Siang ini matahari bersinar dengan garangnya, pertanda memang tengah musim kemarau. Debu jalanan dan asap kendaraan yang sombong makin memperburuk suasana hari , sehingga siapapun yang lewat pasti akan memaki.
Sementara sebatang pohon ketapang diujung jalan sana hanya bisa pasrah mewakili seluruh penghuni kota tua ini, memohon kepada Sang Tuhan agar menumpahkan hujan dari langit dihamparan gersang bumi ini.
Begitupun aku diterminal ini. Peluhku mengucur disekujur tubuhku, membuat kulit legamku yang bertatto tambah mengkilap. Wajahku yang ditumbuhi bulu-bulu liar tak terurus makin tak sedap dipandang karena aku gerah dan gelisah.
Ya, gelisah. Pikiranku tidak lagi berada ditempat ini. Berulang kali kulirik arloji dilenganku, berulangkali pula aku resah.
"Ada apa Bang, dari tadi kulihat Abang seperti tak tenang? " tanya Hamdan_kawanku, sambil menyodorkan sekaleng minuman ringan.
Glek,glek, kupuaskan dulu dahagaku.
"Aku harus segera pulang,Dan," ucapku kemudian.
"Emangnya ada masalah apa Bang, mungkin bisa kubantu. Abang sedang tak enak badankah, atau ada yang sakit dirumah?" cecar Hamdan.
Kupandang sekilas wajah Hamdan yang penuh bekas jerawat, lalu kuteruskan lagi minumku.
"Kau ini seperti Sutinah saja, si tukang jamu itu, selalu banyak tanya," kataku segera berdiri. "Pokoknya sekarang aku harus pulang."
"Ta,tapi Bang, sebentar lagi Tora mengajak kita berkumpul," tukas Hamdan sedikit menahan.