Mohon tunggu...
An.Sastra
An.Sastra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Muria Yang Hilang, Mari Rebut Kembali

19 Januari 2025   13:42 Diperbarui: 19 Januari 2025   13:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik kelambu sejarah,
kami mendengar jerit sunyi,
suara Kanjeng yang terkubur di ladang debu,
mahkota yang dulunya gemilang,
kini dililit bayang-bayang.

Wahai Kanjeng, siapa yang membungkam namamu?
Lidah-lidah tajam menyulam cerita baru,
menghapus jejakmu di tanah ini,
menukar makna nisan dengan prasasti palsu.

Di mana mahkota yang pernah kau sandang?
Kini dirampas oleh tangan berlumur dusta,
tangan-tangan yang menggenggam pena sejarah
hanya untuk mencoret garis waktu.

Pribumi di bungkam oleh makhluk asing yang duduk di singgahsana dengan segala macam rencana dalam membungkam segala bentuk suara.
Menyiapkan cambuk-cambuk bergerigi untuk menjinakan dan menakuti para harimau rimba

Kanjeng,
kami tahu,
Pohon langensari dan sisik naga itu menangis, akar-akarnya meronta,
mencari suara langkahmu yang hilang.
Namun, batangnya dipaku dengan kepalsuan,
daunnya gugur menjadi saksi bisu.

Amarah kami adalah badai,
tak lagi mampu ditahan oleh langit malam.
Angin membawa bisikan:
"Kembalikan! Kembalikan! Kembalikan nama Kanjeng!"
Tapi gema itu hanya membentur dinding-dinding keserakahan.

Sedih kami adalah hujan,
membasahi tanah yang kau pijak,
berharap setiap tetesnya mampu menumbuhkan kebenaran.
Namun, siapa peduli pada hujan,
ketika payung besar sejarah baru membentang?

Oh Kanjeng, mahkota itu mungkin telah hilang,
nisanmu mungkin telah berganti nama,
Pribumi tak lagi mau bersuara dan peduli.
Kabar buruk itu hanya menjadi obrolan sekejab di panggkalan kehidupan, tak lagi di teruskan, sura itu berhenti.
Tapi kami yang bersuara menyakini akan sebuah tabir
Kebenaran adalah air,
yang akan selalu menemukan celah untuk mengalir.

Dan ketika fajar tiba,
di saat bayang-bayang tak lagi menguasai pagi,
kami akan tetap berdiri di hadapan prasasti
Dengan suara lantang,
kami meneriakan sejarah sampai kembali

Kini waktu akan menjadi saksi,
bahwa cerita yang dikubur tak pernah membusuk.
Tangan-tangan yang mengganti mahkota
akan terperangkap dalam bayangan dosa.
Namun, kebenaran tetap bersinar
melewati kabut dan gelapnya penipuan para dewa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun