[caption id="attachment_82832" align="aligncenter" width="466" caption="sash"][/caption]
Hidup tidak hanya sebatas menjalani hitungan hari, tapi yang utama adalah apa yang kita lakukan dalam hari-hari itu. Apakah hanya sekedar menghitung hari atau melakukan sesuatu yang berarti.
Memasuki 2011 ini tiba-tiba saya jadi teringat akan percakapan dengan koordinator saya di kantor saya yang dulu pada pertengahan 2007. Saat itu kami sedang mempersiapkan training ”7th Habits of Effective People” untuk karyawan Armada Finance. Secara mendadak dia mengajukan sebuah pertanyaan, ”Menurutmu, dalam batu nisan seseorang yang sudah meninggal tulisan atau tanda apakah yang paling penting?” Kami semua diam, kaget dengan pertanyaan yang muncul begitu saja
Tak berapa lama, seorang teman menjawab bahwa nama adalah yang terpenting, karena itu menunjukkan siapa yang telah di kuburkan di situ. Kawan lain menyebutkan tanggal lahir, karena itu adalah bukti awal keberadaan kita di dunia. Ada pula yang menjawab tanggal kematian, bahkan seorang sahabat dengan nyleneh menjawab bahwa tulisan RIP ”Rest In Peace” adalah yang terpenting.
”Salah” kata Mas Panggih, nama koordinator saya itu. ”Hal yang sangat penting dan berarti dalam batu nisan adalah garis di tengah, strip, antara tanggal kelahiran dan kematian” lanjutnya.
”Lho kok bisa gitu,” tanya saya heran.
”Penjelasannya begini. Meski hanya tanda strip, namun hal itulah yang menunjukkan rentang waktu hidup di dunia. Tentang apa saja yang telah kalian lakukan, apa saja yang telah kalian perbuat. Apakah selama kalian hidup kalian telah melakukan sesuatu yang berarti atau hanya menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal yang tak berguna”.
Deg. Saya tertegun. Saat itu suasana menjadi hening. Masing-masing kami memikirkan ucapan barusan. Yah, hal apa yang akan saya ceritakan kelak dalam tanda strip itu. Apakah saya melakukan sesuatu yang berarti ataukah hanya kesia-siaan belaka yang terlewati.
Sekarang di awal 2011 perbincangan pendek 4 tahun lalu itu kembali terngiang di telinga saya. Apa yang akan saya lakukan untuk satu tahun kedepan, untuk mengisi garis strip itu. Mampukah saya bertahan dan melakukan hal-hal yang berguna hingga Desember nanti? Banyak hal telah menanti di depan. Skripsi yang masih keteteran, deadline yang menumpuk dan wajib ditaati, hati yang sulit diajak kompromi, kebimbangan tentang pekerjaan, tuntutan dan tekanan dari keluarga, visi hidup yang masih samar dan perlu banyak pergumulan, arrggghhhh...
Tapi hal-hal tersebut tidak boleh membuat saya menyerah sebelum berperang. Saya tau saya pasti mampu melewatinya. Sudah terbukti saya mampu bertahan dan melewati kondisi terburuk di 2009 & 2010. Saat satu persatu orang terdekat beranjak pergi, saat timbul banyak perselisihan dan pertengkaran, saat hubungan keluarga semakin memanas dan rasanya hampir tidak mungkin diperbaiki lagi, saat kondisi keuangan kolaps dan harus bertahan dengan segala keterbatasan, saat-saat berada di bawah tekanan, saat Tuhan ambil satu persatu orang-orang yang menjadi ’penopang’ saya, saat badai hidup menghantam dan membuat saya hampir menyerah, saat sakit penyakit menggerogoti tubuh dan memaksa saya harus berbaring sakit berhari-hari.
Ternyata memang tak ada satupun yang terlalu hancur untuk Dia pulihkan. Dia memampukan saya untuk melewati saat-saat tergelap itu. Dia selalu bekerja dengan cara yang tak terduga. Dia menggendong saya melewati saat-saat terberat. Kemudian Dia berikan sesuatu yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya. Keluarga yang dipulihkan, sahabat-sahabat baru (Komunitas Canting salah satunya) yang luar biasa, kondisi fisik yang jauh lebih kuat, dan semua hal yang baik.
Oleh karena itu, saya tak takut menghadapi 2011 ini. Apapun yang sudah menanti di depan, saya harus menghadapinya dengan kepala tegak dan dada yang membusung. Saya tidak boleh berlari dari medan pertempuran. Ketika nantinya saya terlalu lelah untuk berjalan saya tau bahwa ada banyak orang disamping saya yang siap menopang saya. Jika suatu ketika saya terantuk batu dan jatuh, saya tidak boleh terus terpekur dalam kesedihan dan penyesalan, apalagi tersungkur untuk waktu yang lama. Saya harus bangkit, kibaskan debu dari celana dan kompres luka di kaki, setelah itu kenakan kembali ransel dan topi untuk kemudian berlari lagi.
Hidup terlalu indah dan singkat, saya tak akan menghabiskan dan merayakannya dengan hal yang sentimentil apalagi dengan sikap pengecut. Tegakkan kepala, busungkan dada dan terus melangkah maju. Ada banyak hal menanti di depan. Ada banyak orang membutuhkan uluran tangan. Ada banyak hal yang mampu saya lakukan. Dan saya siap untuk menuliskan kisah keberhasilan di garis strip itu. Buktikan saja!
Selamat Tahun Baru!!
Mari kita terbangkan 1000burungkertas itu, tinggi menembus cakrawala....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H