Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Awan Hitam di Atas Pajang [1]

21 Oktober 2013   12:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:14 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Kadipaten Menoreh

Pada suatu hari, tibalah dua orang muda itu di kota Menoreh, sebuah kota kecil yang ramai, kedua orang muda itu langsung menuju ke pendapa Katumenggungan, kemudian setelah mengeluarkan tanda kebesaran Kerajaan dan segera setelah orang mengenal tanda  itu, tuan rumah itu nampaknya bergegas buru-buru melayani ke dua orang tamunya.  Seorang diantara ke dua tamunya yang diberikan penghormatan istimewa itu tiada lain adalah Pangeran Gendra Kumara, yang disambut dengan segala penghormatan.

Pembesar  dari kota Menoreh itu bernama Tumenggung Gunawikara, sebagai pejabat ditingkat Katumenggungan, didatangi seorang keluarga istana tentu saja memberikan penyambutan yang luar biasa untuk kedua tamunya.  Sementara itu, Baruklinting yang diperkenalkan oleh Pangeran Gendra Kumara sebagai adik angkatnya, juga menerima penyambutan terhomat sehingga pemuda remaja ini merasa canggung dan sungkan.

Melihat sikap Baruklinting yang kikuk, Pangeran Gendra Kumara tertawa dan dengan setengah memaksa dia berkata, “Baruklinting, engkau adalah sahabatku yang baik, sudah sepatutnya engkau menerima penghormatan dari siapapun juga. Pakaianmu sudah kotor, hayo kaupakai pakaian baru ini. Kalau engkau memakai pakaian lama itu, sebagai sahabat baikmu tentu aku akan merasa malu, apalagi engkau bukan hanya sahabat, melainkan adik angkatku!”

“Adik angkat? Apa maksudmu, kakang Gendra Kumara?” tanya Baruklinting ketika mereka berada di dalam sebuah kamar tamu yang disediakan oleh Tumenggung Gunawikara untuk mereka.

“ kau adalah adik angkatku, tidak maukah engkau menjadi adikku? Aku ingin mengangkat

kau menjadi saudara, dan malam ini, di bawah sinar bulan purnama, kita akan melakukan

upacara ritual pengangkatan saudara.”

“Ahhh...!” Baruklinting melongo dan ada rasa haru menyelinap di dalam hatinya.

Pangeran Gendra Kumara adalah adik dari Sultan Awantipura! Dan hendak mengangkat dia sebagai adik, padahal dia adalah seorang anak tanpa keluarga, bahkan semasa kecil hidup dikalangan kaum pemburu liar dari masyarakat suku terasing!

“Apakah kau menolak,?” pertanyaan itu diucapkan dengan suara demikian halus sehingga

Baruklinting tidak berani untuk membantah.

“Aku... merasa terhormat sekali... tetapi, pantaskah aku menjadi adik angkatmu, kakang Gendra Kumara...?” katanya gagap.

“Pantas…? Pangeran Gendra Kumara merangkulnya dan tertawa, setelah  mendengar pernyataan Baruklinting.

“Ha-ha, kau adalah seorang pendekar sakti dari Alas Ketangga, mempunyai adik seperti kau merupakan kebanggaan bagiku, Baruklinting! Mari, Tumenggung Gunawikara telah mempersiapkan segala peralatan upacara  itu di taman…”

Dan benar saja, ketika keduanya memasuki taman, di situ telah diatur sebuah meja untuk upacara yang lengkap dan meriah. Baruklinting merasa kikuk sekali. Apalagi karena Tumenggung Gunawikara sendiri, dan nyonya ada di situ terdapat pula seorang dara cantik yang berpakaian indah, bersama dengan lima gadis lain yang berpakaian sebagai pelayan  tetapi  kesemuanya cantik, melayani mereka berdua dengan penuh hormat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun