Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kualitas Manusia, Kunci Kuat Ekonomi Nasional

21 Agustus 2015   02:45 Diperbarui: 21 Agustus 2015   07:25 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Firmanzah menyebutkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak bisa lepas dari gejolak ekonomi makro, terutama situasi ekonomi dua negara besar yang cukup berpengaruh, yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok. Ketika Bank Central AS memainkan suku bunga, rupiah akan terkena impaknya. Demikian juga situasi ekonomi Tiongkok yang saat ini menjadi mitra strategis Indonesia. Untuk itu, menurut Firmanzah, Indonesia perlu mengedepankan strategi “collaborative culture”, melakukan kolaborasi bersama segenap pihak dalam rangka mengurangi risiko persaingan global tersebut. Berbarengan dengan itu, menurut Firmanzah, human capital kita juga perlu terus ditingkatkan, terutama pada tiga hal mendasar sebagaimana direkomendasikan World Economic Forum, yakni: healty, well educated, dan integrated to the workforce.

[caption caption="Poster Seminar Penguatan Ekonomi Nasional ... /Yayasan Nabil"]

[/caption]

Fator Budaya

Perlu disadari juga bahwa kekuatan ekonomi suatu bangsa tidak hanya bertumpu pada dimensi ekonomi semata, namun juga ditopang dengan faktor budaya, terutama karakter-karakter unggul yang perlu dipupuk dan dipelihara sebagai modal cultural suatu bangsa. Keberhasilan Jepang, misalnya, dapat menjadi contoh bagaimana budaya disiplin dan kerja keras mereka mampu mendorong secara rill capaian-capaian kemajuan bangsa itu secara signifikan. Budayawan Nirwan A. Arsuka misalnya menilai pelambatan ekonomi Indonesia yang terjadi saat ini ibarat riak kecil di dalam gelas. Fenomena besarnya justru terletak dalam kebudayaan sebagai ruang makro yang lebih luas dan menentukan masa depan bangsa. Karena itu, menurutnya, kita harus melihat pelemahan ekonomi Indonesia secara lebih holistic. Termasuk dan terutama melihat dari sisi karakter, etos kerja, dan budaya bangsa ini secara lebih luas.

Karena itu Nirwan Arsuka mengajak kita berfikir lebih refleksif dan kritis, misalnya dengan memikirkan usulan-usulan yang pernah disampaikan Mochtar Lubis dan Pramoedya Ananta Toer. “Bagaimana kritik-kriktik para budayawan itu sebenarnya ingin mengajak kita lebih terbuka dan reflektif untuk perbaikan budaya kita ke depan,” tambahnya. Senada dengan itu, Ali Akbar, budayawan dan arkeolog UI mengkonfirmasi temuan Mochtar Lubis melalui penelitian kulturalnya selama beberapa tahun. Menurutnya, ada sembilan ciri negatif manusia Indonesia, yaitu: kuruptif, tidak disiplin, emosional, boros, suka meniru, rendah diri, individualistik, dan masih percaya pada takhayul. “Temuan ini tentu dapat digunakan bukan saja dalam konteks budaya, tapi juga dalam konteks penguatan ekonomi, misalnya dengan fokus pada beberapa sikap buruk yang menghambat itu untuk dihilangkan atau setidaknya diminimalisir. Dengan begitu hal ini juga nantinya akan dijadikan modal untuk melakukan revolusi mental,” tambah Ali Akbar.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulloh, Komaruddin Hidayat juga mengusulkan agar bangsa Indonesia bisa belajar dan mengambil sisi-sisi positif dari banyak budaya yang ada, baik unsur-unsur positif dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia maupun dari nilai-nilai positif budaya bangsa lain. Secara khusus, Komaruddin juga mencontohkan nilai-nilai budaya positif warga Tionghoa yang dapat dicontoh. Ada tiga prinsip orang Tionghoa yang sangat baik. Pertama, selalu hormat dan berbakti pada orang tua atau leluhur. Kedua, memiliki kecintaan dan kesetiaan yang tinggi pada negara. Bagi orang Tionghoa, negara itu ibarat rumah tempat bernaung. Ketiga, memiliki visi yang jauh, melintas batas generasi.  

Terkait dengan visi yang melintas batas tersebut, Komaruddin kemudian bercerita mengenai “Ikung Isang” yang dalam istilah Tionghoa memiliki arti “orang tua yang koyol”. Konon diceritakan ada orang tua di negeri Tirai Bambu yang rela mencangkul bukit dan gunung berhari-hari, bertahun-tahun hingga batas waktu tak terhingga, karenanya ia disebut “orang tua koyol”. Namun ternyata orang tua itu memang visioner, memiliki visi jauh ke depan karena apa yang diperbuatnya itu di kemudian hari sangat berguna untuk anak-cucuknya. Ibarat melakukan babad alas, gunung dan bukit yang dicangkulnya tiap hari itu adalah rintangan hidup yang teus ia hadapi sehingga ia bisa menaklukkannya dan akhirnya menjadi sesuatu peninggalan yang berharga bagi generasi berikutnya. Komaruddin menyebutkan, “great wall”, misalnya, merupakan salah satu contoh dari hasil “Ikung Isang” yang membanggakan hingga kini. “Inilah sikap visioner orang Tionghoa yang perlu dicontoh orang-orang Indonesia. Sementara bangsa Indonesia umumnya lebih berpikir sempit, bahkan ada istilah ganti orde ganti kebijakan, ganti menteri ganti peraturan,” ucap Komaruddin yang menjadi pembicara terakhir dalam seminar ini.

Acara seminar ini tentu menarik. Selain membahas isu aktual yang sangat krusial, sekaligus juga merupakan persembahan spesial Yayasan Nabil dalam rangka memperingati 70 tahun kemerdekaan Indonesia. Sayangnya, agenda seminar yang awalnya didesain sebagai ajang diskusi, dialog, serta pertukaran ide dan gagasan ini menjadi terkesan “monolog”. Asriana Issa Sofia, moderator acara ini sama sekali tidak memberikan kesempatan berbicara bagi peserta seminar dengan alasan waktu yang sangat terbatas. “Ini jadi semacam parade pembicara saja,” ujar salah seorang peserta seminar dengan nada kecewa. Setelah dibuka dengan tiga sambutan, dilanjutkan presentasi empat orang pembicara, seminar ini akhirnya ditutup dengan orasi Leo Suryadinata, mengantarkan soft-launching buku “Tionghoa dan Keindonesiaan” yang digagas Eddie Lembong.***

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun