Mohon tunggu...
Saskia Nurbayanti
Saskia Nurbayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia kampus Cibiru

Saya adalah individu yang memiliki minat dalam dunia pendidikan dan psikologi perkembangan anak. Menulis adalah cara saya berkomunikasi dengan diri saya sendiri, dengan setiap pemikiran yang tidak mampu tertuang dalam suara. Semoga setiap kata yang terbaca, menjadi sesuatu yang dapat direnungi bersama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Tinggi, Paradigma dan Pandangan Masyarakat Desa: Untuk Apa?

17 Desember 2022   09:49 Diperbarui: 17 Desember 2022   11:53 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan lanjutan bagi siswa setelah menyelesaikan masa Pendidikan Menengah di tingkat Sekolah. Pendidikan tinggi mencakup jenjang diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor di tingkat Perguruan Tinggi. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan tinggi kini masih menjadi perihal yang tabu di kalangan masyarakat pedesaan. Kesadaran masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi masih sangat minim. Hal ini sangat terlihat jelas dari pendidikan terakhir yang ditempuhnya, di mana mayoritas masyarakat desa menuntaskan pendidikannya hanya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Hukama, 2017).

Paradigma masyarakat desa terhadap generasi muda yang melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi, terlihat lebih condong ke dalam berbagai perspektif negatifnya. Masyarakat desa memandang seseorang yang melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi adalah sebuah kegiatan yang sia-sia sebagaimana dengan pertanyaan yang dilontarkannya, "untuk apa?". 

Timbulnya paradigma seperti ini tentunya didasari oleh berbagai alasan, diantaranya adalah ketika masyasakat desa melihat masih banyaknya lulusan perguruan tinggi yang bekerja di luar bidang studi yang diambil saat kuliah, bahkan tersebar pula lulusan perguruan tinggi yang masih pengangguran. Adapun alasan yang banyak menimbulkan perdebatan ketika melanjutkan pendidikan tinggi adalah ketika masyarakat memandang rendah kaum perempuan. Adanya pemikiran masyarakat tentang kaum perempuan yang pada akhirnya akan menjadi Ibu Rumah Tangga seakan-akan peran perempuan di dunia menjadi sangat dangkal, padahal ketika seorang perempuan sudah menjadi seorang ibu, mereka akan menjadi Guru pertama yang mengajarkan anak-anaknya kelak (Jatiningsih, O., 2021). Lalu, bagaimana bisa masyarakat memandang pendidikan bagi kaum perempuan adalah suatu hal yang tidak penting?

Berdasarkan hasil survei yang ada, kebenaran akan pengangguran pada lulusan pendidikaan tinggi memang benar. Tingkat pengangguran terdidik atau orang yang baru saja menyelesaikan masa studinya kemudian belum mendapatkan pekerjaan terhitung masih sangat banyak. Namun, pengangguran terdidik ini hanya terjadi ketika seseorang sedang berada dalam masa tunggu (job search periode) saja dengan kata lain dinamakan pengangguran friksional (Pratama, F. W. A., & Setyowati, E., 2022). Begitu pun permasalahan tentang pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang studi yang diambil saat masa perkuliahan, setiap orang mempunyai kemampuan di luar bidang studi pada masa perkuliahan yang dapat dikembangkan saat memasuki dunia kerja. Sebagaimana diungkapkan oleh Mukhtar dalam Jatiningsih, O (2021) bahwa setiap manusia dalam kehidupannya tidak dibatasi oleh satu disiplin ilmu saja. Maka dari itu, dengan adanya fakta seperti ini bukan berarti ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan menjadi sia-sia.

Jika masyarakat mampu memaknai pendidikan itu sendiri, melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi adalah sebuah investasi waktu jangka panjang yang akan membuat seseorang menemukan banyak hal untuk dipelajari dalam rangka mendapatkan kehidupan yang lebih baik (Bhakti, I. S. G., & Gunawan, T. A., 2021). Pendidikan tidak semata-mata menjadi jembatan dalam mendapatkan pekerjaan.  Melanjutkan Pendidikan ke tingkat Pendidikan tinggi, bukan lagi perihal bidang studi. Saat memasuki Pendidikan di perguruan tinggi, setiap individu akan dipertemukan dengan permasalahan-permasalahan yang beragam, di sini kemampuan memecahkan masalah akan dilatih. Kemudian, saat masa pendidikan tinggi pun seseorang akan belajar bagaimana mereka mampu mengembangkan setiap potensi yang dimiliki, menambah wawasan, relasi, dan membentuk karakter diri. Sebagaimana tujuan Pendidikan nasional mempunyai fungsi dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta   peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan untuk mengembangkan setiap potensi yang ada pada peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Taufiq, A., 2018).

Sejatinya, manusia dan pendidikan adalah suatu hal tidak dapat terpisahkan. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara semua makhluk yang diciptakan Tuhan karena dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Pada hakikatnya, tujuan hidup manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi manusia itu sendiri. Manusia juga seringkali dikatakan sebagai makhluk yang akan terus bereksistensi, di mana manusia akan selalu berupaya menjadikan dirinya sebagai makhluk yang memiliki taraf hidup yang baik dengan membuat berbagai perencanaan. Kemampuan manusia dalam bereksistensi ini tentunya menimbulkan penemuan-penemuan baru dalam perjalanannya, namun setiap penemuan dan pemikiran ini tentu harus dibekali dengan ilmu untuk mengembangkannya. Dalam hal ini, Pendidikan memiliki peran penting dalam mengembangkan setiap pemikiran-pemikiran dan penemuan yang ada.

Perlu kita ketahui bahwa kemampuan manusia dewasa yang berkembang saat ini bukanlah kemampan bawaan pada saat manusia dilahirkan. Seperti halnya perkembangan bayi yang dulunya tidak mampu berjalan, kini mempunyai kemampuan untuk berlari. Akal dan pemikiran manusia dewasa pun begitu, ketika mereka ingin mencapai kehidupan yang diinginkan, manusia harus melalui berbagai proses belajar, pengajaran, bimbingan maupun pelatihan yang semuanya terangkum dalam istilah "pendidikan" (Sumantri, M. S., & MSM, P., 2015). sebgaimana sebuah pernyataan yang dikemukaan dalam teori pendidikan oleh Immanuel Kant, yakni "Man can become man through education only" (Henderson, dalam Sumantri, dkk., 2015) yang maknanya adalah cara yang dapat digunakan manusia dalam rangka menjadi manusia adalah hanya dengan melalui Pendidikan. Meskipun manusia terkadang memiliki insting yang kuat dalam setiap kegiatan yang akan dilakukannya, hal tersebut hanyalah terbatas. Manusia akan terus memerlukan pendidikan untuk mengembangkan setiap aspek yang ada dalam dirinya. Sejalan dengan M. J. Langeveld yang melakukan studi fenomenologis juga mengemukakan bahwa "Manusia itu sebagai animal educandum, dan ia memang animal educable".

Dalam buku yang berjudul "Hakikat Manusia dan Pendidikan" Karya Sumantri ini, terdapat 5 (lima) asas antropologis yang memberikan penjelasan mengenai dasar manusia sebagai makhluk yang akan terus membutuhkan Pendidikan dan dididik, yaitu Pertama, Aspek Potensialitas. Manusia dilahirkan dengan segenap potensi-potensi yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya. Dengan dibekalinya potensi ini, tentu pendidikan akan sangat mendorong manusia dalam meningkatkan potensi yang ada. Seperti halnya manusia memiliki potensi menulis dengan baik, pendidikan memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan tersebut, kemudian menyalurkan ke bidang-bidang yang berkorelasi dengan kemampuan tersebut. 

Kedua, Aspek Dinamika. Manusia juga merupakan makhluk yang dinamis, aktif, dan selalu mengalami perubahan. Adanya keaktifan yang dilakukan ini berupaya untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi manusia yang ideal, baik itu dalam konteks manusia dengan manusia, maupun manusia dengan Sang Pencipta. Dalam hal ini Pendidikan akan memberikan berbagai pemahaman bagimana manusia mampu mencapai pada tahap tersebut. 

Ketiga, Aspek Individualitas. Makna individualitas dalam hal ini adalah manusia akan berupaya mewujudkan dirinya sesuai dengan keinginan dan rencana yang telah mereka inginkan, yang berarti manusia tidak akan bertindak pasif terhadap dirinya sendiri. Sehingga Pendidikan membantu manusia untuk mencapai aspek individualitasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun