Ada korelasi antara usia ibu saat melahirkan dan derajat retardasi pertumbuhan. Semakin muda sang ibu, semakin besar kemungkinan dia akan melahirkan anak yang kerdil. Deformasi bisa dimulai sejak pembuahan, jadi seorang wanita harus berusaha mencegahnya sedini mungkin, yaitu sejak masa remaja. Tujuannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dengan pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Penurunan dapat memiliki efek negatif pada kesehatan fisik dan mental anak-anak.
Pernikahan dini berdampak pada masalah sosial seperti masalah keuangan yang menimbulkan perselisihan dalam keluarga. Hal ini dikarenakan perasaan yang masih labil, darah muda yang membara dan pola pikir yang belum matang yang akhirnya berujung pada perceraian. Sebagian besar perceraian terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun ketika usia menikah kurang dari lima tahun. Efek lain mempengaruhi kesehatan mental perempuan. Ancaman terhadap remaja putri yang berisiko menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tidak tahu bagaimana keluar dari situasi tersebut serta kesiapan mental pasangan belum ada. Selain istri, anak juga berisiko menjadi korban KDRT. Anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga tumbuh dengan berbagai kesulitan seperti kesulitan belajar, keterampilan sosial yang terbatas, anak sering berperilaku nakal dan berisiko mengalami depresi atau gangguan kecemasan yang parah.
Pendidikan dapat memainkan peran penting dalam mencegah kerusakan kesehatan yang disebabkan oleh pernikahan dini. Pendidikan dapat memperluas wawasan anak-anak dan remaja serta meyakinkan mereka bahwa pernikahan harus terjadi pada waktu dan usia yang tepat. Menikah bukanlah suatu paksaan dan bukan jalan keluar dari kemiskinan. Tapi, dengan melalui  pendidikan kita  dapat memberikan informasi tentang tubuh dan sistem reproduksi anda sendiri ataupun orang lain  ketika sudah menikah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H