Mohon tunggu...
The Sas
The Sas Mohon Tunggu... Seniman - Si Penggores Pena Sekedar Hobi

Hanya manusia biasa yang ingin mencurahkan apapun yang ada dalam isi kepala

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Misi Simone Inzaghi Membungkam Peragu

17 Agustus 2021   21:32 Diperbarui: 18 Agustus 2021   11:49 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semasa aktif bermain, Simone Inzaghi berposisi sebagai penyerang. Tapi namanya kalah mentereng dengan saudaranya yang juga berposisi sama, Filippo Inzaghi. Banyak bermain di klub kecil, Simone Inzaghi lama bertahan di Lazio selama lebih dari satu dekade (1999-2000) dengan mencetak 28 gol. 

Itu pun sempat dipinjamkan ke Sampdoria dan Atalanta. Sering menghabiskan waktu di bangku cadangan di klub asal Kota Roma itu

 Simone Inzaghi sempat mencicipi 1 gelar Serie-A 1999-2000, 5 Piala Italia (1999-2000, 2003-04, 2008-09, 2012-13, 2018-19), dan 5 Piala Super Italia (1998, 2000, 2009, 2017, 2019).

Sementara di Timnas Italia, Simone Inzaghi hanya mendapatkan tiga caps tanpa gol selama karirnya.

Bandingkan dengan Filippo Inzaghi yang termasuk striker top Italia pada era 2000-an.

Ia pernah membela dua klub besar, Juventus (1997-2001, 57 gol) dan melegenda di AC Milan (2001-2012, 73 gol). Total prestasi hebatnya di klub: 3 scudetto (1997-98, 2003-04, 2010-11), 1 Piala Italia (2002-03), 3 Piala Super Italia (1997, 2004, 2011), 2 Liga Champions (2002-03, 2006-07), 2 Piala Super Eropa (2003, 2007), 1 Piala Dunia Antar Klub (2007), dan 1 Piala Intertoto UEFA (1999).

Sedangkan di timnas, Super Pippo yang terkenal sebagai "raja offside" tersebut juga punya karir bagus  dengan 57 caps (25 gol) dan mengantarkan negaranya meraih trofi Piala Dunia 2006.

Setelah pensiun sebagai pemain, Inzaghi bersaudara sama-sama memutuskan terjun ke dunia manajerial. Namun kali ini sepertinya keduanya bertukar nasib.

Filippo Inzaghi, yang tua tiga tahun dari Simone Inzaghi, meniti karir di AC Milan U-17. Tak butuh waktu lama, Pippo naik pangkat menjadi pelatih tim senior AC Milan pada Juni 2014 menggantikan mantan rekan setimnya, Clerence Seedorf. Namun hanya bertahan semusim, Pippo dipecat karena hanya mampu membawa Rossoneri di peringkat sepuluh.

Selanjutnya Pippo turun derajat dengan melatih klub kecil Venesia, Bologna, dan Benevento. Membawa Benevento meraih juara Serie-B 2019-20 dan promosi ke Serie-A 2020-21, tragisnya kembali terdegradasi pada akhir musim. Kini Pippo menjadi manajer Brescia yang bermain di Serie-B.

Sementara Simone Inzaghi konsisten bersama Lazio di Serie-A. Berawal di tim junior, lalu pada tanggal 3 April 2016 ia ditunjuk sebagai pelatih sementara Biancocelesti  setelah pemecatan Stefano Pioli.   

Harusnya Marcelo Bielsa menjadi manajer baru Lazio musim 2016-17. Namun karena sesuatu hal, baru seminggu pria Argentina itu sudah meninggalkan jabatannya.

Hal ini menjadi berkah bagi Simone Inzaghi. Ia diangkat menjadi pelatih tetap Lazio.Total lima musim mengarsiteki Le Aquile (2016-2021), Simone Inzaghi mempersembahkan 1 Piala Italia (2018-19) dan 2 Piala Super Italia (2017, 2019) kepada klub rival sengit AS Roma tersebut.

Saya masih ingat pada paruh pertama musim 2019-20, Lazio tampil begitu ganas dan menakutkan di Serie-A. Juventus dan AC Milan mereka kalahkan. Mereka digadang-gadang akan meraih scudetto diakhir musim karena hanya terpaut satu poin dengan Juventus si pemuncak sementara. 

Namun layaknya tim semenjana lain, pasukan Simone Inzaghi kehabisan bensin pada paruh musim kedua ditambah jeda kompetisi selama tiga bulan akibat pandemi.

Lazio kehilangan momentum dan akhirnya finish diposisi empat klasemen, sehingga berhak mendapat tiket ke Liga Champions yang diimpikan selama tiga belas tahun.

Ketika Inter Milan berpisah dengan pelatih mereka, Antonio Conte yang baru saja mempersembahkan gelar Serie-A 2020-21, nama Simone Inzaghi pun masuk sebagai kandidat. Apalagi pria berusia 45 tahun juga menyukai skema 3-5-2 sama seperti Conte.

Tentu Simone Inzaghi tak ingin melewatkan kesempatan besar melatih klub raksasa untuk lonjakan karirnya. Sempat bersitegang dengan Presiden Lazio, Claudio Lotito, karena batal memperpanjang kontrak yang tinggal selangkah lagi, akhirnya Simone Inzaghi menerima tawaran melatih Inter mulai musim 2021-22.

Kepergian Conte disusul pindahnya dua pemain inti, Achraf Hakimi dan Romelu Lukaku, membuat banyak orang (termasuk fans Nerazzurri sendiri) meragukan perjalanan Inter musim ini sebagai juara bertahan, termasuk kapabilitas Simone Inzaghi sebagai pelatih. Seperti sudah sok meramal, tanpa memberikan kesempatan.

Padahal banyak pelatih besar Italia sekarang yang dulunya memulai karir dari klub minor. Massimiliano Allegri sebelum sukses di AC Milan dan Juventus, pernah melatih di Cagliari selama dua tahun. Allegri juga bukan mantan pemain hebat. 

Conte sebelum angkat nama di Juventus, lama malang melintang jadi manajer di tim medioker seperti Bari dan Siena. Maurizio Sarri apalagi. Kenyang melatih klub kecil selama 25 tahun, ia baru terkenal ketika melatih Napoli tahun 2015 dalam usia 56 tahun!

Keberadaan Simone Inzaghi sekarang di Inter mengingatkan saya akan sosok Roberto Mancini, pelatih Timnas Italia yang baru saja menjuarai Euro 2020. Keduanya ada persamaan. Pada periode awalnya melatih Nerazzurri musim 2004-05, Mancini juga direkrut dari Lazio (mantan pemain pula). 

Saat itu diusianya 40 tahun, Mancio disebut-sebut sebagai pelatih muda potensial. Dengan skuad dan finansial pas-pasan, Lazio dibawanya menjuarai Piala Italia 2003-04.

Hingga di kemudian hari Mancini sukses sebagai pelatih di Inter, Manchester City, dan sekarang Gli Azzuri. Adapun ketika aktif bermain sebagai penyerang, nama Mancini sendiri tidak terlalu bersinar di Timnas Italia.

Ya, nama besar ketika bermain belum tentu jadi jaminan sukses ketika terjun sebagai pelatih. Filippo Inzaghi, Clarence Seedorf, Gennaro Gattuso, Alessandro Nesta, sampai Andrea Pirlo menjadi bukti sahih susahnya jadi manajer.

Sekarang tinggal pembuktian Simone Inzaghi membawa Inter mengarungi musim 2021-22 ini. Selain ajang uji mental dan kemampuan sebagai pelatih potensial di klub top, ia juga punya misi membalikkan prediksi orang-orang pesimis yang meragukan kapabilitas dirinya.

(Bangka, 17 Agustus 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun