Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Demi Cinta, Rela Mati di Tangan Suami

28 April 2010   05:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:32 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di salah satu stasiun teve  menyelenggarakan acara pilih jodoh (calon suami/isteri) yang dipandu oleh Choky Sitohang , peserta terdiri dari berbagai kalangan dan status, pria pilih wanita, demikian pula wanita pilih pria. Jadi sudah tidak ada lagi hal yang ditabukan, tidak perlu lagi orang tua mencarikan jodoh untuk anakanak-nya.

Pada zaman dahulu  orang tua dalam mencarikan jodoh buat anak perempuanya, dengan sebuah sayembara, terutama para Raja. Yang menjadi kriteria sang calon itu diterima apabila  para peserta itu mampu menang dalam mengadu kesaktian. Siapa pun orangnya , yang mampu  mengungguli kemampuan pengujinya, maka ia lulus dan lolos. Pengujian dilakukan secara terbuka, transparan dan disaksikan oleh semua pihak, tidak ada patgulipat maupun kongkalikong.

Syahdan di negeri Kasyi yang diperintah oleh Prabu Darmamuka, hari itu sedang berlangsung sayembara pilih jodoh, untuk perebutkan tiga  putri Kerajaan Kasyi, yakni; Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. Dalam  sayembara tersebut dibuat sebuah perjanjian, siapapun yang dapat mengalahkan kedua raksasa tersebut maka sang pemenang  menjadi suami ketiga putri Amba, Ambika dan Ambalika.

Sebagai tim pengujinya adalah dua raksasa yang sakti mandraguna , bernama  Wahmuka dan Arimuka.
Para peserta sayembara dari beberapa negara, maupun para ksatria dan brahmana tidak ada yang mampu mengalahkan keduanya.

Raden Dewabrata, dalam pengembaraannya setelah berguru pada Resi Ramabhargawa, kebetulan melewati negeri Kasyi, dan cobacoba ikut sayembara, sekaligus untuk menjajal kesaktiannya. Dan ternyata, ia menjadi pemenang setelah berhasil mengalahkan kedua penguji Wahmuka dan Arimuka.

Setelah usai upacara pernikahan, ketiga putri tersebut di boyong ke kerajaan Hastina. Prabu Santanu terkejut ketika Dewabrata membawa ketiga putri boyongan. Setelah menjelaskan panjang lebar, pada Prabu Santanu maka Ambika dan Ambalika diberikan pada kedua adik tirinya, meskipun kedua putri tersebut tidak mau, karena melanggar perjanjian dalam sayembara pilih jodoh di kerajaan Kasyi.

Raden Dewabrata , teringat akan janji dan sumpahnya pada ibu tirinya, maka ia pamit untuk pergi mengembara, namun dewi Amba dan kedua adiknya mengikuti terus. Kemudian di tengah perjalanan berhenti, dan memberi penjelasan pada ketiga putri aga tidak mengikutinya, karena akan melakukan perjalanan jauh.

Kedua putri yang telah disepakati menjadi isteri adik tirinya yakni Citranggada dan Wicitrawirya, keduanya mau pulang ke kerajaan. Namun Dewi Amba tidak mau, tetap harus mengikuti kemana pun Dewabrata pergi. Sikap dewi Amba, yang semakin lama dianggap semakin menjengkelkan, karena selalu mengikuti terus kemana pun ia pergi, akhirnya Dewabrata menjelaskan padanya :

" dinda dewi Amba, bukan nya aku mengewakanmu, tetapi memang aku tidak mungkin untuk menikahimu.  Sebaiknya dinda mencari pemuda yang lain saja..."

" kanda, aku ini kau anggap apa ...? kalau jadinya akan seperti ini, mestinya kakanda pada waktu itu tidak perlu mengikuti sayembara, kan sudah tahu aturannya..?" tukasnya.

" maksudku waktu itu hanya akan menjajal kesaktian saja.." Dewabrata menjelaskan.

" begini kanda, kalau kanda sudah punya isitri pun, aku mau koq dimadu,...asal menjadi isitrimu. Tapi kalau harus diberikan kepada orang lain memangnya aku ini barang..bisa diberikan ke orang lain begitu saja" dewi Amba sudah semakin nekad, karena dia tidak mau ditinggal pergi.

" dinda itu tidak benar, aku sama sekali tidak punya wanita lain, ketahuilah yayi, bahwa aku sebenarnya sudah bersumpah untuk hidup wadat (menyendiri), aku sudah bersumpah seumur hidupku tidak akan menikah. Jadi aku minta pada dinda Amba, agar engkau lebih baik mencari pria lain saja..."

Dewi Amba merajuk terus, lama kelamaan Dewabrata geram juga, sudah dinasehati tetap tidak mau, kemudian Dewabrata mundur beberapa langkah seraya mengeluarkan anakpanah dan busurnya. Senjata itu diarahkan ke dada Dewi Amba, katanya : " dinda lihat lah apa yang kupegang "..

Dewi Amba bukannya takut, tetapi semakin nekad, tidak mundur menghindar, melainkan semakin mendesak maju. Dewabrata beberapa kali mundur, maksud hati hanya mengancam saja, agar Dewi Amba lari.

" kanda Dewabrata, jika memang itu maumu, aku rela mati ditanganmu, demi cintaku, asal kakang mencintaiku, aku rela kau bunuh. Daripada aku dikembalikan pada kedua orangtuaku, lebih baik aku mati ditanganmu kakanda...." rintih dewi Amba, yang memelas..dan sambil mengeluarkan airmata.

Hati Dewabrata terguncang dan haru ketika melihat Dewi Amba menangis dan sambil mendekat, ia berdiri terpaku bagaikan tugu sinukarta. Matanya menatap tajam ketka Dewi Amba melangkahkan kakinya, dan semakin dekat.

Hati Dewabrata semakin terguncang, peluh semakin membasahi tubuhnya, telapak tangan yang memegang busur dan anak panah secara perlahan mulai mengendor, keringat di telapak tangan membuat anak panah semakin licin. Dalam keadaan bengong karena pikiran yang bercampuraduk, tanpa terasa anak panah melesat dari busurnya, dan...mengenai jantung dewi Amba...menjerit seketika dan terkulai.......

Busur di lempar, Dewabrata segera menubruk dewi Amba agar tidak terjerembab. Pikiran Dewabrta semakin tadak karuan ;

" dinda, kenapa ini harus terjadi...maafkan aku dinda...bukan maksudku untuk membunuhmu, aku hanya ingin menakutimu saja..."

" kakanda..., sudah jadi takdirku, bahwa aku harus menerima keadaan seperti ini, sebelum aku meninggalkanmu kanda...katakan apakah kanda benarbenar mencintaiku..." Dewabrata tak kuasa menahan airmatanya...ia menganggukkan kepalanya, dan semakin kencang mendekap tubuh dewi Amba.

" iya dinda, aku mencintaimu...tetapi aku tak kuasa untuk menjilat sumpahku sendiri, yang disaksikan oleh Dewata " lirih Dewabrata membisikkan ketelinga dewi Amba.

" Kanda...jaga dirimu baikbaik, aku sudah dijemput oleh utusan Hyang Yama, hanya pesanku Kakanda, aku tidak akan mukti sendiri, aku tidak mau naik ke  swargaloka, sebelum aku bergandeng tangan denganmu kakanda. " hati Dewabrata semakin hancur mendengar rintihan dewi Amba.

" kanda, aku selalu menunggumu, ingatlah kelak jika telah terjadi perang besar Baratayuda, aku akan mengajakmu bersama kanda..." setelah kata terakhir itu...Amba menutup matanya.

Bau harum  di udara mengiringi kepergian dewi Amba.

ide cerita : Mahabarata, Wiracarita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun