Mohon tunggu...
Elisabeth Murni
Elisabeth Murni Mohon Tunggu... Editor - dream - journey - discover

Ngeblog di RanselHitam.Com, berkolaborasi di Maioloo.Com, masak-masak di kitabrasa, jualan wedang rempah budhe sumar. Menerima jasa edit dan tulis ini itu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harmoni Kehidupan Beragama di Kota Injil Manokwari

15 Januari 2019   12:12 Diperbarui: 15 Januari 2019   12:17 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 28 Oktober 2018, DPRD Manokwari mengesahkan Perda Manokwari Kota Injil. Landasan utamanya adalah faktor sejarah Manokwari sebagai tempat masuknya Injil pertama kali di Papua. 

Saya sendiri tidak tahu apa saja isi dari Perda Manokwari Kota Injil, hanya saja berita yang santer di Ibu Kota mengatakan bahwa perda itu berpotensi untuk merusak toleransi yang selama ini sudah ada.

Oleh karena itu saat saya bertemu dengan kakak tingkat masa SMA yang sudah lama tinggal di Manokwari, saya pun sempat mempertanyakan soal hal tersebut. Apakah selama ini kehidupan beragamanya terasa dibatasi?

Tentu saja dia menjawab dengan senyuman. Bertahun-tahun tinggal di Manokwari dia belum pernah merasakan gesekan yang berarti. Kawan-kawannya sangat toleran terhadapnya. Bahkan, jika sedang ada acara yang menggunakan daging babi sebagai menu utamanya dia akan diberi tahu sejak awal.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Soal beribadah juga tidak ada kendala. Dia bisa beribadah dengan leluasa. Memang jumlah masjid di Manokwari sangat sedikit (ya nggak beda jauh dengan gereja di Jawa lah). Bahkan tidak ada mushola, yang ada hanya masjid biasa. Tapi mereka tetap bisa beribadah dengan baik.

Saya sempat mampir ke salah satu masjid besar yang ada, yakni Masjid Rihwanul Bahri yang berada di komplek TNI AL. Masjid tersebut berdiri berdampingan dengan Gereja Pentakosta. 

Pada jam-jam sholat, adzan juga berkumandang melalui speaker masjid. Tak hanya masjid, pada saat berkendara menuju Kompleks Perkantoran Gubernur Papua Barat di Bukit Arfai, saya juga melihat pondok pesantren. 

Sebuah bukti bahwa minoritas pun tetap bisa berkembang dan menjalankan ibadahnya dengan baik.

Saya memang baru mengobrol dengan 1 teman muslim. Bisa jadi itu tidak bisa mewakili seluruh Muslim Manokwari dan apa yang terjadi di sana. 

Tapi saya berharap semoga apa yang saya lihat selama beberapa hari di sana benar. Bahwa meski berbeda-beda, masyarakat tetap hidup dalam harmoni tanpa saling menyakiti. Perbedaan bukan alasan untuk saling membenci, kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun