"Kia! Cepat tidur hari sudah malam". Teriak bunda.
         Â
Malam itu, udara begitu sangat dingin terasa menusuk ke tulangku. Langit begitu pekat seolah sudah berjanji akan menumpahkan hujan. Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Aku beranjak ke kamar untuk segera tidur. Tidak lama terdengar suara hujan yang begitu deras.
Aku begitu terlelap dalam tidurku, tanpa kusadari terdengar sayup suara memanggil "Kia, Kia, Kia!". Aku terbangun dari tidur lelapku. Ternyata benar ini memang suara bunda yang selalu kudengar setiap Subuh. Aku langsung bangkit dari tempat tidurku.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB, aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu' dan melaksanakan shalat Subuh.
Setelah selesai melaksanakan shalat Subuh aku langsung mandi dan bersiap berangkat ke Sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Saatnya aku berangkat dan pamit untuk bersekolah. "Ayah, bunda! Kia berangkat ke Sekolah dulu". Sambil menyalami tangan kedua orang tuaku. "Iya hati-hati!". Jawab ayah dan bundaku.
Sesampainya di Sekolah aku melihat banyak genangan air dan lapangan yang begitu becek karena hujan lebat semalam. Hari ini kami langsung masuk ke kelas masing-masing tanpa berbaris.
Setelah beberapa jam pelajaran kami lewati akhirnya bel tanda istirahat berbunyi. Kami berlarian keluar kelas. "Kia tunggu!". Suara seseorang memanggilku, aku pun menoleh ke belakang ternyata benar dia Luna teman dekatku. Kami berjalan menuju Kantin untuk jajan. Setelah selesai jajan kami menuju ke kelas.
Hari ini seorang temanku membawa bola ke Sekolah dan mengajak kami main bola di Lapangan. "Ayo kita ke Lapangan!". Jawabku dan Luna sambil berlari ke arah Lapangan dengan bersemangat.
Lapangan yang tadinya berdebu berubah menjadi kubangan lumpur tipis. Tentu saja kami tidak peduli. Bahkan, kami semakin bersemangat ketika melihat genangan air kecil terbentuk dibeberapa sudut Lapangan. Kami berlari, melompat, tertawa sambil bermain bola.
Bola mengarah kearahku, tanpa memperhatikan sekitar aku langsung mengejar dan menendang bola. "Brukk!". Aku terjatuh. Rasanya seperti seluruh tubuhku terpeleset di atas sabun yang licin. Pinggulku menghantam tanah basah dan seragamku langsung berlumuran lumpur. Aku merasa sangat malu.
Anak-anak lain berhenti dan berlarian kearahku. Bukannya menolong beberapa dari mereka malah menertawakanku. Luna yang depan, ia kelihatan khawatir. "Kia! Kamu tidak apa-apa?". Tanyanya.
Aku tersenyum sambil menahan rasa sakit dan malu. "Iya, nggak apa-apa kok". Jawabku pada Luna. Wajahku seketika memerah seperti udang rebus. Luna menolongku untuk bangkit dan membawaku ke Kamar mandi untuk membersihkan pakaianku yang terkena lumpur.
Diperjalanan menuju Kamar mandi, aku sempat melihat Lapangan itu lagi. Licin, basah tapi penuh dengan tawa teman-temanku. Meski terjatuh, aku tidak marah pada hujan dan Lapangan yang licin. Aku justru merasa ini adalah bagian dari petualangan kecil dan menjadi cerita yang akan aku ingat sampai aku besar nanti.
Sajak hari itu, aku mengingat pelajaran kecil itu bahwa jatuh di Lapangan licin saat hujan bukanlah akhir dari segalanya. Kadang, kita memang harus terjatuh untuk belajar bangkit lagi dan dalam setiap tetes hujan ada tawa yang bisa kita temukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H