Prinsip ini memiliki makna bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepekaan untuk merasakan kebutuhan dan persoalan yang dihadapi rakyatnya. Bisa rumangsa berarti mampu merasakan atau memahami situasi dan perasaan orang lain. Di sisi lain, ojo rumangsa bisa mengingatkan seorang pemimpin agar tidak sombong atau merasa paling mampu. Mangkunegara IV menjalankan prinsip ini dengan menunjukkan empati terhadap rakyatnya dan tetap rendah hati meskipun beliau memiliki kuasa. Kepemimpinan ini mencerminkan keseimbangan antara kompetensi dan kesadaran diri, di mana seorang pemimpin diharapkan terus belajar dan tidak merasa paling benar.
Mangkunegara IV mewujudkan prinsip ini dalam kebijakannya yang adil terhadap rakyat. Sebagai contoh, beliau memastikan bahwa hasil perekonomian dari perkebunan tebu dan pabrik gula tidak hanya digunakan untuk istana, tetapi juga untuk kepentingan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur dan pendidikan. Beliau menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus melayani, bukan sekadar memerintah.
- Angrasa Wani
Prinsip angrasa wani berarti memiliki keberanian dalam menghadapi tantangan atau mengambil keputusan yang sulit. Keberanian ini tidak hanya berarti keberanian fisik, tetapi juga moral. Mangkunegara IV dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan tidak ragu dalam menjalankan kebijakan yang diyakini benar, meskipun menghadapi risiko atau perlawanan.
Sebagai seorang raja Jawa yang hidup dalam periode kolonialisme, keberanian Mangkunegara IV tercermin dalam upayanya untuk mempertahankan kedaulatan Mangkunegaran sambil menavigasi hubungan dengan pemerintah kolonial. Beliau berani mengintegrasikan pembaruan modern dalam ekonomi dan pemerintahan tanpa kehilangan jati diri budaya lokal. Dalam konteks ini, angrasa wani berarti memiliki keberanian untuk berubah dan beradaptasi demi kesejahteraan rakyat.
- Angrasa Kleru
Prinsip ini mengajarkan seorang pemimpin untuk berani mengakui kesalahan atau kekeliruan yang dibuat. Mangkunegara IV memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk pemimpin. Seorang pemimpin yang baik bukanlah yang selalu benar, tetapi yang mau belajar dari kesalahan.
Dalam kepemimpinan raos gesang, angrasa kleru mengingatkan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri. Mangkunegara IV kerap merefleksikan tindakan-tindakannya dalam karya sastra seperti Serat Wedhatama, yang berisi ajaran moral dan spiritual. Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak hanya menuntut kesempurnaan dari rakyatnya, tetapi juga dari dirinya sendiri. Keberanian untuk mengakui kesalahan ini memperkuat legitimasi moral dan kepercayaan rakyat terhadap pemimpin.
- Bener Tur Pener
Prinsip bener tur pener berarti bertindak benar sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku, serta melakukannya dengan cara yang tepat. Bener merujuk pada kebenaran dalam esensi atau substansi, sementara pener berarti ketepatan dalam pelaksanaan. Mangkunegara IV menjalankan kepemimpinan yang tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada proses yang bermartabat dan etis.
Dalam konteks kepemimpinan beliau, bener tur pener tercermin dalam upaya menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Mangkunegara IV memastikan bahwa modernisasi yang dilakukan tidak merusak tatanan budaya lokal. Misalnya, meskipun beliau mengadopsi teknologi modern dalam bidang ekonomi, beliau tetap memprioritaskan pelestarian seni dan budaya Jawa, seperti tari, gamelan, dan sastra.
Kategori Kepemimpinan Mangkunegara IV: Aja Gumunan, Aja Kagetan, Aja Dumeh, Prasaja, Manjing Ajur Ajer
- Aja Gumunan
Prinsip aja gumunan berarti jangan mudah terheran-heran atau terpukau oleh hal baru. Pemimpin yang aja gumunan adalah pemimpin yang memiliki keteguhan hati dan pemikiran yang kritis dalam menghadapi perubahan atau inovasi. Mangkunegara IV memahami bahwa seorang pemimpin harus mampu memandang sesuatu dengan jernih, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sekilas tampak mengesankan tetapi belum tentu substansial.
Dalam kepemimpinannya, Mangkunegara IV menunjukkan sikap ini dengan bijak mengadopsi modernisasi. Meski mengapresiasi kemajuan teknologi dan ekonomi pada masa kolonial, beliau tidak langsung menerimanya tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap rakyat dan budaya lokal. Dengan sikap ini, beliau mampu menjaga kestabilan Mangkunegaran tanpa kehilangan identitas budaya Jawa.
- Aja Kagetan