Di sisi lain, Prabowo Subianto tampak begitu energik dan ambisius menawarkan berbagai gagasan politiknya dalam buku "Paradoks Indonesia" yang dianggapnya merupakan jalan baru perubahan untuk Indonesia adil-makmur ke depan. Secara garis besar, buku ini dibagi dalam lima bab ini.Â
Cakupan bahasannya memuat antara lain bagaimana membangun kesadaran nasional, mengupas deskripsi dan argumen mengapa kekayaan Indonesia banyak mengalir ke luar negeri, serta ulasan mengenai polemik demokrasi Indonesia yang menurutnya masih dikuasai oleh para pemodal besar.Â
Untuk mengkampanyekan gagasan yang termuat dalam buku ini, Tim Prabowo pernah mengadakan seminar khusus untuk membedah buku ini dengan mengundang dua ribu peserta dari kalangan cendekiawan kampus, professor, para guru besar, dosen dan aktivis mahasiswa.
Menjadi Pemilih Cerdas
Banyak faktor yang akan menjadi penentu keberhasilan Pemilu sebagai hajat demokrasi rakyat, salah satunya adalah sikap warga sebagai Pemilih.Â
Sebenarnya ada tiga komponen utama yang menjadi parameter, yaitu Penyelenggara, Peserta, dan Pemilih. Pemilu akan berhasil jika semua komponen memiliki integritas, baik Penyelenggara Pemilu (DKPP, KPU, Bawaslu dan seluruh jajaran di bawahanya), Peserta Pemilu (Pilpres maupun Pileg), dan tidak kalah penting juga integritas masyarakat sebagai Pemilih.
Acapkali kita menuntut agar para Penyelenggara dan Peserta Pemilu untuk memiliki integritas. Namun kita kadang lupa bahwa masyarakat sebagai Pemilih juga dituntut hal yang sama untuk memiliki integritas yang antara lain dapat ditunjukkan dengan menjadi Pemilih cerdas, Pemilih yang memiliki tingkat literasi politik yang baik. Karena itu antara demokrasi dan literasi memiliki hubungan erat satu sama lain.Â
Masyarakat yang literat akan turut menumbuhkan kondisi demokrasi yang sehat. Demikian juga sebaliknya, demokrasi yang sehat akan lebih memungkinkan bagi tumbuhnya budaya literasi yang baik. Dalam hubungan ini tentu harus disadari bahwa Pemilih cerdas akan menjadi kunci bagi terciptanya Pemilu yang berkualitas.
Namun yang terjadi dalam setiap perhelatan Pemilu, sepertinya lebih banyak yang ingin menjadi pendukung ketimbang menjadi Pemilih cerdas. Tak pelak dan mudah ditebak kalau setiap pendukung pasti akan dan harus membela mati-matian calon yang didukungnya.Â
Sebaliknya, ia akan menyerang lawan politiknya dengan berbagai upaya tanpa harus mempertimbangkan alasan benar atau salah. Intinya, benar atau salah jagoannya harus didukung, benar atau salah lawan politiknya harus ditentang dan diserang.Â
Tak heran jika kemudian muncul celotehan nyinyir bernada jenaka: "Pekerjaan paling sia-sia di dunia ini adalah memberi nasehat kepada orang yang sedang jatuh cinta dan kepada para pendukung Capres-Cawapres."