“Bagaimana PKI membaca medan persaingan dan situasi-situasi yang berpengaruh terhadap pemenangan pemilu 1955?”
Pada Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh suara terbanyak keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Basisnya di daerah-daerah pusat kemiskinan. Mengasumsikan sebagai liga sepak bola, skor hasil Pemilu 1955 menampilkan kejutan. Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang diduga mendapatkan suara banyak, justru turun kelas. Nasib serupa dialami Partai Indonesia Raya (PIR), akibat pecah sebelum pemilihan. Sebaliknya Nahdlatul Ulama (NU), setelah keluar dari Masyumi, langsung menyeruak ke atas. Namun, boleh dikata, yang memperoleh suara di luar dugaan adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hasil akhir pemilu yang disebut-sebut paling "luber" dan "jurdil" itu pun menyodorkan formasi partai papan atas : Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, NU, dan PKI. Tak hanya berbeda kelompok dengan partai-partai lain, tapi perolehan suara mereka cukup mencolok. PKI sendiri membuktikan kebenaran semboyan yang kerap dilontarkan jurkamnya : "PNI partai priayi, masyumi dan NU partai santri, PKI adalah partainya rakyat."
Fenomena PKI, dalam Pemilu 1955 untuk parlemen/DPR, dinilai mengejutkan. Citra negatif PKI akibat tragedi Madiun 1948, serta peran partai ini dalam aksi mogok sepanjang kurun 1950-1951, seolah menjadi angin lalu. Darah yang menetes di ujung palu dan arit para anggota partai ini seolah-olah tak berarti bagi pendukungnya. Suara buat PKI pun mengalir deras.
Dalam Pemilu 1955, PKI mengantongi 6.176.914 suara atau 16,3 persen dari 37.875.299 suara pemilih yang sah. Ia memang kalah dari PNI (memperoleh 8.343.653 atau 22,1 persen), Masyumi (7.903.886 suara atau 20,9 persen), dan dari NU yang mendapatkan suara 6.955.141 atau 18,4. Keempat partai terakhir ini menyabet 77,7 persen.
Bandingkanlah perolehan suara PKI dengan Partai Syarikat Islam (PSII) dan Partai kristen indonesia (Parkindo), yang duduk di posisi lima serta enam. PSII cuma mengantongi 1.091.160 (2,9 persen) dan Parkindo 1.003.325 (2,7 persen). Dengan hasil tersebut PNI dan Masyumi masing-masing mendapat 57 kursi di parlemen, NU 45 kursi dan PKI 39 kursi.
Salah satu keunggulan PKI adalah kemampuannya berkomunikasi yang sangat tinggi. "Lihatlah retorika politik PKI selama 1950-an, kita seakan-akan bertemu dengan PKI yang banyak," ujar Dr Taufik Abdullah, guru luar biasa UGM. "Satu-satunya landasan ideologis yang ditampilkan adalah penguasaan kata 'rakyat'. Rakyat adalah PKI, PKI adalah rakyat," tambah Taufik yang juga ahli peneliti utama LIPI.
Pemilih PKI sebagian besar berada di Jawa (89,8 persen), menyusul Sumatera (8,6 persen), lalu terkecil dipulau-pulau lain. Secara khusus, partai yang bermuasal dari Indische Sosial Demokratische vereeniging -- organisasi gerakan sosialis Marxist pertama di Indonesia -- itu merajalela di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di kedua daerah yang penduduknya saat itu 45,6 persen dari total nasional, PKI nyaris menduduki urutan pertama peraih suara terbanyak, yang diduduki PNI. Di tangga tiga dan empat ada NU dan Masyumi.
Bahkan, di Jateng, di sebelas kabupatennya, PKI meraih lebih 50 persen suara alias di urutan tertinggi atau mayoritas. Daerah yang dimaksud yakni Semarang, Grobogan, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Blora, Cilacap, Temanggung, Gunung Kidul, Kota Semarang, dan terakhir Kota Yogyakarta. Di situlah basis utama PKI. Sebanyak 38,1 persen suara PKI diperoleh dari jateng.
Prestasi yang sama dikantongi di tigabelas kabupaten di Jatim, seperti Madiun, Kediri, Blitar, Kota Surabaya. Namun, di sini, posisi pertama tetap ditempati NU. Jatim, ini berlaku hingga kini, memang boleh disebut kantong utama nahdliyin karena NU menempati posisi tertinggi hanya di provinsi tersebut. PNI dan Masyumi di urutan berikut. PKI merogoh 37,7 persen suaranya dari provinsi terujung Jawa ini.
Komposisi menarik ditemui di Jatim. Di sini terjadi persaingan ketat NU dengan PKI. Hasil pemilu multipartai seramai pesta demokrasi yang direncanakan Juni 1999, menunjukkan persaingan kedua partai yang seolah-olah membelah Jatim jadi dua bagian. Belahan timur dikuasai NU, sedangkan bagian barat didominasi PKI. Kantong NU ada di daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Nganjuk, Sampang, Sumenep.