak pernah mendengar hiruk pikuk perjuangan dilain tempat/daerah, karena saat itu alat komunikasi apalagi radio di Dukuh Kejawar tidak ada yang punya. Pikirnya sederhana dan simple sekarang sudah Merdeka dan sudah jadi Negara Republik dipimpin oleh bangsa sendiri yaitu Sukarno dan Hatta.

Setelah sehat, beliau aktif lagi dikepemudaan sampai akhirnya ada pemberitahuan dari Kepala Dukuh, bahwa setiap bekas Peta disuruh menghadap di markas BKR di Desa Kedungbenda untuk didata ulang. Sesampainya disana tidak hanya di data tapi beliau ikut mendaftar menjadi Anggota BKR (Agustus 1945), dan mendapat tugas pertama melatih baris-berbaris ratusan calon-calon tentara pejuang, dan kemiliteran lainnya, termasuk ilmu kemiliteran saat di Peta beliau tularkan pada mereka.

Tanpa beliau sadari, dengan ikut terlibat langsung menididik dan menularkan ilmunya sebenarnya telah melahirkan prajurit tangguh sukses dan mungkin ada yang jadi Jendral. Disini belum terima gaji, kenapa mau melatih? jawabnya bila mereka jadi prajurit jangan mati konyol, tapi mati terhormat. Caranya dengan latihan disiplin, taktik pakai otak dan mahir membela diri jangan sampai mudah tertembak musuh, itu yang perlu dilatih terus. Prajurit memang dilatih untuk menembak dan membunuh, itu mudah.

Tapi bagaimana supaya tidak mudah tertembak di medan perang itu ada taktiknya, perang itu pakai otak dan insting walau seorang prajurit (kopral) disamping fisik yang terlatih, kata beliau. Dan satu pesan beliau saat di medan perang jangan mengambil/merampas harta orang, siapapun orangnya, pantang. Alhamdulillah beliau telah membuktikanya dengan melewati berbagai medan peperangan dan menjadi salah satu prajurit dari sekian ratus ribu yang selamat dari medan perang.

Kembali kegiatan di BKR, selang beberapa bulan aktif di BKR beliau dipanggil ke Markas TKR yang berkedudukan di RS Elizabeth (sekarang masih berdiri) disana baru beliau tahu BKR menjadi TKR (Oktober 1946), disini ditempatkan dalam Batalion Zeni, beliau masih ingat Komandannya Mayor. Subekti, Sekretaris Sutondo, dan beliau sebagai Staff dengan pangkat Sertu (Sersan Satu) punya ajudan Casim.

Gerakan Pasukan Belanda Agresi I 1947

Dari sinilah kiprah beliau dimulai dalam menjejakan langkah menjadi prajurit kecil yang terlibat langsung didalam Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan Kesatuan Republik Indonesia yang sangat panjang dari mulai Agresi I, II, AOI, DI, PRRI, Aceh, dan terakhir sejarah kelam anak bangsa PKI. Ini adalah awal tulisan dari Jejak Langkah Kecil Prajurit Pejuang.

MERDEKA...MERDEKA....MERDEKA.

..

Terimakasih:

Kepada, Bp. Bambang Haryanto Bachrudin. Anggota DPRD Fraksi PDIP, Prop. Jateng atas bantuan dan perhatianya.

.

Sumber Gambar disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun