Freud membagi kepribadian manusia menjadi tiga elemen utama: id, ego, dan superego.
- Id adalah bagian primal yang mendorong manusia untuk memenuhi keinginan dasar dan naluri, seperti keserakahan dan hasrat kekuasaan, tanpa mempertimbangkan moralitas atau konsekuensi.
- Superego, di sisi lain, adalah sistem nilai moral dan etika yang mengontrol perilaku manusia, bertindak sebagai suara hati yang membedakan benar dan salah.
- Ego, sebagai mediator, mencoba menyeimbangkan tuntutan id dengan batasan moral superego serta kenyataan sosial.
Korupsi sering kali terjadi ketika id mendominasi dan menekan fungsi superego. Dalam konteks ini, individu lebih cenderung memprioritaskan dorongan keserakahan dan kepentingan pribadi dibandingkan dengan nilai-nilai moral atau etika. Ketika superego lemah—baik karena lingkungan sosial yang permisif, kurangnya pendidikan moral, atau sistem hukum yang tidak tegas—ego kehilangan kemampuan untuk mengontrol id, dan tindakan koruptif pun muncul.
Melalui teori ini, korupsi dapat dilihat tidak hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai perwujudan konflik batin manusia. Pemahaman ini membuka jalan untuk mengatasi korupsi dengan menguatkan struktur kepribadian individu, terutama superego, melalui pendidikan, penegakan hukum, dan perubahan budaya kolektif.
Why: Mengapa Korupsi Terjadi dalam Perspektif Freud?
Dalam pandangan Sigmund Freud, korupsi dapat dipahami sebagai hasil dari konflik psikologis antara id, ego, dan superego. Id, sebagai sumber dorongan primal seperti keserakahan dan kebutuhan akan kepuasan instan, mendorong individu untuk memenuhi keinginannya tanpa memperhatikan moralitas atau konsekuensi sosial. Dorongan ini bersifat impulsif dan tidak rasional, sehingga cenderung melanggar norma jika tidak terkendali.
Superego, yang bertugas mengontrol dan menilai perilaku berdasarkan standar moral dan etika, sering kali menjadi lemah dalam lingkungan sosial yang permisif terhadap korupsi. Dalam masyarakat di mana norma sosial longgar, hukuman tidak tegas, dan korupsi dianggap hal biasa, fungsi superego melemah. Akibatnya, individu tidak merasa bersalah atau malu ketika melakukan tindakan korupsi.
Ego, yang bertugas sebagai mediator antara id, superego, dan realitas, juga memiliki peran penting. Jika ego tidak mampu mengontrol dorongan id dan gagal menyeimbangkan pengaruh superego, individu akan cenderung mengambil keputusan berdasarkan keinginan pribadi, meskipun itu melanggar aturan atau merugikan orang lain.
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh konflik antara id, ego, dan superego. Dalam konteks korupsi di Indonesia, beberapa faktor berikut dapat menjadi pemicu dominasi id:
- Lingkungan Sosial yang Toleran terhadap Korupsi
Budaya patronase dan toleransi terhadap praktik korupsi dapat melemahkan pengaruh superego, membuat individu lebih cenderung memuaskan id mereka.
- Ketidakstabilan Psikologis Individu
Individu yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan atau kekurangan nilai moral yang kuat mungkin mengalami perkembangan superego yang lemah.
- Krisis Nilai Kolektif
Dalam masyarakat di mana integritas tidak lagi menjadi prioritas, perilaku koruptif dapat menjadi normalisasi.