Rusuh!
Borneo membara. Masyarakat pendatang berselimut ketakutan. Kelompok yang sering dicap nonpribumi itu memilih meringkuk berdesakan di kantor pihak berwajib. Ada yang tidur di pos-pos polisi, ada juga yang mengamankan diri di posko-posko pengungsian milik Angkatan Darat. Menakutkan. Begitu mencekam. Kebakaran di mana-mana. Langit berasap hitam bergulung-gulung. Orang-orang seolah kehilangan akal. Mereka merusak rumah-rumah yang kosong, membakar pasar, dan merampok toko-toko sembako tanpa terkendali.
Rusuh terus meluluhlantahkan kota itu.
Rio yang seorang pribumi bertanya kepada ayahnya, apakah wajar bila dia ikut menjarah toko-toko besar yang dikuasai oleh para pendatang nonpribumi itu.
"Bukankah kebanyakan dari mereka semua bukan penduduk asli kota Borneo?" tanya Rio sambil memohon.
Ayahnya mengutuk niatnya. Tapi Rio tak peduli. Dia malah menghambur bersama teman-temannya pergi menjarah semua toko yang telah kosong tak berpenghuni.
Tidak cukup dengan meraup. Rio punya rencana lain.
"Sekarang aku akan bunuh si Acho."
Teman-temannya tersentak. Siapakah si Acho yang ingin dia bunuh itu?
"Pendatang busuk!" kata Rio
Teman-temannya menahan. Mereka menjelaskan kepada Rio bahwa dia hanya diizinkan untuk menjarah toko-toko dan rumah-rumah milik warga pendatang, bukan untuk membunuh, apalagi dengan alasan-alasan yang sifatnya dendam pribadi.