Memasuki tahun 2012, beberapa wilayah di Indonesia, menghadapi cuaca ekstrem yang kerap menimbulkan banjir dan bencana alam lainnya fenomena ini selalu berulang setiap tahun tidak hanya musim hujan saja, dimusim kemaraupun bisa jadi bencana di daerah-daerah tertentu kekurangan air bersih, dan gagal panen menyebabkan kekurangan pangan. Kenapa hal itu selalu berulang? Apakah pengambil kebijakan Pemerintah di wilayah yang kerap dilanda musibah tidak pernah belajar dari pengalaman dan mengantisipasinya? dan apakah gejala alam tidak bisa diprediksi?
Padahal gejala perubahan cuaca alam sebenarnya sudah bisa diprediksi cukup akurat oleh Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofika (BMKG) jauh-jauh hari. Disamping  itu, belajar dari pengalaman dan pengamatan dilapangan titik-titik daerah rawan bencana untuk meminimalisir bencana alam. Dan saya yakin para Kepala Daerah dan Pejabat terkait sudah punya peta/road map daerah mana saja yang rawan bencana alam dan bagaimana kiatnya mengantisipasinya, sebelum terjadi musibah dan mensosialisasikan kiat-kiat tersebut pada masyarakat, untuk berperan aktif didalamnya.
Namun apa yang terjadi? Setiap tahun terus berulang. Salah satu contoh pohon-pohon tumbang di tempat umum dan sudah beberapa kali sudah membawa korban jiwa sia-sia dan materi yang tidak sedikit. Penyebabpun mereka sudah tahu : pohon sudah tua keropos dan angin kencang. Ketika penyebab diketahui, sudah seharusnya diantisipasi jauh-jauh hari. Yaitu tiga atau enam bulan sebelum cuaca ekstrem tiba, lakukan pemangkasan ranting-ranting daun/dibuat gundul total pohon-pohon sepanjang jalan dan sekaligus lakukan penebangan pohon-pohon yang keropos. Ingat kata bijak para sesepuh Lebih baik sedia payung sebelum hujan.
[caption id="attachment_148689" align="aligncenter" width="300" caption="Pohon Tumbang Melintang di Jalan Raya. Dok. Pribadi"][/caption]
Bila alasan sumber daya manusianya kurang untuk mengantisipasi itu semua, lakukan kerjasama lintas sektoral atau kerahkan Satpol PP di masing-masing wilayah, daripada kerjanya menggusur pedagang kaki lima, operasi spanduk, operasi tuna wisma dan lain-lain, atau libatkan masyarakat disekitar wilayah itu, untuk ikut berpartisipasi melakukan pemangkasan dahan/penebangan, ongkosnya dahan-dahan dan pohon yang keropos untuk mereka buat kayu bakar, pasti banyak yang mau.
Namun hal tersebut jarang dilakukan tindakan pencegahanya dan bila terjadi musibah baru diantisipasi. Apakah ini kaitanya dengan proyek penunjukkan langsung? atau penyaluran dana-dana darurat bantuan korban bencana yang dengan begitu mudahnya untuk dipermainkan/diselewengkan? Wallahu a’lam bish-shawabi.
.
Salam Kompasianer.
Purwokerto, 15 Januari 2011.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H