"Jika rencana Anda satu tahun, tanamlah padi; sepuluh tahun, tanamlah pohon;Â
seratus tahun didiklah manusia" (Confucius, 556-479 SbM).
Secara etimologis, pendidikan (education) mengacu pada bahasa Latin educatum yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit ke banyak. Sementara kata Duco memiliki arti perkembangan atau sedang berkembang. Karena itu, secara etimologis pendidikan mengacu pada proses pengembangan kemampuan dan kekuatan ke arah yang lebih baik.
Adalah Carter V. Good (1979) yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan perilaku bermasyarakat. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terorganisir, seperti rumah, sekolah, atau institusi lainnya sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial-kultural secara resiprokal. Dalam konteks inilah pendidikan di satu sisi dan kebudayaan di sisi yang lain secara sinergis dapat saling menguatkan dan saling memajukan satu sama lain.
Disadari bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu aspek paling vital-fundamental untuk meraih kemajuan. Hampir dapat dipastikan bahwa kemajuan suatu negara seringkali berbanding lurus dengan tingkat kemajuan yang dicapai dalam bidang pendidikan dan kebudayaannya. Oleh karena itu, tentu tidak dapat disangkal bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan sokoguru sekaligus kunci utama dalam meraih kemajuan. Tidaklah heran jika filosof besar Confusius, menekankan betapa pentingnya upaya untuk "mendidik manusia" sebagai modal utama untuk meraih kemajuan dan kejayaan bangsa yang paripurna.
RNPK 2019
Sejalan dengan perkembangan dan tantangan zaman yang terus bergulir, kita dihadapkan pada sejumlah persoalan pendidikan dan kebudayaan. Isu strategis yang sekaligus merupakan permasalahan bidang pendidikan dan kebudayaan terutama mengerucut pada lima hal. Pertama, soal penataan dan pengangkatan guru termasuk di dalamnya evaluasi kinerja dan sertifikasi. Kedua, revitalisasi pendidikan vokasi meliputi pengembangan kompetensi serta penguatan kerjasama lembaga pendidikan dengan dunia usaha. Ketiga, persoalan seputar sistem zonasi pendidikan. Keempat, pemajuan kebudayaan dengan segala dinamika dan problematikanya. Kelima, penguatan sistem perbukuan serta penguatan program dan gerakan literasi nasional.
Untuk memetakan dan mencari solusi sejumlah persoalan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK), 11-13 Februari 2019 di Pusdiklat-Kemendikbud, Depok - Jawa Barat. Selain dihadiri dan diresmikan langsung Presiden Joko Widodo, RNPK dihadiri  1.232 perserta dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan, baik dari tingkat pusat maupun dari daerah, termasuk organisasi sosial dan komunitas yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Â
Ada tiga kesimpulan utama yang dihasilkan dalam RNPK. Pertama, pembangunan SDM harus menjadi prioritas pembangunan terutama untuk menjawab tantangan era revolusi industri 4.0. yang kini terus bergulir Kedua, komitmen pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mengalokasikan anggaran pendidikan hingga 20 persen dari APBD. Ketiga, penguatan sinergitas antara pusat dengan daerah dalam pembangunan pendidikan dan pemajuan kebudayaan.
RNPK juga menghasilkan lima rekomendasi sesuai diskusi di tingat komisi masing-masing. Pertama, penataan dan pengangkatan guru. Redistribusi guru dilakukan berdasarkan sistem zonasi pendidikan dengan mempertimbangkan kondisi geografis setiap daerah. Sementara pembukaan formasi CPNS untuk guru dilakukan secara periodik setiap tahun sesuai dengan peta kebutuhan guru di sekolah dan daerah, serta sesuai dengan kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik.
Kedua, topik sistem zonasi pendidikan merekomendasikan perlunya pemahaman tujuan dan strategi yang sama tentang tata kelola pendidikan berbasis zonasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat; perlunya kesepakatan bersama antara Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri dalam penataan zonasi, dan hal lainnya terkait pemetaan infrastruktur pendidikan.
Ketiga, revitalisasi vokasi antara lain: penuntasan kekurangan lisensi untuk skema sesuai kompetensi keahlian pada 840 LSP-P1 SMK terlisensi oleh BNSP pada tahun 2019 dan penambahan 360 LSP-P1 SMK terlisensi baru oleh BNSP, harmonisasi sistem sertifikasi BNSP dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri atau DUDI untuk pengakuan sertifikasi, harmonisasi sistem sertifikasi antara SMK, SMA-LB, Paket C Vokasi, serta lembaga kursus dan pelatihan.
Keempat, pemajuan kebudayaan antara lain: mendorong upaya pemerintah dan pemerintah provinsi, kabupaten/kota segera menerbitkan regulasi turunan dari UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU No. 5 Tahun 2017, mengonsolidasikan program pembangunan di bidang kebudayaan lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sebagai regulator dan fasilitator; dan memperkuat pelibatan publik dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan melalui dewan kesenian, dewan kebudayaan, majelis adat, komunitas, dan masyarakat lainnya dengan memanfaatkan ruang-ruang publik.
Kelima, penguatan sistem perbukuan dan gerakan literasi antara lain: merekomendasikan penyediaan buku bermutu, murah, dan merata di seluruh Indonesia, terutama di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) dengan berbagai strategi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan; peningkatan peran pemerintah daerah dalam menjamin ketersedian buku bermutu, murah, dan merata di daerahnya; penguatan sepuluh 10 unsur pelaku perbukuan untuk mengoptimalkan ekosistem perbukuan nasional.
Sinergi dalam ImplementasiÂ
"Pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan. Rencana yang baik adalah yang dapat dikerjakan," demikian pepatah bijak mengatakan. Melalui RNPK 2019, Kemendikbud telah berhasil merumuskan rencana besar yang merupakan grand design bagi penguatan pendidikan dan pemajuan kebudayaan. Â Pekerjaan besar berikutnya adalah memastikan bagaimana rencana dan rekomendasi yang sudah dihasilkan itu dapat diejawantahkan dan dieksekusi dalam tataran implementasi secara serasi dan terintegrasi.
Pernyataan Mendikbud Muhadjir Effendy tentunya perlu digarisbawahi bahwa simpulan dan rekomendasi RNPK 2019 semestinya tidak sekadar menjadi catatan, tetapi sekaligus harus menjadi acuan untuk pembangunan pendidikan dan pemajuan kebudayaan. Hal terpenting lainnya yang tidak boleh kita lupakan adalah sinergi dan kolaborasi sebagai kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan seluruh kebijakan pendidikan dan kebudayaan. "The best collaborations create something bigger," demikian kata Stephen Covey mengenai betapa pentingnya sinergi dan kolaborasi.
Dalam hubungannya dengan pembangunan pendidikan dan pemajuan kebudayaan, ada banyak sektor, segmen, dan para pihak yang memerlukan perhatian dan pelayanan. Jumlah populasi anak usia sekolah kita mencapai lebih dari 50 juta orang. Jumlah lembaga pendidikan formal yang kita miliki lebih dari 400 ribu lembaga. Ini belum termasuk lembaga pendidikan non-formal serta komunitas pendidikan, seni-budaya, dan komunitas lainnya yang tersebar di ribuan lokasi di seluruh pelosok negeri. Potret ini semestinya menyadarkan kita akan pentingnya sinergi, koordinasi dan kolaborasi secara serasi dan terintegrasi. Saya tentu meyakini bahwa sinergi, koordinasi, dan kolaborasi akan menjadi kunci bagi keberhasilan kita mengimplementasikan kebijakan pendidikan dan pemajuan kebudayaan secara simultan.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H