Emosi Stabil, Pasien Covid 19 Cepat Sembuh
Drs. Sastro Sardjono, M.M., M.Kes, Psikolog
e-mail : sardjono1966@gmail.com dan handphone 08175200775
Â
Data resmi dari Instagram Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pukul 12.00 tanggal 8 Oktober 2020 pasien yang positif terkonfirmasi Covid-19 berjumlah 324.658 orang. Data ini tentu sudah mencakup pasien terkonfirmasi Covid 19 dengan gejala (symptomatic) atau tanpa gejala (asymptomatic).
Dari berbagai sumber data yang bisa dipercaya dan diperoleh penulis kategori asimptomatik jumlahnya semakin hari semakin besar, dari sejumlah sumber sebagian besar menyatakan bahwa sekitar 75%-80% pasien Covid 19 yang terkonfirmasi positif hasil pemeriksaan swab atau PCR (Polymerase Chain Reaction)Â tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik berarti sekarang ini setidaknya terdapat sekitar 243.494 sampai 259.726 pasien yang asimptomatik.
Mela Arnani (kompas.com; 2020) dalam artikel yang berjudul "studi baru temukan penularan covid 19 tanpa gejala (asimptomatik) sama dengan yang dengan gejala (simptomatik)". Â Dijelaskan bahwa pada hari ke-14 isolasi terdapat 33,7 persen pasien tanpa gejala menerima hasil pemeriksan swab dengan hasil negatif sedangkan yang dengan gejala sebesar 29,6 persen.
 Pada hari ke-21 hasil swab (PCR) pasien tanpa gejala (asimptomatik) sebesar 75,2 persen dan 69,9 persen pasien dengan gejala (simptomatik).  Nilai median dari diagnosis ke konversi negatif pertama adalah 17 hari untuk pasien tanpa gejala (asimptomatik) dan 19,5 hari untuk pasien dengan gejala (simptomatik).
Perbedaan kecepatan masa penyembuhan ini tentu tidak lepas dari perbedaan kemampuan dalam menghadapi tekanan psikologis atas gejala yang dialami dan dirasakan. Pasien covid-19 dengan simptomatik, cenderung mengingat gejala yang dirasakan dan dialami, bagaimana cara menghilangkan simptom atau gejala yang dialami, sedangkan yang tanpa gejala biasanya lebih tenang karena tidak aga gejala yang menyertainya.
Biasanya tekanan psikologis mulai dirasakan waktu akan memasuki rumah isolasi atau pondok sehat karena ada perasaan "dikurung" atau "diasingkan" mulai masuk dalam aktivitas rutin atau wajib.
Misalnya, aktivitas ibadah, peraturan lokal tentang mandi, makan, istirahat, olah raga (hanya senam), visite rutin pagi hari oleh dokter dan perawat, berjemur, kegiatan pribadi untuk mengisi waktu senggang di ruang depan dan di kamar tidur, melihat temannya yang pulang karena sudah sembuh, sementara dirinya belum negatif, situasi interpersonal, pembatasan akses, informasi perkembangan penyakit dan lain-lain bisa menjadi pemicu (trigger) permasalahan psikologis klien.
Informasi salah (hoax), tidak proporsional dan tidak bisa dipertanggung-jawabkan dari interaksi sosial yang ada pondok sehat bisa menyesatkan persepsi seseorang, membuat pikiran dan perasaannya semakin kacau, semakin resah-gelisah, semakin cemas dan khawatir, semakin takut, semakin bingung dan berada dalam ketidak-pastian kesehatan dirinya.Â