Pengasingan Tumenggung Mayang
Tumenggung Mayang dan isterinya setelah menyaksikan mayat anaknya yang di buang di sungai Lawéyan, dalam hatinya merasa terharu dan menyesal atas perlakuan pada putranya sendiri. Namun demikian, se jahatjahat orang tua tidak mungkin sampai hati melihat anaknya dianiaya oleh orang lain, téga larané ora téga patiné . Kemudian memerintahkan beberapa orang untuk merawat jenazah Pabelan, dan di kebumikan dengan sebaik-baiknya.
Kemudian Tumenggung membuat nawala, untuk disampaikan kepada Senapati ing Ngalaga di Mataram, ia menulis sebagai berikut; “ kangmas bekti kula katura panduka yekti, wiyos kula, kangmas atur upeksi, putra tuwan pun Pabelan pinejahan Kanjeng Sultan Pajang wonten jroning pura nalika lambang asmara kaliyan dyah retna Murtèningrum inggih sekar kedhaton “ (Kanda Senapati, sebah baktiku, memberitahukan bahwa anakmu si Pabelan telah dibunuh oleh Sultan Pajang, di dalam kaputren, ketika sedang bercinta dengan putri sekar Kedaton).
Perjalanan utusan ke Mataram tidak diceritakan; setelah membaca surat dari Tumenggung Mayang, Senapati ing Ngalaga hatinya tertegun, dalam hati mengatakan akan melakukan pemberontakan pada Pajang, lagipula sudah beberapa pisowanan memang tidak pernah hadir. Kemudian Senapati minta nasehat ki Juru Martani. Ki Juru yang sudah waskita ing semu, mengetahui apa yang ada dalam pikiran Senapati ing Ngalaga, maka Jurumartani dengan pelan memberi nasehat.
“ nggèr jèbèng Senapati, kagagas ing nalanira apan sumedya wani, sasolahé masang, amrih nuli katura mring kanjeng Sri Narapati, karya jalaran Sultan wus owah ing janji” ( Senapati, aku tahu yang ada dalam hatimu yaitu kamu berniat berani menentang Sultan Pajang, tetapi kalau kau bergerak setiap gerakmu telah terdeteksi jadi bukan dengan cara itu, tetapi buatlah masalah yang menjadi kelemahan Sultan, yakni telah Sultan telah ingkar janji).
Operasi pembebasan
Kita tinggalkan dahulu Senapati ing Ngalaga dan ki Juru Martani, kembali lagi kita ke Pajang, peristiwa eksekusi pada Raden Pabelan tidak hanya sampai disitu. Kini Tumenggung Mayang dipanggil ke Bale Manguntur, tidak hanya kena marah kanjeng Sultan, tetapi di adakan sidang darurat kode etik yang dipimpin langsung oleh Sultan Pajang.
Keputusan Sultan, bahwa Tumenggung Mayang dicopot pangkat dan jabatannya, dan dicabut semua haknya di Katumenggungan, kecuali itu di buang ke Alas Roban bersama isterinya, dan tidak boleh kembali ke Pajang lagi. Tumenggung Mayang menerima perlakuan kehinaan akibat dari ulah putranya, tetapi nasi telah menjadi bubur, manusia harus menjalani takdirnya.
Selesai di eksekusi (1582 M), Tumenggung Mayang dengan dikawal seribu prajurit dari Pajang mengawal keberangkatan Tumenggung Mayang ke Semarang, untuk di buang ke Alas Roban. Sebelum berangkat nyi Mayang menyuruh abdi dalem katumenggungan untuk menyampaikan nawala ke Mataram kepada Senapati Ing Ngalaga.
Ringkas cerita utusan nyai Tumenggung sudah sampai di Mataram, surat telah dibaca oleh Senapati ing Ngalaga;” katuring sembah bekti, dhuh kangmas Senapati, kawula atur upeksi rayi paduka samangkin angsal deduka saking kanjeng Sultan, binucal mring Semarang, mantri pamajegan cacah sèwu ingkang kinèn rumeksa kanan lan kèring. Kangmas karebata ingkang rayi, sampun sanès kang darbèni, kaabdèkna wonten ing Mentawis.( salam hormatku kanda Senapati, memberitahukan bahwa adikmu Tumenggung Mayang menerima hukuman dari Sultan Pajang, dan kini dibuang ke Semarang, mohon kanda rebut, jangan sampai dimiliki oleh kadipaten lain, jadikanlah sebagai abdi di Mataram).
Senapati ing Ngalaga setelah membaca surat itu, menjadi marah yang tak terkendali. Kemudian berteriak memanggil teman-temannya.” Hèh mitraningsun pamajegan sun jaluk karyanèki mantri kawandasa, lah rebuten dèn kena, pan iya sadulur mami Tumenggung Mayang, metu Kedhu aglis lah rebuten ngendi anggone kecandhak” ( hai saudarasaudara-ku dari pasukan khusus, aku minta bantuan kalian sebanyak 40 orang untuk merebut kembali adikku Tumenggng Mayang yang kini di buang ke Semarang, kau hadang di tlatah Kedu, usahakan berhasil, berangkatlah segera).