Senyum, tawa, menghiasi raut wajah mereka
Pasca diterimanya sebagai calon mahasiswa
Telah terlukis indah masa depannya
Teropong mujtami’at mengatakanya
Tapi, aku………
Penuh dengan “?”
Gelisah, pasrah bercampur manjadi satu
Di dalam dada yang penuh dengan harapan yang baru
Seakan menolak semua tawaran akan masa depanku
Tes beasiswa, kursus gratis, dan yang lainya disuguhkan kepadaku
Melihat akan kemampuanku
Tapi aku ragu akan semua itu
Takut akan terulang pengalaman buruk dimasa lalu
Usaha untuk meringankan beban ortu
Gagal di saat akhir sekolahku
Ku menabung tak selayaknya orang menabung
Lazimnya orang menabung uang
Tapi kali ini aku menabung hutang
Menyebabkan harta berharga ortu melayang
Demi tercapainya impian anak semata layang
Bumi pun siap dipijaki
Meski gempa menyelimuti
Laut pun siap diarungi
Meski badai ombak menghantui
Impian yang indah kini tenggelam
Di dasar laut yang gelap-gulita
Tertutup ombak, awan indah mempesona
Sesosok putri yang anggun elok rupanya
Membawa muka yang penuh dengan harapanya
Dilontarkan pada diriku yang tak berdaya
Bisiskan halus yang hinggap ketelinga
Perkataan mutiara yang keluar dari bibir manisnya
Meruntuhkan hati yang tak berdaya
Serta mampu merubah segalanya
Mimpi yang tenggelam kembali terbit
Semangat yang hilang kembali bangkit
Lemah, malas berubah manjadi spirit
Engkau bak sang mentari
Melahirkan ombak di pagi hari
Memulangkan nelayan ke rumah kembali
Menghidupkan mimpi yang telah mati
Terimakasih sang mentari hati
Surabaya, 14 November 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H