3. Mengisolasi Korban
Gaslighter mungkin mencoba mengisolasi korban dari teman-teman atau keluarga mereka untuk meningkatkan ketergantungan pada pelaku. Isolasi adalah taktik klasik yang digunakan untuk memutus korban dari sistem pendukung mereka.
Dengan memisahkan korban dari teman dan keluarga, pelaku dapat lebih mudah mengontrol dan memanipulasi korban tanpa campur tangan dari orang luar yang mungkin memberikan perspektif berbeda atau mendukung korban.
4. Memutarbalikkan Peristiwa
Pelaku sering kali memutarbalikkan situasi untuk menyalahkan korban, membuat korban merasa bersalah atau malu. Memutarbalikkan situasi adalah cara efektif untuk membuat korban merasa bersalah atas sesuatu yang bukan kesalahan mereka.
Dengan demikian, korban menjadi lebih mudah dikendalikan karena mereka terus-menerus merasa harus membuktikan diri atau menebus kesalahan yang tidak mereka lakukan.
5. Menunjukkan Ketidakkonsistenan
Pelaku mungkin menunjukkan perilaku yang tidak konsisten, seperti bersikap manis dan perhatian satu saat, kemudian bersikap dingin dan kejam di saat lain. Ketidakkonsistenan ini menciptakan ketidakpastian yang membuat korban selalu waspada dan cemas.
Perilaku yang tidak dapat diprediksi membuat korban merasa tidak stabil dan lebih tergantung pada pelaku untuk mendapatkan sedikit kasih sayang atau validasi.
Gaslighting adalah bentuk manipulasi psikologis yang serius dan merusak yang sering terjadi dalam hubungan pacaran. Menurut psikologi, mengenali tanda-tanda gaslighting dan memahami dampaknya adalah langkah awal yang penting untuk melindungi diri dan menjaga kesehatan emosional.
Memahami gaslighting adalah langkah krusial bagi siapa pun yang berada dalam hubungan yang tidak sehat. Mengenali tanda-tanda awal bisa menyelamatkan seseorang dari penderitaan yang berkepanjangan. Pendidikan tentang gaslighting harus lebih disebarluaskan agar lebih banyak orang dapat mengidentifikasi perilaku ini dan mengambil tindakan yang tepat.