Pemilihan Ketua RT
Beberapa waktu lalu, baru saja dilaksanakan pemilihan Ketua RT di wilayah tempat tinggal kami. Pemilihan Ketua RT kali ini berbeda dari biasanya. Dalam proses pencalonan, kandidat Ketua RT yang terdiri dari petahana dan rivalnya diminta untuk mendengar aspirasi warga secara langsung melalui musyawarah RT terlebih dahulu. Dengan musyawarah ini, para Calon Ketua RT diharapkan memahami kebutuhan warga dan dapat merancang program kerja selama lima tahun ke depan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Musyawarah semacam ini sudah lama tidak dilakukan.
Di dalam musyawarah tersebut, disepakati juga tata cara pemilihan Ketua RT yang berbeda dengan tata cara pemilihan sebelumnya. Jika sebelumnya hak pilih hanya diberikan kepada Kepala Keluarga, kali ini setiap warga yang sudah berusia 17 tahun dan memiliki KTP dapat mengikuti proses pemilihan.
Dengan cara ini, warga dapat mengedukasi seluruh anggota keluarganya tentang pentingnya berpartisipasi dalam politik dan demokrasi. Harapannya, partisipasi dan kepedulian warga di perhelatan politik yang lebih besar pun dapat meningkat, sehingga demokrasi kita menjadi lebih partisipatif.
Momen mendebarkan pun terjadi ketika penetapan Ketua RT terpilih. Ketua Panitia Pemilihan merasa dilematis. Sebab, kedua Calon Ketua RT memperoleh jumlah suara yang sama. Reaksi warga yang beragam pun menambahkan kegalauan. Ada yang meminta Ketua Panitia Pemilihan turut memilih, pemilihan di ulang, namun ada juga yang mengusulkan petahana sebagai Ketua RT terpilih dengan alasan lebih berpengalaman.
Di tengah kegamangan itu, Ketua RW tampil sebagai penengah. Ia menyarankan warga agar bermusyawarah untuk memutuskan Calon Ketua RT yang akan ditunjuk sebagai Ketua RT terpilih. Menurut beliau, musyawarah untuk mufakat lebih baik.
Saran Ketua RW disambut positif oleh warga. Alhasil, musyawarah warga mencapai permufakatan bahwa petahana diberi amanat kembali untuk menjadi Ketua RT. Sang rival pun dengan besar hati memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada petahana untuk menjabat kembali. Semua yang hadir di dalam acara tersebut, merasakan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan.
Jatuh Hati Dengan Musyawarah
Seolah telah jatuh hati dengan 'musyawarah', saya tergerak untuk meneliti kebijakan pemilihan Ketua RT yang berlaku di kota tempat saya tinggal. Rasa penasaran saya tertuju pada: "apakah kebijakan yang pemilihan Ketua RT berlaku di Provinsi DKI Jakarta sudah memberi ruang seluas-luasnya agar budaya musyawarah tetap dilestarikan?"
Ikhtiar saya bertaut pada Peraturan Gubernur DI Jakarta Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Rukun Tetangga dan Rukun Warga. Di dalam regulasi yang diterbitkan di era Gubernur Anies Baswedan ini, frase musyawarah dapat ditemukan secara langsung di muka.Â