Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memburu Definisi Berkeadilan dan Berkelanjutan dalam Disertasi Bahlil

19 Oktober 2024   23:09 Diperbarui: 20 Oktober 2024   05:20 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, penyesalan Bahlil tidak diikuti dengan rekomendasi perubahan kebijakan. Bahlil hanya terkesan 'melempar' tanggung jawab tersebut ke KLHK. Menurutnya, isu lingkungan di Halmahera Tengah tidak membutuhkan formulasi kebijakan yang baru, melainkan hanya penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Padahal, jelas dirinya telah menyinggung UU Cipta Kerja adalah biang keladi dari lemahnya pengawasan dan penegakan hukum tersebut. Maka, seharusnya kebijakan pemerintah terkait dengan pengawasan dan penegakan hukum hilirisasi nikel pun tidak luput dari analisis Bahlil.  

3 Orang Suku Tobelo Dalam mendatangi kawasan lingkar tambang di wilayah Koroahe, Halmahera. Foto: detik.com
3 Orang Suku Tobelo Dalam mendatangi kawasan lingkar tambang di wilayah Koroahe, Halmahera. Foto: detik.com

Selain kerusakan lingkungan, hilirisasi nikel di Halmahera Tengah juga menuai dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup komunitas adat Tobelo Dalam. Hutan sebagai ruang hidup suku tobelo dalam telah hilang tergerus aktivitas pertambangan.

Peneliti dan Advokasi Asia dari Survival International, Callum Rusel, mengatakan ada potensi genosida bagi warga suku Tobelo Dalam atau O' Hongana Manyawa akibat aktivitas tambang. Callum menyebut kegiatan pertambangan akan menyebabkan kehancuran populasi suku O' Hongana Manyawa yang sangat parah. "Tentu ini adalah sebuah pelanggaran terhadap hak hidup warga negara yang disebut indigenous people, yang tidak pernah ditindak sama sekali oleh negara. Bahkan terkesan negara melakukan pembiaran terhadap tindakan yang terjadi secara sistematis tersebut", tukas Callum. (Baca: Nasib Suku Tobelo Dalam Kehilangan Habitat gegara Tambang)

Mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK) pernah membuat klaim akan melindungi masyarakat Tobelo Dalam, termasuk dari dampak industri. Dia berkata, perlindungan itu akan diberikan dengan menyediakan permukiman dan bantuan pangan. Sayangnya sebelum sempat merealisasikan klaimnya tersebut, ia sudah terjaring OTT KPK. Ia disinyalir turut memperjualbelikan izin tambang di Maluku Utara. Dengan dalih melindungi masyarakat Tobelo Dalam, justru AGK berniat 'cuci tangan' dari dosa yang ia perbuat.

Seandainya rencana cuci tangannya pun berhasil, Suku Tobelo Dalam bukan komunitas yang bisa 'dirumahkan'. Setidaknya sejak tahun 1952 telah muncul kebijakan pemerintah untuk memindahkan orang-orang Tobelo Dalam dari tengah hutan ke permukiman permanen di sejumlah desa. Christopher Duncan, profesor ilmu antropologi di Universitas Rutgers, New Jersey, Amerika Serikat, menulis bahwa terdapat 17 kali upaya memukimkan orang-orang Tobelo Dalam ke rumah-rumah permanen. Seluruh upaya itu, kata Duncan, gagal. 

Populasi Suku Tobelo Dalam yang awalnya berkisar 3.000 orang, kini tersisa sekitar 300-500 orang. Hal ini terjadi setelah pemerintah bersama para tokoh agama meminta mereka keluar dari hutan untuk hidup berbaur bersama masyarakat. Saat Suku O' Hongana Manyawa keluar dari hutan dan menetap di wilayah permukiman penduduk, banyak di antara mereka yang menderita sakit hingga meninggal dunia. Imunitas mereka tidak kuat menghadapi wabah penyakit dari luar hutan.

Padahal, jika masih tinggal di dalam hutan, rumah tangga Tobelo Dalam umumnya memiliki pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang diperoleh dari orang tua mereka. Perihal ini dapat terlihat sewaktu ada warga yang sakit, mereka tidak pernah berobat ke puskesmas. 

Orang-orang Tobelo Dalam juga disebut membatasi diri untuk tidak memanfaatkan tanaman hutan secara berlebihan. Cara hidup lain yang selaras dengan keseimbangan hutan, menurut para peneliti adalah larangan untuk merusak hutan. Tradisi ini berbentuk larangan kepada orang dari luar Tobelo Dalam untuk masuk ke hutan mereka. Alasannya, hutan bukan hanya penyedia sumber pangan, tapi juga tempat ritual untuk menghormati leluhur yang telah meninggal. 

Tiga akademisi dari Universitas Pattimura dan Universitas Hein Namotemo Tobelo, yakni Bayau Edom, Agustinus Kastanya, dan Piter Palupessy menyebut orang Tobelo Dalam memiliki pengetahuan yang tinggi terkait hutan yang mereka tinggali. Tiga peneliti ini menyimpulkan bahwa komunitas Tobelo Dalam memperlakukan tumbuhan sebagaimana halnya manusia, “memiliki jiwa dalam arti bahwa tumbuhan juga berhak untuk hidup”. Konsekuensi dari konsep itu, kata mereka, orang Tobelo Dalam “harus memanfaatkan hutan secara bijaksana”. (Baca: Masyarakat adat O’hangana Manyawa di Halmahera terjepit industri nikel, citra primitif, dan dugaan kriminalisasi)

Mungkin definisi berkeadilan dan berkelanjutan versi Bahlil berbeda dengan kearifan yang dianut suku Tobelo Dalam. Jelas suku Tobelo Dalam tidak punya tekanan dari pihak manapun untuk mempertahankan idealismenya, namun terlalu berisiko untuk menyebut idealisme Bahlil bermasalah. Yang jelas, pemerintah melalui disertasi Bahlil mencoba menunjukan 'niat baiknya' untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sentra hilirisasi nikel. Akan tetapi, niat baik itu masih perlu disempurnakan dengan sumbangan pemikiran dari para cendekiawan lain. Mungkin di kesempatan berikutnya, cendekiawan lain itu dapat menyumbangkan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan tanpa harus bernafsu mendapat gelar Doktor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun