Mohon tunggu...
Elisabeth Murni
Elisabeth Murni Mohon Tunggu... Editor - dream - journey - discover

Ngeblog di RanselHitam.Com, berkolaborasi di Maioloo.Com, masak-masak di kitabrasa, jualan wedang rempah budhe sumar. Menerima jasa edit dan tulis ini itu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tujuh Lebih Tujuh

2 September 2010   08:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

06.25. Masih ada waktu 35 menit lagi. Rio pun mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam menyusun kata dan menekan tuts keyboard. “Sudah duapuluh empathalaman, satu halaman lagi jadi,” bisiknya pada diri sendiri.

Tujuhbelas menit kemudian halaman ke duapuluhlima sudah penuh dengan tulisan. Bergegas diambilnya setumpuk kertas dan dimasukkan ke dalam printer. Tiba-tiba di layar monitornya muncul penanda bahwa tinta printer habis. “Anjriiiiiiiiiit, kenapa tinta habis pas lagi aku butuhin,” umpatnya.

“Duh, udah gak ada waktu buat ngisi tinta, ngeprint di rental aja kalo gini. Tapi flashdisk ku dimana ya?” Rio membuka ransel, dikeluarkannya semua barang yang ada. Flashdisk tidak ditemukan. Di obrak-abriknya tumpukan buku dan kertas yang bercampur dengan bungkus kopi instan, kartu parkir, dan nota makan malam. Flasdisk masih belum ditemukan.

Waktu bergerak semakin cepat. Jarum pendek di angka tujuh, jarum panjang di antara angka sembilan dan sepuluh. “Gusti,,, ini flasdisk dimanaaa??? Arrrrrgggghh..” ditinjunya pintu karena kesal. Jaket kumalnya yang tergantung di pintu terjatuh. Sebuah benda kecil berwarna merah menggelinding. “Matur nuwun Gustiiiii,,,”

Tepat jarum panjang di angka sepuluh flashdisk sudah berada di kantong jaket. Setengah berlari Rio menuju rental di depan kos.

“Mbak print rangkap dua”

“Sebentar ya mas, antri”

Jarum panjang mendekati angka sebelas. Print-printan masih kurang 6 lembar. Rio gelisah. Akhirnya Jam tujuh kurang lima menit, dua bundel tulisan sudah ada ditangan.

Tanpa mandi, tanpa gosok gigi, Rio berangkat dengan sepeda motor bututnya. Sebelum belokan terakhir masuk gerbang kampus motor mati. “Affffuuuuu,, dasar motor bosok”. Motor ditinggalnya di pinggir jalan. Rio berlari menuju kantor jurusan.

Sambil melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tujuh menit Rio menyerahkan tulisan. “Bu, saya mau ngumpulin tugas akhir. Maaf terlambat tujuh menit”.

“Saya tidak bisa menerima pekerjaan Anda, karena anda tidak terlambat tujuh menit, tapi 24 jam lebih tujuh menit. Anda harus mengulang tahun depan.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun