Mohon tunggu...
Leo Christianto
Leo Christianto Mohon Tunggu... Lainnya - Leo

No comment

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuan Kesepian

6 Februari 2019   13:53 Diperbarui: 6 Februari 2019   15:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tuan Kesepian adalah novelis paling dicari penerbit pada masa kejayaannya. Sepuluh tahun ia rintis profesi itu dengan merangkak melalui koran-koran daerah yang mau menerima cerpennya. Pelan namun pasti, dari cerpen ia beranikan nyali untuk mengirimkan novelnya. Jemarinya seperti pendongeng ajaib, daya imajinasinya menembus batas dan sekat realita. Novelnya bestseller. Penerbit mengantre menunggu karyanya. Media berebut mengundangnya untuk talkshow. Royalti menjadi makanan yang menggendutkan sederet rekening tabungannya. Pesta digelar untuknya.

Sorot lampu menyilaukan di panggung dan televisi hanya terarah pada sosok novelis itu. Easy come easy go. Roket pada akhirnya akan hilang di pekatnya atmosfer saat tak mampu menjaga apinya. Novelis itu pun masuk ke lumpur hedonis, pesta pora yang merengut waktu-waktu kreatifnya. Otak imajinasinya dibekukan oleh gelegak buih alkohol di setiap pesta sepanjang malam. Tak ada lagi karya mengagumkan lahir dari imajinasi seorang pemabuk.

Maka sang waktu pun punya peluit juga. Melengkingkan jerit bahwa masa keemasan akan berganti mendung tebal. Dan inilah waktunya, pada suatu sore di kota Sendawar, hanya ada satu hal yang menunggunya; di mana rasa sakit hati akibat ditinggal kawin, digantikan oleh suara-suara telepon berdering perempuan-perempuan labil. Betapa dulu ia sangat membenci dunia.

Kapankah semua kemewahan itu akan berbalik lagi padanya? Rasa-rasanya masih belum akan terwujud dalam waktu dekat. Nyatanya, Si Tuan Kesepian masih berkutat dengan hal-hal yang sama. Tergolek malas di atas dipannya, menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut biru tua yang baunya hanya disukai kecoa, semut, dan lalat. Khawatir, menunggu sisa-sisa royalty yang tak juga masuk ke rekening. Di dalam telepon, ia mendengar suara adiknya yang sedang bercengkerama dengan anak-anaknya, serta keluh-kesah ibunya yang stres karena seminggu sebelum lebaran, Ia tak juga pulang. Sayup-sayup terdengar sumpah-serapah Bapaknya yang berisikan nada-nada kekecewaan atas anak tertuanya yang tak bisa datang.

Apa boleh buat, isi rekening tabungannya habis dipakai untuk membayar utang. Rencana untuk kembali menjadi orang yang sukses mengendap bersama lembabnya kamar kos tanpa kehidupan itu.

Begitu telepon ditutup, Tuan Kesepian mendengarkan musik yang menggelegar dari laptop-nya-menulis sebuah karya masterpiece yang tidak juga akan membuatnya kembali terkenal dan kaya raya di masa tuanya. Dia ingin sekali lagi membuat semua orang histeris berteriak menyebut namanya. Sayangnya, semua imajinasi itu tidak akan pernah menjadi soneta yang nyata.

Ketika waktunya tiba, akan ada sudut pandang baru, tentang Si Tuan Kesepian yang semakin menua dalam setelan kemeja lusuh dan celana jeans-nya yang sudah luntur; Seorang Pria tua yang miskin dan sebatang kara. Ditemani cangkir-cangkir kotor teronggok penuh debu dan jamur.

-Selesai-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun