Meneruskan tulisan sebelumnya, adanya interaksi dengan bule-bule mengenal seni 'rasa' kuliner, berawal dari aku pulang cuti tahun 1 dari Jawa membawa oleh2 khas Banyumas, cukup banyak (mumpung transport PP gratis) seperti Keripik, Getuk Goreng, klanting dan lain-lain. Sesampainya aku dilokasi bagi2 ke bule-bule, awalnya pada ketakutan perutnya mbok sakit dan diare. Dengan bahasa campur aduk ala tarsan dan dibantu sekretaris bos, aku jelaskan bahan dasarnya, dan cara masaknya. Sampai sekretaris bos kewalahan kehabisan stok basa Inggris menghadapi bule-bule sangat kritis tentang makanan Setelah itu aku perkenalkan jurus/tip2 menikmati seni 'rasa' kuliner, aku suruh bule2 coba makan sedikit-sedikit dulu dan resapi rasanya, dan sorenya coba lagi sedikit dan coba bagaimana reaksinya besok paginya, diare tidak. Awal icip-icip sedikit2 waah....komentarnya satu kata Amazing, manis, enak dan aneh. Langsung pada rebutan untuk dibawa pulang kampnya, jebule bule-bule rakus kalau dikasih gratis. Dan besok paginya ketemu ditempat kerjaku tanya perutnya bermasalah tidak? malah jawab masih ada oleh2nya?...bisa pesankan ke Jawa. Disamping kerja, buat hiburan di tengah hutan aku iseng2 ajak bule2 makan malam di rumah sebulan - dua bulan pas hari libur, dan aku kasih tehnik2 icip-icip makanan khas Banyumas, dengan menu yang berganti-ganti seperti Soto, Nasi Goreng, Sate Ayam, Sop jawa, Gudeg, mendoan, dan uleg sambal terasi, gesek, petai, jengkol terahir ini makanan paling menghebohkan, dan aku sukses ngajari makan pakai tangan...awalnya jari2 bule kaku dan lucu. Untuk makanan sambel (sama sekali tidak pedas, ukuranku) + petai + jengkol muda, aku hanya meluluskan 3 orang bule, 1 tidak mau menyentuh dan yang tidak lulus 2 diare sampai 3 hari baru sembuh, dikarenakan kebanyakan ngumpat2 pedas tapi tetap makan, yaah.... akhirnya perutnya teler, aneh bin ajaib setelah sembuh si bule malah minta dibuatkan makanan aneh2 (weird) lagi. Karena diplomasi dan interaksi via kuliner cukup berhasil, pada saat perusahaan ada acara aku ikut diundang menyambut kedatangan the big-big boss di Sangata mengadakan makan malam resmi, pakai jas pokoke mbule banget. sampai mendatangkan koki dari Jakarta, spesial masakan Perancis. Dan akupun ditanya nanti mau pesan menu utamanya apa, buat didaftarkan di dalam daftar menu, langsung ingat waktu bule Perancis lihat di semak2 dilingkungan kantor banyak bekicot katanya enak dan makanan mahal, wah ini yang harus aku coba. Jadi saya minta didaftarkan menu bekicot (escargot) + Lobster, mumpung gratis. tapi disinilah kekonyolanku, seumur-umur aku baru pernah menghadiri yang namanya jamuan makan malam resmi, paling melihat di TV, dan aku terheran-heran dengan bule2 koq bisa santun padahal yang saya tahu itu bule urakan. Dimeja makan kanan kiri banyak sendok dan pisau (persis dilapak pasar), aku tanya sekretaris bos, jawabnya tunggu bule2 makan pakai yang mana ikuti saja, yaa wis manut. Jebule makan di jamuan resmi itu suruh makan terus... yaa makan sambil pasang jurus seni 'rasa' kuliner dan tidak urus orang bule ngoceh/pidato pakai bahasa Prancis, aku ora mudheng babar blass. dasar orang udik setiap ganti menu embat habis walau rasane aneh. belum sampai kemakanan pokok nah ini...perut sudah teler, terpaksa sabuk + resleting buka..ah lega. Masuk kemakanan pokok dihadapan saya ada 2 alat 'bedah' aneh, penjepit dan garpu dua ujung + cangkang 'bekicot' bagian lubang dikasih persis cream. bingung biasa makan keong/tutut ambil pakai tangan, tinggal sruput. Nah ini kena batunya....saya tengak tengok liat meja kanan kiri, teman satu meja menunya beda-beda dan ada yang sama letak mejanya agak jauh, bule disampingku dan sekretaris bos juga tidak tau cara makannya, tanya juga ke waitersnya juga tidak tahu. hampir saja mau ambil pakai tangan, untung si bos lihat aku lagi kebingungan dan belum mulai2 makan, dia mendekat bicara cas-cis-cus. Aku tunjukkan dua benda aneh...langsung ketawa-tawa sambil mengajari aku yang belum pernah memegang alat-alat itu dengan ekstra sabar. Nih carane...alat penjepit bekicot dipegang di tangan kiri dan garpu dua ujung dipegang di tangan kanan. Alat penjepit bekicot berfungsi menahan bekicot agar tidak mental saat dimakan. Sebelum mendarat di lidah, pastikan dulu cangkang bekicot sudah pas di bagian penjepitnya. Bila sudah benar-benar pas, jari diletakkan di ujung penjepit. Saat itu daging bekicot bisa dipastikan aman dicungkil dengan garpu dua ujung. Ternyata tidak mudah menjalankan langkah-langkah itu. aku baru berhasil mencungkil bekicot pada percobaan ketiga. Rasanya kenyal lunak seperti rempela ayam tapi ada rasa seperti pasir (krekes-krekes), bumbunya terasa asing tapi rasane jebule...mak nyuss. aku tentu antusias mencicipi bekicot ala orang Prancis dipadu jurus menikmati seni 'rasa' dilidah dan dihati benar2 aku hayati. Tanpa sadar lagi asik memainkan jurus makan 'bekicot' the big-big boss nyolek pundaku, aku nengok kebelakang dan bule2 satu meja pada berdiri, langsung tanpa sadar aku berdiri. Ahhhh.....terjadi kehebohan celanaku mloroooot lupa... resleting + sabuk masih mbukak, bersamaan the big boss kasih gelas sampanye..., untung pakai jas agak kebesaran..... dan untung 'bekicotku' ada rumahnya.... . Sumber gambar: http://2.bp.blogspot.com/escargot+bekicot.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H