Mohon tunggu...
Sastia Maja Adhitio
Sastia Maja Adhitio Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Akun ini dikelola oleh saya sendiri, bukan staff ataupun presiden Republik Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gender dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

29 Desember 2019   01:45 Diperbarui: 13 Januari 2021   23:02 3121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Di Indonesia, data dari Komnas Perempuan telah menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2015 banyak sekali terjadi aksi kekerasan terhadap perempuan, hal ini terjadi bukan hanya pada wilayah domestik saja, tetapi kejadian ini telah meluas sampai di ranah publik. Azrianan (ketua Komnas Perempuan) mengatakan bahwa persoalan kekerasan perempuan bisa dibagi dalam tiga bagian, yaitu hubungan personal, komunitas, dan negara. Berdasarkan jumlah kasus yang diambil dari 232 cabang lembaga Komnas Perempuan di Indonesia, tercatat bahwa ada 16.217 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Sumber: Komnas Perempuan
Sumber: Komnas Perempuan
Bisa dilihat dari tabel data diatas bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kasus kekerasan perempuan di Indonesia. Dalam ranah komunitas ada sekitar 5000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 1.657 kasus diantaranya adalah kekerasan seksual yang dialami oleh para perempuan di 34 provinsi Indonesia.

            Dan pada akhir-akhir ini sekitar tahun 2018-2019, jumlah kekerasan terhadap perempuan meningkat menjadi 406.178 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sebesar 348.466. Data ini diambil dari Pengadilan Agama sebesar 392.610 kasus, dari Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sebesar 13.568 kasus, dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) yang dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima pengaduan korban sebesar 415 kasus yang datang langsung ke tempat pelayanan dan yang melalui media elektronik sebesar 367 kasus, dan dari Subkomisi Pemantauan yang mengelola pengaduan melalui surat sebanyak 191 kasus serta 261 melalui surat elektronik.

            Dari data yang disebutkan diatas, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak terjadi adalah kasus KDRT dalam ranah personal, yang mencapai angka 71% atau 9.637 kasus. Posisi kedua dalam KtP ada diranah publik atau komunitas dengan angka 28% atau 3.915 kasus. Dan yang terakhir dalam ranah negara dengan angka 0.1% atau 16 kasus.

            Pada ranah KDRT lingkup personal, kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik, sebanyak 3.927 kasus atau 41%, setelah itu ada kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus atau 31%, psikis 1.658 kasus atau 17% dan terakhir ekonomi sebanyak 1.064 kasus atau 11%. Pada ranah publik dan komunitas, kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.915 kasus. Sebanyak 64% kekerasan terhadap perempuan dalam ranah publik, seperti Pencabulan sebanyak 1.136, Perkosaaan sebanyak 762, dan Pelecehan Seksual sebanyak 394 kasus, serta Persetubuhan sebanyak 156 kasus.

SUmber CATAHU
SUmber CATAHU
Setelah mengetahui seberapa banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang dicatat oleh Komnas Perempuan, tidak lupa bahwa Komnas Perempuan juga menyarankan untuk seluruh elemen negara seperti lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif untuk segera menindaklanjuti persoalan-persoalan HAM, serta untuk pemerintah dan DPR RI untuk segera membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, karena ini dapat menghentikan impunitas bagi pelaku kekerasan seksual dan membuka akses korban atas kebenaran, keadilan, dan jaminan atas ketidakberulangan. 

Dan untuk para tokoh-tokoh masyarkat dan pemuka Agama agar semakin meningkatkan upaya pendidikan masyarakat agar praktik, dan kebiasaan mendiskriminasi perempuan dapat dihilangkan secara perlahan. Dan yang terakhir menurut Komnas Perempuan disarankan untuk seluruh elemen  masyarakat agar tetap fokus dan melindungi korban yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

            Ada beberapa contoh kasus yang melanggar Hak Asasi terkait dengan Gender di Indonesia, diantaranya:

  • Kasus Marsinah, buruh perempuan yang tewas mengenaskan dengan kemaluan yang tertembak pada tahun 1993. Almarhumah Marsinah ini dibunuh karena memimpin demo untuk mendapatkan kenaikan gaji dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari terhadap PT. Catur Putra Surya.[2]
  • Kasus Enno Farihah, tahun 2016. Enno merupakan karyawati PT. Polyta Global Mandiri yang diperkosa dan dibunuh secara keji oleh tiga pria, yakni Arif (24th), Alim (16th), dan Ilham (24th). Almarhumah Enno ini tewas karena kemaluannya dimasukkan cangkul oleh para pelaku.[3]
  • Kasus Kyai Pujiono Cahyo Widianto, tahun 2008. Kyai Puji ini merupakan pemimpin Pondok Pesantren Muftahul Jannah, Semarang. Ia dihebohkan dan dianggap melanggar Hak Asasi karena menikahi anak perempuan yang belum pas umurnya untuk dinikahi, yaitu Lutfiana Ulfa yang berumur 12 tahun. Dia beralasan bahwa pernikahan sirih ini tidak melanggar hukum Islam, dan Islam pun memperbolehkan menikahi perempuan yang sudah baligh. Walaupun telah mendapatkan izin dari pihak Lutfiana, tetapi pernikahan dibawah umur ini telah melanggar tiga Undang-undang, yakni: "UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta dalam jumpa pers di gedung Departemen Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Senin (3/11/2008).[4]
  • Kasus Choiron, seorang suami yang menjual istrinya di Surabaya, Jawa Timur. Suami ini menjual istrinya ke orang lain untuk digauli secara bergantian dan bersama-sama, dan perbuatan itu sudah dilakukan beberapa kali oleh si suami. Suami ini memaksa istrinya untuk melakukan hubungan intim dengan dua sampai tiga pria. Untungnya perbuatan sang suami telah terdeteksi oleh polisi dari akun media sosialnya.[5]
  • Kasus Dua Remaja Aceh yang dijadikan PSK di Malaysia. Dua remaja ini dideportasi oleh pihak Imigrasi Malaysia dikarenakan tidak memiliki dokumen yang lengkap untuk tinggal disana. Polisi mengatakan bahwa kedua remaja ini sempat menjadi Pekerja Seks Komersial, lalu disekap, dan menjadi gelandangan disana. Dua remaja ini ditipu oleh seseorang yang bernama FA, dan polisi sedang menyelidiki kasus tersebut.[6]

                Itulah beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang terkait dengan Gender yang terjadi di Indonesia. Berikut beberapa upaya agar tidak munculnya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, yakni:

  • Supremasi hukum dan demokrasi harus benar-benar ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Pemerintah sudah seharusnya meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk dan permasalahan pelanggaran HAM di Indonesia.
  • Dan terakhir, pemerintah juga sudah seharusnya meningkatkan dan menyebarkan prinsip-prinsip HAM kepada seluruh elemen masyarakat seperti melalui media massa dan lembaga pendidikan formal (sekolah atau perguruan tinggi) maupun informal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun