Mohon tunggu...
Sastro Admodjo
Sastro Admodjo Mohon Tunggu... Musisi - babaasad.com

Seorang pengembara edan. Mencari keindahan alam semesta Tuhan. Menorehkan tulisan untuk saling berbagi pengalaman. Menikmati kopi hitam, menjadi tuntutan dengan kawan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Israel dan Dilema Ideologi Bangsa

30 Desember 2017   16:32 Diperbarui: 30 Desember 2017   16:37 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku                  : Min Yahudiyah al-Daulah Hatta Sharon

Penulis                         : Dr. 'Azmiy Basyarah

Penerbit                       : al-Syuruq, Cet. I, 2005, Kairo

Tebal Buku                  : 390 + vi Halaman

Seperti negara-negara lainnya, suku bangsa Hebrew yang dinyatakan secara resmi memiliki kedaulatan wilayah pasca PD II ini juga memiliki system pemerintahan dan tatanan birokrasi yang mapan. Adalah Israel Raya yang mendapat perhatian DK PBB sebagai negara yang memperjuangkan harkat dan martabat manusia dengan azas demokrasi yang berlaku. Dengan sistem parlementer yang berlaku mengakibatkan negara ini mengalami uji-coba politik, bahkan lebih pelik daripada yang dialami negara kita. 

Banyak kalangan mengamati bahwa Isreal berjalan mundur dari proses demokratisasi yang berkembang, sebab konflik-konflik internal yang terjadi mengharuskan negara ini kembali menerapkan sistem proposional, yaitu PEMILU tahun 2003,  dari sistem distrik yang sebelumnya berlangsung dua kali periode lamanya, tahun 1996 dan tahun 1999.  Jika secara praktis azas demokrasi yang menjadi identitas negara ini semakin terkikis, akankah bangsa ini menjadi bangsa etnis yang sektarian dengan misi-misi ideologis dan kolonialis?  Sangatlah konyol jika menuduh tanpa bukti, atau hanya flashback pada sejarah etnis Yahudi saja.

Buku yang ditulis oleh akademisi Mesir ini mencoba menguak riak-riak konflik yang terjadi di Israel, khususnya meanterm demokratisasi yang semakin terpuruk bahkan berganti warna menjadi misi sectarian bangsa. Banyak kajian tentang Israel dan Yahudi-Zionis yang dilakukan oleh para sejarawan, sosiolog, atau pengamat-pengamat politik dunia. Khususnya dari akademisi Mesir, negara yang memiliki pengalaman pahit bersama kaum penganut kitab suci Taurat ini, ilmuwan seperti Abdul Wahab Masiri, Sabri Goerges, Ahmad Khalifah, Fathi Yakan dan yang lain-lain namun kebanyakan riset-riset yang mereka lakukan hanya berkisar pada ideologi-sosial dan bentuk-bentuk jadi dari kebijakan-kebijakan politik Isreal yang berlangsung. 

Akademisi hanya menyorot pada akses publik dan melupakan konflik internal dari praktek birokrasi yang dilakukan oleh politisi-politisi Isreal. Dalam buku ini Dr. 'Azmiy Basyarah mencoba menyentuh pada tataran tersebut. Ia melihat misi-misi kolonialisme (khususnya terhadap negeri Palestina) dari kebijakan-kebijakan Israel bukan hanya sebagai misi gerakan Yahudi, melainkan sudah secara total menjadi misi bersama antara gerakan keagamaan dan negara tanpa keterlibatan pihak luar, Amerika Serikat.

Hasil riset yang tersaji ke dalam lima topik ini mengisyaratkan sebuah hasil intelegensi terhadap dilema-dilema internal Israel. Pada bagian pertama penulis mensorot terapan demokratisasi yang telah dan sedang berlangsung. Demokrasi yang terbungkus indah dengan yel-yel untuk kembali kepada ajaran kitab suci menjadi tawaran politisi-politisi baik yang berlatar-belakang sekuler maupun radikal. Kedua belah pihak sama-sama paham dengan tipologi masyarakat sipil yang sangat rentan dengan misi-misi religi. 

Ideology sekuler yang awalnya menjadi semangat perjuangan beberapa partai pada akhirnya pun berubah total menjadi misi agama di kursi parlemen. Secara jelas "yahudisasi" sistem pemerintahan ditetapkan, bukan hanya pada hukum-hukum rumah tangga dalam peradilan agama Israel, melainkan sudah menjalar pada kasus-kasus pidana dan tata hubungan internasional. 

"Tidak ada pemisahan antara agama dan negara untuk Israel raya" ungkapan ini merupakan ultimatum ketua Mahkamah Agung Israel sebelum membacakan hasil-hasil putusan sidang parlemen tahun ... yang juga berisi berlakunya azas-azas keagamaan Yahudi dalam aturan pemerintahan di Israel. Dominasi politik kaum fundamentalis-radikal terhadap kaum nasionalis-sekluer secara formal berbanding tipis, yaitu 53% untuk kaum fundamental dan 47% kaum nasionalis. Namun dalam skala praktis prosentase ini hanya menjadi buah bibir yang tak berfaedah sama sekali pada kebijakan politik dan undang-undang.

Dalam peta politik yang ada, dalam tatanan birokrasi pemerintahan negara ini berada di bawah kendali kelompok Zionis. Sehingga setiap gagasan-gagasan yang menjadi aspirasi rakyat Israel, khususnya dari kaum minoritas, tidak lagi direspons secara demokratis. Bagi mereka yang menginginkan untuk memisahkan antara masalah-masalah agama dengan negara menjadi kelompok yang termarginalkan. Bahkan socioculture  yang berkembang tak lain sebagai bentuk pengamalan kitab suci umat Yahudi. Tidak jarang kritik sosial yang dilontarkan oleh masyarakat kepada pihak-pihak Yahudi liberal, teguran-teguran bagi sesiapa pun yang dinilai menyimpang dari ajaran Yahudi tidak segan-segan dilakukannya. Wanita-wanita dengan pakaian mini menjadi buah bibir dan cemooh masyarakat Israel.

Bagi Israel, demokrasi sebagai bentuk ideology bangsa tidaklah mungkin tercapai tanpa pertahaman militer yang kuat. Memperkuat aspek pertahanan ini dianggap sebagai bentuk riil untuk melindungi hak-hak dari setiap warga negara. Israel dengan tegas akan menuntut bagi pihak mana pun yang mengusik ketenangan hidup warganya, bahkan akan membuat perhitungan jika menyangkut keselamatan jiwa mereka. Inilah wujud dari sistem Demokrasi-Yahudi, perlindungan penuh pada hak-hak kemanusiaan dalam bentuk riil dan dipasung dalam kebebasan berpikir.

Pada sektor ekonomi, Israel dengan getolnya merespon berlakunya sistem pasar global yang merupakan akses dari Demokrasi-Yahudi, yaitu dengan mewujudkan persamaan derajat di kalangan warganya. Bukan hanya itu, garapan pada bidang agrarian, industri, dan lain-lain terlihat begitu melesat maju. Keterlibatan AS dalam memasok berbagai kebutuhan akan kemajuan Israel tidaklah menjadi suatu hal yang dapat dipungkiri lagi.

 Pada tahun 1975 terjadi kemelut di Israel yang mengakibatkan pendapatan perkapita negara ini hanya 17% dari semestinya. Dari angka prosentase itu membutuhkan kerja keras dan biasanya di negara-negara lain perbaikan hanya mencapai 33,5%, namun Israel dengan cepat mampu mencapai angka 82,1%. Sangatlah mustahil dengan usaha yang begitu cepat Israel mampu menguatkan kembali perkapita negara tanpa bantuan AS. Dapat dikatakan bahwa politik ekonomi Israel merupakan sambung lidah dari politik regional dengan AS.

Selanjutnya buku ini mengupas konflik internal terutama dengan politik praktis yang berlangsung. Bagian ini mencoba membaca dinamika politik Israel dari tangan-tangan politisi Zionis yang berupaya meredam serangan-serangan dari pihak sekuler. Pihak Zionis dengan lakon dua politisi ulung Shaaron dan Barak berhasil mendominasi kekuatan induk negara ini. sehingga apapun dinamika yang sedang terjadi, Israel tetap berada di bawah kendali Zionis dan berkiblat pada ajaran Yahudi sebagai azas ideologi bangsa.

Dengan gaya penulisan ilmiah yang dihadirkan penulis buku ini, informasi-informasi dan data-data penting terkait erat dengan misi Yahudisasi Israel terekam dengan rinci dan rapi. Beberapa argumen yang menjadi hasil analisa akademisi Mesir ini benar-benar menunjukkan validitas dan kemungkinan besar menjadi fakta untuk masa depan Israel sendiri. Ada beberapa kelemahan dalam tata-urutan sistematika buku ini, diantaranya beberapa topik diulang kembali pada bab ke-4 yang menurut hemat Saya sebenarnya layak dicantumkan pada bab ke-1 sebagai penyangga validitas data. Ada ketumpangan data pada bab ke-5, kalaupun dimaksudkan sebagai hasil akhir dari esai-esai yang disuguhkan tapi seorang pembaca mungkin lebih dapat menangkap jika dibahas pada bab ke-1 juga. Buku ini mungkin saja menjadi buku terlaris bagi akademisi-akademisi politik seperti yang ditujukan Dr. 'Azami sendiri apabila sistematika benar-benar mengikuti pola berpikir seorang politisi. Sebagai bentuk esai-esai yang berisikan otokritik dengan tendensi yang cukup valid seharusnya bisa memudahkan para peminat riset ini sebagaimana dunia mereka. Teringat dengan alur esai-esai yang ditulis oleh seorang diplomat Asia Pasifik untuk PBB, Kishore Mahbubani dalam "Can Asian Think?", buku best seller itu benar-benar mencerminkan usaha intelejensi dengan kritik-kritik tajam dan sistematika yang mengalir. []

Sastro A.

Salam SASALI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun