Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Terlena Dengan Keindahan PIK 2

4 Januari 2025   00:53 Diperbarui: 4 Januari 2025   04:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spot Foto di Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi

Seperti sudah diketahui publik, pengembang PIK 2 adalah Agung Sedayu Group dan Salim Group. Keduanya merupakan perusahaan pengembang terkemuka di Indonesia yang telah berkolaborasi sejak tahun 2002. 

Nama pemilik Agung Sedayu Group belakangan kembali disorot setelah kedekatannya dengan pemerintah dan proyek Giant Sea Wall yang kelak akan digarapnya serta dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Proyek PIK 2 sendiri saja sudah cukup bermasalah, apalagi jika ditambah PSN baru. Perluasan dari kawasan Pantai Indah Kapuk dengan luas total 2.650 hektar ini menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dan sosial, seperti kerusakan habitat dan ekosistem laut, pencemaran air laut dan tanah, dan perubahan iklim mikro dan makro.

Selain itu, ada juga dampak Sosial yang timbul dari proyek raksasa ini, yaitu penggusuran tempat tinggal warga setempat, kehilangan sumber mata pencaharian, dan perubahan struktur sosial dan budaya.

Di sisi perekonomian pun akan berdampak pada biaya perawatan dan pemeliharaan infrastruktur yang tinggi, kerugian ekonomi bagi warga yang terkena dampak, dan potensi kerusakan infrastruktur akibat bencana alam.

Akan tetapi, pihak pengembang mengklaim telah melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menjawab permasalahan tersebut. Program-program CSR tersebut diantaranya:

  • Program Reboisasi dan Konservasi: Menanam pohon dan mengkonservasi ekosistem laut;
  • Pengelolaan Limbah: Membangun fasilitas pengolahan limbah terpadu;
  • Sistem Pengendalian Banjir: Membangun sistem drainase dan pengendalian banjir;
  • Program Bantuan Pendidikan: Beasiswa dan bantuan pendidikan untuk warga sekitar;
  • Pembangunan Fasilitas Umum: Membangun rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan;
  • Program Kesehatan Masyarakat: Layanan kesehatan gratis dan pengobatan;
  • Program Pelatihan Kerja: Meningkatkan keterampilan warga sekitar;
  • Pembinaan UMKM: Mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
  • Program Bantuan Ekonomi: Bantuan untuk warga terdampak reklamasi;
  • Pelestarian Budaya Lokal: Mengadakan festival dan pertunjukan budaya;
  • Pembangunan Pusat Kebudayaan: Membangun fasilitas kebudayaan dan kesenian;
  • Program Pengembangan Seni: Mendukung pengembangan seni dan kreativitas;
  • Pembangunan Masjid dan Gereja: Membangun fasilitas ibadah;
  • Program Bantuan Bencana: Memberikan bantuan korban bencana alam; dan
  • Kerja sama dengan Pemerintah: Mendukung program pemerintah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Harus Lebih Peka

Terlepas dari fakta dan saling klaim antara pengembang, aktivis sosial dan lingkungan, serta pemerintah, saya punya pandangan tersendiri.

Menurut saya-sehebat apapun program CSR itu dilakukan untuk 'mengganti' kemudharatan yang mungkin timbul akibat moderenisasi kawasan PIK 2-manfaat yang dihasilkan perlu dievaluasi secara berkelanjutan.

Sedari awal, proyek ambisius ini harus dikurasi siapa penerima manfaat terbesarnya. Jangan sampai, manfaat yang dihasilkan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang hidup di negeri ini. Jangan sampai-dengan dalih meningkatkan pertumbuhan ekonomi-ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin jauh melebar.

Alih-alih menciptakan spot wisata baru dan pemukiman bagi kaum elite yang mungkin hanya satu persen, pemerintah seharusnya lebih dulu berinovasi pada pengelolaan Taman Impian Jaya Ancol-sebagai yang pertama menyajikan wisata pantai-agar lebih 'ramah' dengan segala lapisan masyarakat.

Yang lebih penting lagi-sebagai warga negara yang berpendidikan-kita harus lebih peka menangkap gejala sosial semacam ini. Jangan sampai kita terlena dengan keindahan pantai buatan, sementara abai dengan dampak negatif dari reklamasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun