Efektifitas dari kata ora ilokatau tidak elok ini mempunyai nilai yang sangat besar bagi pembentukan karakter seseorang. Unggah ungguh, sopan santun, susi abekti muncul dalam suasana kemasyarakatan yang berkepekaan tinggi dan tahu diri.Â
Tahu diri sejauh mana pembahasaan hati, naluri dan akal pikiran yang kemudian divokalkan melalui ucapan dialog sesama manusia supaya tidak menyakiti satu sama lain. Unggah ungguh masyarakat mewarnai kehidupan sosial gotong royong, tenggang rasa, toleransi atas segala kemajemukan, dll. Pepatah Jawa bilang "Ajining rogo soko ing busono, ajining ati soko ing lati" Bagusnya tubuh ada di pakaian, bagusnya hati ada di lidah.
Budi pekerti dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa 2005: 170) bermakna perangai, akhlak dan tingkah laku. Budi berarti alat batin yang merupakan paduan akal dan pikir untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Pekerti adalah jiwa kebijaksanaan dan kewibawaan.Â
Maka bisa diartikan bahwa menjadi insan beretika tinggi harus mampu menyeimbangkan antara nalar, sikap, pemikiran obyektif, daya berbahasa santun, kejujuran dan pengendalian diri dalam berbicara.Â
Tidak ada statement bahwa orang cerdas, rajin dan pandai berstatus tinggi di sosial menunjukkan bermoral tinggi, banyak sekali anak presiden terjerat sabu-sabu, para dai yang materialistis memberi tarif pada pihak EO yang akhir-akhir ini kita dengar (Harian Kompas, Agustus 2013), lembaga institusi terjerat hutang tinggi di bank, partai Islam dan politikus terjerat korupsi dan main perempuan. Karena sejatinya ilmu akan bisa dilihat jika sikap santun dan kebijaksanaan bisa diwejawantahkan dalam laku sosial bermasyarakat.
Manusia sekarang di ambang masa transisi era globalisasi seiring dengan naik lajunya perkembangan teknologi. Laptop, Blackberry, Android, Ipad, Iphone, dsb, memberi kenyamanan manusia untuk berkomunikasi secara singkat. Jejaring sosial pun tak kalah, Facebook, Twitter, Whatsapp, Yahoo dan semisalnya. Dahulu di tahun 80-an, televisi masuk dalam kategori kebutuhan tersier, tidak semua keluarga memilikinya.Â
Mau menonton pun harus jauh pergi melangkah ke tetangga hanya untuk nebeng menonton film bersama-sama. Sekarang, sangat mudah anak muda dan tua menikmati semua itu. Dalam paruh perjalanan teknologi itu, setiap pengguna pasti memakai bahasa walau sekedar untuk say hello. Tapi apakah bisa dikatakan tidak bermasalah, oh tentu kita harus menginterpretasikan.Â
Tidak sedikit perempuan menjadi korban keganasan dunia maya, hanya semata karena perkenalan sekilas, bermodal foto ganteng / cantik, bertukar nomor handphone, kemudian bertemu dan tidak kembali pulang, pada akhirnya ditemukan dalam bentuk telanjang mati terkoyak kelamin. Artinya, dalam penggunaan bahasa di dunia maya ini, kita juga harus tetap memerhatikan dengan siapa, obyek apa dan siapa kita dalam berkomunikasi, sebagai bentuk kewaspadaan diri.
Bahasa Indonesia mengalami degradasi cukup jauh, kedatangan entertaiment gaul seperti bahasa alay, K-Pop, hotspot dan film baru-baru ini nampaknya menarik simpati semua kalangan. Bagus jika digunakan sewajarnya, dalam arti sesuai dengan sikon dimana tempat dan waktunya. Namun kurang apik jika kita gunakan setiap hari.Â
Bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan sejak tahun 1970-an, dilakukan sebagai wujud filter bahasa serapan. Penggunaan bahasa serapanpun dalam penulisannya dibuat miring. Karena bahasa memiliki arti penting dalam komunikasi dua arah yang pada awalnya hanya berupa gramatika kemudian dikembangkan dalam berbagai kajian linguistik, hermeneutika, semiotika, sosiologi dan psikologi.
Bahasa sebagai alat budaya dan alat pikir membutuhkan banyak kosakata yang memadai. Dengan kosakata ini, bahasa mampu untuk memerjemahkan fakta, fenomena, realita dan sebagai sarana untuk menyelesaikan suatu permasalahanÂ