Mohon tunggu...
Sastra Sentosa Pasaribu
Sastra Sentosa Pasaribu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Traveling

Berusahalah sampai kegagalanmu berakhir.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Siapakah Pengganti Ketua KPU RI yang Tepat?

6 Juli 2024   21:52 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:33 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lembaga penyelenggara Pemilu Indonesia belakangan ini menjadi sorotan utama, di berbagai saluran media televisi maupun media cetak. Masyarakat berbondong-bondong mencari kebenaran terkait kasus yang menimpa KPU RI. Hal ini mendorong masyarakat, pegiat demokrasi, dan akademisi mempertanyakan sistem penyelenggara Pemilu di Indonesia.

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, lembaga penyelenggara Pemilu Indonesia terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Ketiganya bersatu sebagai entitas penyelenggara Pemilu Indonesia dan kewenangannya telah diatur secara hukum.

Namun, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2022-2027 mendapatkan sorotan negatif dari masyarakat. Pertanyaan pun muncul, apa yang terjadi dengan sistem penyelenggaraan Pemilu di Indonesia? Mengingat lembaga KPU RI tersebut bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu, siapa pun yang menjadi pejabat KPU RI, tindakannya akan menjadi pusat perhatian serius bagi semua pihak. Oleh karena itu, tugasnya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, integritas dan profesionalisme.

Kontroversi muncul ketika Hasyim Asy’ari, ketua KPU RI terbukti melanggar kode etik. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah adanya pengaduan. Sebelumnya, pada tanggal 8 Januari 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan, seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum, karena kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

Sedangkan pada kasus Hasyim Asy’ari, Ketua KPU RI dinilai terbukti melakukan penyalahgunaan jabatan dan perbuatan asusila terhadap seorang wanita bernama Cindra Aditi Tejakinkin. Cindra Aditi Tejakinkin merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) pada wilayah kerja di Den Haag, Belanda. 

Kasus ini telah diadukan oleh Cindra Aditi Tejakinkin kepada Dewan Kehormatan Penyelenggaraa Pemilu (DKPP). Pengaduan tersebut telah diterima, diperiksa, dan putusannya telah dibacakan pada hari Rabu, 3 Juli 2024 oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).

Berdasarkan putusan Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memutuskan 1. Mengabulkan pengaduan Pengadu untuk seluruhnya; 2. Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak Putusan ini dibacakan; 3. Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini  paling lama 7 (tujuh) hari sejak Putusan ini dibacakan; dan 4. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk mengawasi pelaksanaan Putusan ini.

Jabatan komisioner KPU memiliki peranan yang sangat vital bagi sistem penyelenggara Pemilu di Indonesia. Jabatan tersebut harus diisi oleh orang yang mumpuni, berkarakter, berintegritas, dan profesional.

 Hal ini dapat menentukan bagaimana sistem demokrasi di Indonesia berjalan sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu.

Menjabat sebagai komisioner KPU RI bukan untuk menciptakan dan memperbanyak pelanggaran kode etik, melainkan menciptakan gagasan dan membuat kebijakan yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang lebih baik. Ketika pelanggaran itu terjadi, maka hal tersebut sama saja mencederai pemilu dan menghambat proses pemilu yang lebih baik. 

Oleh karena itu, diharapkan orang yang mengisi jabatan ketua KPU RI mampu mengontrol dirinya dengan tidak melakukan pelanggaran hukum dan terhindar dari perbuatan asusila, sehingga kasus pada KPU RI tidak terulang lagi dan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dapat menjadi role model ke depannya bagi negara-negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun