Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Indonesia Tanah Air Alpha

6 November 2024   09:55 Diperbarui: 6 November 2024   10:00 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia tanah air beta. Pusaka abadi nan jaya. Indonesia sejak dulu kala selalu di puja-puja bangsa.

Penggalan syair di atas adalah bagian dari lagu nasional yang cukup dikenal oleh masyarakat-Indonesia Pusaka. Diksi yang indah dipadu dengan untaian nada yang harmonis seolah membawa pendengarnya membayangkan keindahan tanah air Indonesia.

Setiap kali mendengar lagu itu, saya terlarut dalam perasaan haru dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Lagu ini menjadi salah satu lagu favorit saya. Nasionalisme saya selalu bertumbuh ketika menghayati makna lagu ini.

Ada yang menarik dalam lirik lagu tersebut. Pemilihan kata 'beta' terdengar sangat unik bagi saya. Bagi saya, lagu nasional seharusnya menggunakan kata dari bahasa persatuan, bukan bahasa daerah. Meski sudah banyak lagu nasional menggunakan kata itu sebagai pengganti kata saya/aku, tapi keunikan itu tetap terasa.

Sudah cukup lama semenjak saya berhenti menggugat keputusan penulis lagu tersebut untuk menggunakan kata 'beta' di dalam lagunya. Sampai di sebuah kajian filsafat islam asuhan Dr. Fahrudin Faiz, gugatan itu muncul kembali.

Kali ini, gugatan itu muncul bukan kepada sang penulis lagu. Melainkan kepada para seluruh bangsa Indonesia. Merujuk pada kelakar Dr. Fahrudin Faiz dalam kajiannya, seharusnya lagu tersebut menggunakan kata 'alpha' dalam liriknya. Sebab, gelombang 'alpha' dalam otak lebih dibutuhkan rakyat Indonesia untuk merenungi kesalahan-kesalahan dalam mengelola bangsa saat ini.

Sejenak saya tertawa. Lucu juga. Lirik lagunya akan menjadi begini: "Indonesia tanah air alpha". Terdengar makin unik. Tapi bukan itu tujuan Dr. Fahrudin Faiz berkelakar. Ada maksud yang mendalam dibalik candaannya itu. Berbekal rasa penasaran, saya pun segera menggali informasi tentang gelombang 'alpha'.

Gelombang Alpha dan Theta

Rupanya, kelakar Dr. Fahrudin Faiz perlu dikoreksi. Menurut sumber yang saya dapatkan, gelombang otak yang paling cocok untuk agenda 'perenungan' adalah gelombang theta. Akan tetapi, pendapatnya tidak sepenuhnya keliru. Sebab, untuk mencapai gelombang theta, seseorang perlu melewati gelombang alpha terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun