Superego muncul dalam pengambilan keputusan yang mempertimbangkan nilai-nilai etika. Misalnya, seseorang yang menemukan dompet di jalan akan cenderung mengembalikannya kepada pemiliknya jika superego mereka dominan. Dalam konteks korupsi, superego yang lemah membuat seseorang mengabaikan moralitas dan etika demi memenuhi dorongan id.
Menguatkan Superego
Superego dapat diperkuat melalui pendidikan moral, teladan dari figur otoritas, dan pengalaman sosial yang menanamkan nilai-nilai integritas. Individu dengan superego yang kuat lebih mungkin menolak godaan korupsi.
Interaksi antara Id, Ego, dan Superego
Ketiga komponen ini bekerja secara dinamis dalam membentuk perilaku manusia. Ego berperan sebagai mediator yang mencoba menyeimbangkan tuntutan id dengan batasan superego, sambil mempertimbangkan realitas eksternal. Konflik antara id dan superego sering kali menjadi sumber stres atau dilema moral, yang harus diatasi oleh ego.
Keseimbangan yang Ideal
- Jika id dominan, individu cenderung impulsif, egois, dan tidak mematuhi norma sosial.
- Jika superego dominan, individu dapat menjadi terlalu kritis terhadap diri sendiri dan merasa tertekan karena standar moral yang tinggi.
- Ego yang kuat memastikan keseimbangan antara keduanya, memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhan tanpa melanggar nilai-nilai moral.
Berikut adalah langkah-langkah penerapan perspektif ini:
1. Penguatan Superego melalui Pendidikan Moral dan Etika
Superego terbentuk sejak masa kanak-kanak melalui internalisasi nilai-nilai moral dan etika. Oleh karena itu, pendidikan moral harus menjadi prioritas dalam pemberantasan korupsi.
- Integrasi Nilai Antikorupsi dalam Kurikulum Sekolah
Pendidikan formal harus memasukkan modul khusus tentang kejujuran, integritas, dan dampak negatif korupsi.
Simulasi kasus nyata, seperti dilema etis, dapat membantu siswa memahami pentingnya pengendalian moral.
- Peran Orang Tua dan Lingkungan Keluarga