Pendahuluan
Korupsi pajak telah lama menjadi permasalahan akut dalam ranah keuangan publik di Indonesia. Dalam perspektif administrasi publik, diskursus korupsi pajak sering kali menciptakan ketegangan antara res privata (ranah privat) dan res publica (ranah publik). Pajak, sebagai instrumen utama pendapatan negara, memiliki fungsi vital dalam mendukung ruang publik dan memenuhi keadilan sosial. Namun, korupsi pajak memicu kerusakan kepercayaan publik terhadap sistem yang seharusnya memfasilitasi kesejahteraan bersama.
Mengapa Indonesia Disebut Negara Republik?
Indonesia disebut Republik karena bentuk negara ini didasarkan pada prinsip kedaulatan rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan melalui sistem pemerintahan yang demokratis. Istilah "Republik" sendiri berasal dari bahasa Latin, res publica, yang berarti "kepentingan umum" atau "urusan publik". Dalam konteks Indonesia, keputusan untuk memilih bentuk negara republik ditetapkan pada Sidang BPUPKI yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang ini dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat, yang mengusulkan diskusi tentang ideologi dan sistem pemerintahan yang akan digunakan oleh Indonesia setelah merdeka.
Keputusan ini dilandasi oleh beberapa alasan utama. Pertama, bentuk negara republik menolak sistem feodal dan kerajaan yang hanya menguntungkan segelintir elit atau keturunan raja. Sebaliknya, republik menekankan pemerintahan berdasarkan prinsip demokrasi, kesetaraan, dan akal sehat, yang menjunjung tinggi kepentingan rakyat secara keseluruhan. Tokoh-tokoh penting seperti Moh. Yamin, Moh. Hatta, dan Sutan Syahrir mendukung gagasan ini karena republik dianggap lebih sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni menciptakan negara yang adil dan sejahtera tanpa diskriminasi berdasarkan keturunan atau status sosial.
Selain itu, pilihan bentuk republik sejalan dengan Pembukaan UUD 1945, yang menekankan tujuan bernegara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial. Bentuk republik juga mencerminkan semangat persatuan yang ditegaskan dalam Sumpah Pemuda 1928, di mana seluruh elemen bangsa berkomitmen untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Dengan demikian, republik menjadi simbol dari komitmen Indonesia untuk menolak segala bentuk ketidakadilan, menjaga kedaulatan rakyat, serta membangun negara yang berlandaskan prinsip kebersamaan dan kepentingan publik.
Pentingnya Administrasi Publik Dalam Pengelolaan Data Kependudukan
Identitas merupakan representasi dari kewajiban negara dalam memberikan pengakuan resmi terhadap keberadaan individu sebagai warga negara, sekaligus menjadi bukti bahwa setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam konteks kehidupan bernegara.
Konsep utama yang disoroti adalah res privata dan res publica. Res privata merujuk pada kepentingan pribadi, di mana kartu identitas berfungsi sebagai pengenal individu dalam berbagai kegiatan privat seperti transaksi ekonomi, pekerjaan, atau akses layanan tertentu. Sementara itu, res publica merujuk pada kepentingan bersama atau publik. Dalam hal ini, administrasi kependudukan menjadi bagian dari tanggung jawab negara untuk menciptakan keadilan, ketertiban, dan layanan publik yang efektif. Administrasi kependudukan memungkinkan negara untuk menyusun kebijakan publik berdasarkan data yang valid, seperti distribusi sumber daya, perencanaan pembangunan, dan penegakan hukum.
Prinsip bahwa setiap warga negara memiliki hak, seperti hak mendapatkan pengakuan hukum, hak atas layanan publik, dan hak untuk menemukan keadilan. Namun, bersamaan dengan hak tersebut, warga negara juga memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat, seperti membayar pajak dan menjaga ketertiban. Dalam konteks administrasi publik, kartu identitas berperan penting dalam mendukung transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi layanan publik yang diberikan negara kepada warganya.
Poin penting lainnya adalah adanya nilai kebebasan atau liberty yang diakui dalam setiap sistem negara republik modern. Kartu identitas memungkinkan individu untuk mengakses hak-haknya dengan bebas, namun kebebasan ini harus tetap berada dalam kerangka hukum yang berlaku. Administrasi publik yang baik, seperti pengelolaan identitas kependudukan, menjadi fondasi untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di hadapan hukum dan dalam kehidupan bernegara.
Perekonomian 4 Sektor (Circular Glow of Payment)
Perekonomian 4 sektor adalah model ekonomi terbuka yang melibatkan empat pelaku utama, yaitu rumah tangga, perusahaan (produsen), pemerintah, dan sektor luar negeri.
- Rumah tangga berperan sebagai konsumen yang membeli barang dan jasa dari perusahaan serta sebagai pemilik faktor produksi (tenaga kerja, tanah, modal, dan kewirausahaan) yang disewakan kepada perusahaan. Sebagai imbalannya, rumah tangga memperoleh pendapatan berupa gaji, sewa, bunga, dan laba, yang kemudian digunakan untuk konsumsi atau tabungan.
- Perusahaan bertindak sebagai produsen yang menggunakan faktor produksi dari rumah tangga untuk menghasilkan barang dan jasa. Perusahaan juga bertanggung jawab membayar pendapatan kepada rumah tangga, membayar pajak kepada pemerintah, serta melakukan ekspor ke luar negeri dan impor dari negara lain.
- Pemerintah dalam model ini memiliki peran penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan mengumpulkan pajak dari rumah tangga dan perusahaan, serta mendistribusikan pendapatan melalui pengeluaran pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan program kesejahteraan. Selain itu, pemerintah bertugas mengatur kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.
- Pada sektor luar negeri, perekonomian terbuka melibatkan aktivitas perdagangan internasional, seperti ekspor yang mendatangkan pendapatan dari negara lain dan impor yang memungkinkan akses terhadap barang/jasa dari luar negeri. Perdagangan ini menciptakan arus pendapatan antar negara dan mempengaruhi neraca pembayaran serta nilai tukar mata uang.
Interaksi antara keempat sektor ini menciptakan aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian. Misalnya, rumah tangga menggunakan pendapatannya untuk konsumsi barang/jasa dari perusahaan, sementara perusahaan menjual produknya ke dalam negeri dan ke luar negeri. Pemerintah mengumpulkan pajak dan mendistribusikan kembali pendapatan untuk kepentingan publik, seperti pembangunan infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi global melalui sektor luar negeri mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian, model perekonomian 4 sektor menggambarkan kompleksitas ekonomi modern yang saling terkait antara konsumsi domestik, produksi, kebijakan pemerintah, dan perdagangan internasional.
Konsep "Pajak, dan Merawat Akal Budi" dalam konteks negara berfokus pada bagaimana pajak berfungsi tidak hanya sebagai alat untuk mengumpulkan uang, tetapi juga sebagai instrumen yang mendukung keadilan sosial dan pembangunan ruang publik atau kerangka kebersamaan dalam masyarakat.
- Pengumpulan Pajak
Negara mengenakan pajak pada berbagai objek yang berpotensi menambah nilai ekonomi. Ini termasuk barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, pendapatan yang diterima oleh individu atau perusahaan, hingga kekayaan yang dimiliki. Pajak ini dikumpulkan sebagai bentuk kontribusi warga negara untuk mendukung kelangsungan negara dan pembangunan.
Pajak tidak hanya merupakan kewajiban finansial, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab warga negara terhadap negara yang telah menyediakan berbagai fasilitas dan perlindungan. Negara mengumpulkan uang dengan cara yang dianggap adil dan sesuai dengan kapasitas ekonomi warganya.
- Distribusi yang Adil
Setelah uang dikumpulkan melalui pajak, negara memiliki tanggung jawab untuk mendistribusikan sumber daya tersebut secara adil. Ini termasuk mendanai sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan kebutuhan publik, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan keamanan. Tujuan distribusi ini adalah untuk memastikan bahwa setiap anggota masyarakat, tanpa memandang status ekonomi, dapat merasakan manfaat dari layanan dan fasilitas yang disediakan negara.
Distribusi yang adil dalam hal ini bukan hanya soal membagikan uang, tetapi lebih pada penyediaan layanan yang proporsional dengan kebutuhan masyarakat, termasuk bagi kelompok-kelompok yang paling membutuhkan. Misalnya, pemerintah dapat memprioritaskan alokasi dana untuk daerah-daerah yang kurang berkembang atau bagi sektor-sektor yang paling esensial seperti kesehatan dan pendidikan.
- Merawat Ruang Publik
Konsep ruang publik di sini merujuk pada area yang diperuntukkan bagi masyarakat secara keseluruhan. Ruang ini meliputi infrastruktur seperti jalan, fasilitas umum, taman, hingga layanan publik yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi dan bekerja sama. Merawat ruang publik berarti menjaga kualitas dan keberlanjutan fasilitas yang dapat digunakan oleh semua anggota masyarakat tanpa diskriminasi.
Dengan pajak yang terkumpul dan distribusi yang adil, negara dapat memastikan bahwa ruang publik terawat dengan baik. Ini juga mencakup menjaga kebersihan, keamanan, dan kenyamanan bagi masyarakat yang menggunakannya. Dengan cara ini, negara berperan dalam menciptakan kerangka kebersamaan, di mana semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses dan menikmati ruang publik, serta berkontribusi pada pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
- Merawat Akal Budi
Merawat akal budi berhubungan dengan etika sosial dan rasionalitas kolektif dalam masyarakat. Ini melibatkan upaya untuk menciptakan pemahaman bersama tentang pentingnya berkontribusi untuk kebaikan bersama. Negara, melalui pengumpulan dan distribusi pajak yang adil, juga merawat kesadaran kolektif akan pentingnya berbagi sumber daya untuk kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pajak tidak hanya menjadi kewajiban finansial, tetapi juga sebagai bentuk pemeliharaan terhadap nilai-nilai sosial yang mendorong kebersamaan dan solidaritas antarwarga.
Res Privata dan Res Publica dalam Konteks Pajak
Konsep res privata merujuk pada wilayah privat yang didasarkan pada hukum oikos-nomos (rumah tangga dan manajemen ekonomi), di mana tujuan utamanya adalah survive atau kelangsungan hidup individu. Sebaliknya, res publica merepresentasikan kebaikan bersama yang dikenal sebagai command good, di mana kepentingan publik diutamakan tanpa kecuali.
Dalam konteks pajak, perbedaan ini menimbulkan paradoks: pajak merupakan kewajiban publik (res publica) yang ditarik dari ruang privat (res privata). Hal ini mengacu pada logika common good, di mana individu diharapkan berkontribusi demi kepentingan bersama.
Hakekat Pajak: Antara Etika Kantian dan Utilitarian
Dalam pemungutan pajak, terdapat perdebatan antara etika Kantian dan etika Utilitarian yang dipaparkan dalam modul. Etika Kantian berfokus pada kewajiban moral membayar pajak adalah tanggung jawab individu sebagai warga negara. Sementara itu, etika utilitarian (Mill dan Bentham) menilai bahwa pajak harus mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Dilema moral ini diperparah oleh korupsi pajak, di mana dana publik disalahgunakan untuk kepentingan privat, merusak prinsip keadilan redistributif dan menghambat perwujudan kesejahteraan sosial.
Globalisasi, Ekonomi, dan Pajak
Dalam era globalisasi, dinamika ekonomi semakin kompleks. Modul Prof. Apollo menyoroti model sistem ekonomi 2, 3, dan 4 sektor dengan formula AE = C + I + G + NX. Pajak menjadi instrumen vital dalam distribusi pendapatan untuk mendukung fasilitas publik dan menciptakan kesetaraan.
Namun, seperti dijelaskan dalam pandangan Thomas Piketty dalam Capital in the Twenty-First Century, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan return on equity (ROE) justru memperlebar kesenjangan ekonomi. Konsentrasi ekonomi di Jawa yang mencapai 58% menunjukkan ketidakmerataan distribusi pajak.
Statistik Penting:
- Konsentrasi ekonomi Jawa-Bali: 87%
- Pajak terhadap PDB: 9,76% (2019), jauh di bawah target ideal 15%.
Konflik Kepentingan: Resistensi Publik dan Etika Pajak
Adanya gap antara tahu dan melakukan dalam konteks kepatuhan pajak. Konflik kepentingan antara res privata dan res publica menciptakan resistensi publik. Individu cenderung menolak membayar pajak ketika manfaatnya tidak dirasakan secara langsung, terutama jika terjadi penyalahgunaan.
"Pada kehendak baik umum (volont gnrale), pajak harus mendukung kebaikan bersama tanpa pengecualian."
Tax Amnesty dan Paradoks Pajak
Program tax amnesty di Indonesia, meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan pajak, mencerminkan dilema kebijakan fiskal. Pemerintah meminta dana dari rakyat, tetapi efektivitas alokasinya sering dipertanyakan. Modul Prof. Apollo menunjukkan penurunan tax ratio sejak 2010:
Tahun  Tax Ratio (%)
2010 Â Â 12,9
2019 Â Â 9,76
2020 Â Â 7,90
Hal ini menimbulkan paradoks: rakyat membayar pajak, tetapi fasilitas publik sering kali tidak memadai. Kesenjangan alokasi dana antara subsidi BBM dan social protection menjadi salah satu contoh nyata.
Redistribusi Pajak dan Keadilan Sosial
Pajak berperan penting dalam mewujudkan keadilan sosial melalui redistribusi pendapatan. Modul menggarisbawahi pentingnya membantu kelompok kurang beruntung dengan mendukung fasilitas publik seperti puskesmas dan infrastruktur jalan.
Konsep habitus menunjukkan bahwa kepatuhan pajak memerlukan etika publik dan sistem yang transparan. Hal ini menekankan pentingnya modalitas dan persuasi nilai dalam membangun kesadaran warga negara.
Kesimpulan
Pajak merupakan instrumen penting dalam menjaga keseimbangan antara ruang privat dan ruang publik, di mana negara mengumpulkan pajak dari objek yang menambah nilai ekonomi untuk kemudian mendistribusikan dana tersebut guna mendukung pembangunan sektor-sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Tujuan utama dari pengumpulan dan distribusi pajak adalah menciptakan keadilan sosial dengan memastikan bahwa setiap anggota masyarakat, tanpa memandang status ekonomi, dapat merasakan manfaat dari kebijakan fiskal negara. Selain itu, pajak juga berperan dalam merawat ruang publik yang digunakan bersama, seperti fasilitas umum dan infrastruktur, serta mendukung terciptanya kerangka kebersamaan yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, negara tidak hanya berfungsi sebagai pengumpul dana, tetapi juga sebagai pengatur keadilan sosial yang memastikan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk menikmati hasil pembangunan dan berkontribusi pada kebaikan bersama.
Daftar Pustaka
[1] Apollo, Prof. (2019). Modul: Pajak dan Administrasi Publik. Universitas Mercu Buana
[2] Sihombing, S. (2019). Pajak dan Keadilan Sosial dalam Perspektif Negara. Jakarta: Penerbit Mandiri.
[3] Rahman, H. (2018). "Pajak sebagai Instrumen Keadilan Sosial di Negara Berkembang". Jurnal Ekonomi dan Hukum, 12(2), 120-135.
[4] Santoso, A. (2020, Januari 15). "Peran Pajak dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial". Detik.com. https://www.detik.com/peran-pajak
[5] Wijayanti, E. (2021). Ekonomi Publik dan Distribusi Kesejahteraan. Bandung: Penerbit Pustaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H