Aku menempu perjalanan panjang dari Kupang ke Bajawa hingga ke Ruteng. Perjalanan cinta kujalani seperti biasa. Setiap pagi aku selalu menanti kehadirannya. Kami kembali hilang kontak. Aku berharap dia menepati janjinya. Dia adalah seorang yang sangat berarti bagiku. Aku tak tahu bagaimana cara membencinya. Setiap kali dia berbuat salah aku selalu memaafkannya.
Hatiku terlalu dalam mencintainya hingga aku tak tahu bagaimana harus membencinya. Kekuatan cintaku lebih besar dari egoku sendiri. Semoga saja ketulusan cinta suciku ini mampu membuatnya sadar kalau aku sungguh-sungguh mencintainya.
***
Aku pernah ingin bunuh diri. Tapi, apakah pilihan bunuh diri merupakan akhir dari puncak keputusasaanku terhadap hidup? Ataukah, aku justru menjemput kehidupan lain karena menjumpai penolakan di kehidupan bumi? Aku bukan wanita yang takluk di kaki nasib atau wanita yang putus asa karena mendapat sambutan cinta sebelah tangan.
Pada suatu sore yang hening, tiba-tiba ilham menyambarku. Aku seakan-akan melihatnya berdiri di taman sunyi depan rumah. Aku juga menyaksikan dia datang dengan kepolosan dan kesucian. Aku tak mampu menemukan wajahnya dengan jelas. Entah Aldhy atau siapa pun dia, aku belum tahu. Yang aku tahu dia pasti datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H