Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Blok Mahakam dan Penyelematan SDA Migas Indonesia

9 Mei 2015   17:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:13 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang masa berakhirnya kontrak pada Maret 2017 yang akan datang, kini telah muncul berbagai wacana mengenai model penguasaan dan pengelolaan Blok Mahakam ke depan. Apakah akan tetap memberikan penguasaan lebih besar kepada Total E&P Indonesie dengan memperpanjang kontrak atau mulai memikirkan model lain. Harus disadari bahwa keberadaan Blok Mahakam memiliki kontribusi penting tidak saja sebatas dalam konteks Kaltim, tapi dalam konstelasi migas secara nasional.

Menjelang berakhirnya masa kontrak Blok Mahakam akhir Maret 2017, diperkirakan masih tersisa cadangan minyak 2P. Angka ini merupakan gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial sebesar 200 juta barel serta cadangan 2P gas sebanyak 5,5 TCF (Trillion Cubic Feet).  Kondisi saat ini tentu menjadi momentum penting dan strategis bagi kita untuk mengkaji ulang, menentukan masa depan penyelematan SDA migas Indonesia yang tersisa di Blok Mahakam dengan memikirkan berbagai alternatif terbaik penguasaan dan pengelolaannya.

[caption id="attachment_382700" align="aligncenter" width="522" caption="illustrasi blok mahakam (sumber: www.kompasiana.com)"]

1431167914488956163
1431167914488956163
[/caption]

Beberapa Alternatif

Sejumlah pengamat migas dan kalangan pemerintah, terutama kalangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) yang dimotori Ketua DPD-RI Irman Gusman mengatakan perlunya mengambil alih penguasaan Blok Mahakam secara segera. Menurut Irman, pengambilalihan Blok Mahakam oleh perusahaan nasional harus segera dilakukan. Ia berharap Pertamina sebagai perusahaan migas nasional yang dimiliki Indonesia dapat diperlakukan seperti Petronas di Malaysia yang memiliki kapasitas lebih dalam mengelola sumber daya energi. "Ambil Blok Mahakam 100 persen, enggak perlu lagi negosiasi dengan Total dan Inpex. Ini harus segera, lebih cepat lebih baik," kata Irman Gusman saat menjadi keynote speaker dalam seminar nasional penyelamatan sumber daya alam migas di Indonesia yang diselenggarakan Kompasiana.

[caption id="attachment_382702" align="aligncenter" width="600" caption="Ketua DPD-RI, Irman Gusman (sumber: www.dpd.go.id)"]

1431168039124773860
1431168039124773860
[/caption]

Senada dengan itu, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menyebutkan bahwa Pertamina sudah menyatakan kesiapannya untuk mengelola Blok Mahakam selepas habisnya kontrak dengan Total E&P Indonesie pada akhir Maret 2017.  Menurut Alam, kesanggupan Pertamina dalam mengelola Blok Mahakam bahkan sudah disampaikan kepada pemerintah sejak 2008 lalu. Sejalan dengan itu, Pertamina juga akan terus berupaya menjaga laju produksi migas agar tetap berjalan dengan baik sesuai target yang diharapkan. Pertamina akan mengajukan program future development untuk mempertahankan produksi migas yang selama ini sudah dicapai. "Sudah selayaknya bangsa Indonesia mengelola Blok Mahakam secara mandiri, meski tentu ada risiko dengan teknologi tinggi," kata Alam memberikan penjelasan.

Namun demikian, langkah “gagah” tersebut masih disangsikan sejumlah pihak, apakah Pertamina benar-benar telah sanggup menjadi operator tunggal pengelolaan migas di Indonesia? Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, misalnya, mengingatkan agar Pertamina lebih hati-hati dalam menyikapi persoalan ini. Indroyono tak ingin pengambilalihan Blok Mahakam dari Total E&P menjadi terhambat seperti pada kasus Blok Migas di Madura dari Codeco. Menurut Indroyono, karena keputusan yang kurang tepat waktu itu, maka terjadi penurunan produksi sehingga timbul dampak negatif yang merugikan. Karena itu, di tengah semangat dan gairah untuk “nasionalisasi” Blok Mahakam itu keberlangsungan produksi migas harus tetap dipertimbangkan sehingga tidak terjadi penurunan target produksi seperti yang diharapkan.

Terkait persoalaan itu, Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak mengusulkan meskipun sudah ada pengambilalihan pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina mulai tahun depan, tapi pihak Total E&P perlu tetap dilibatkan. Selain itu, Awang juga menyebutkan wacana lain yang kuat mengemuka terkait pengelolaan Blok Mahakam adalah perlunya pelibatan pemerintah daerah, dalam hal ini Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kaltim menjadi salah satu pemegang saham. “Kita akan menyiapkan BUMD Migas Kaltim yang rencananya akan menyediakan dana interest participation/IP,” ujarnya.  Awang Faroek berharap pengelolaan Blok Mahakam dapat dilakukan secara bersama untuk kebaikan bersama. “Saya bersyukur dan berterima kasih telah diundang Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membicarakan hal ini. Semoga ada kesepakatan terbaik untuk kepentingan yang lebih luas, baik kepentingan masyarakat Kaltim secara khusus maupun untuk kepentingan rakyat Indonesia pada umumnya,” ujarnya dalam forum seminar nasional tentang penyelamatan sumber daya alam migas di Indonesia yang diselenggarakan Kompasiana.

[caption id="attachment_382703" align="aligncenter" width="560" caption="Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak (sumber: www.kaltim.go.id)"]

1431168135762210329
1431168135762210329
[/caption]

Dari wacana yang berkembang, setidaknya ada tiga opsi yang mengemuka. Pertama, melanjutkan kontrak dengan Total E&P, tentu saja dengan catatan ada perbaikan klausul kontrak di sana-sini yang lebih menguntungkan pihak Indonesia. Opsi ini memang masih tetap dapat menjadi alternatif meskipun tentu saja tampak ironis. Betapa tidak, setelah puluhan tahun kita merdeka, sektor migas kita akan masih sangat tergantung pada pihak asing. Karena itu, semestinya opsi ini ditempatkan sebagai alternatif terakhir, itu pun tentu saja dengan beberapa catatan kritis untuk perbaikan.

Kedua, “opsi progresif”, yaitu pengambilalihan asset Blok Mahakam secara total dalam tempo sesingkat-singkatnya, segera setelah habis masa kontrak 31 Maret 2017. Sepintas, pilihan ini tampak merupakan pilihan paling ideal dan sangat “nasionalis”, meskipun sejatinya kurang realistis. Mengapa opsi ini dinilai tidak realistis? Harus disadari bahwa saat ini kandungan impor masih sangat dominan dalam indistri migas kita. Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengakui bahwa sampai saat ini belum ada satu pun pabrik di Indonesia yang mampu memproduksi pipa khusus dan mesin turbin penujang kegiatan pengeboran sumur migas. Hal tersebut disampaikannya usai membuka acara Indonesia Supply Chain Summit 2015 yang digelar di JCC, Jakarta beberapa waktu lalu. “Untuk pengeboran minyak saja, nggak ada pabrik di Indonesia yang memproduksi pipa tubing (pipa khusus penunjang pengeboran). Bukan hanya pipa, mesin penunjang lain seperti turbin untuk memutar bor pun masih harus diimpor. Tak ada satu pun pelaku industri di dalam negeri yang mampu memproduksinya,” ujar Amien. Karena itu, tanpa mengecilkan kredibilitas Pertamina dan pihak-pihak yang “progresif” saya kira kita juga harus tetap realistis untuk menempuh opsi fundamental namun tetap masuk akal.

Ketiga, “opsi tripartite” yang mengedepankan pola interseksi antara Pertamina sebagai sokoguru utama dengan Total E&P dan BUMD Migas Kaltim sebagai penopangnya. Menurut hemat saya, opsi ini harus dipertimbangkan sebagai pilihan paling realistis yang logis sekaligus strategis. Disebut realistis karena bagaimana pun Pertamina saat ini masih perlu penguatan kapasitas dari banyak aspek, seperti SDM, permodalan, dan teknologi dalam konteks cost recovery. Karena itu sangat logis jika dalam waktu tertentu Pertamina bisa “belajar” lebih banyak, bersinergi dengan Total E&P yang sudah memiliki pengalaman panjang, termasuk dan terutama dalam pengelolaan Blok Mahakam. Pelibatan BUMD Migas Kaltim juga menjadi sangat logis dengan melihat dinamika lokal, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan dan keadilan bagi warga Kaltim yang menjadi lokus Blok Mahakam.

[caption id="attachment_382705" align="aligncenter" width="579" caption="Model Pengelolaan Migas: Dari Tripartite ke Bipartite (sumber: sofian asgart image)"]

1431168214290838247
1431168214290838247
[/caption]

Namun begitu,  pemerintah Indonesia harus punya target dan roadmap serta action plan yang jelas dan rinci dalam memanfaatkan waktu tenggang untuk alih teknologi migas ini. Salah satu kuncinya adalah koordinasi dan sinergi kelembagaan antara kelembagaan migas yang ada, seperti Pertamina, SKK Migas, dan Kementerian ESDM sebagai motornya. Jadi, opsi “tripartite” ini harus dilihat sebagai opsi transisi, misalnya antara 3-5 tahun saja. Target berikutnya tentu saja mendorong kemandirian kita dalam tatakelola migas seutuhnya. Dengan kata lain, model tripartite ini dalam 3-5 tahun ke depan harus sudah beralih ke model bipartite dimana Pertamina dan BUMD, baik BUMD Migas atau badan usaha lainnya seperti Koperasi dan UKM lokal akan dilibatkan dalam pengelolaan Blok Mahakam ke depan. Pola ini juga dapat direplikasi di tempat-tempat lainnnya yang menjadi ladang migas di Indonesia. Dengan pola dan model seperti ini diharapkan kita akan lebih berdaya saing dalam mengelola asset migas yang kita miliki. Model seperti ini juga tampaknya lebih memperlihatkan semangat dan elan vital migas sebagai komoditas strategis sebagaimana termuat dalam ratio legis Undang Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.

Tidak kalah penting dari itu, seperti diungkapkan Menteri ESDM Sudirman Said agar kita memiliki kesadaran dan paradigma baru yang mampu menuntun kita berpikir dan bertindak lebih bijak dan stategik. “Kita merasa kaya migas tetapi kita masih mengimpor. Kita merasa kaya tapi kita masih terus minta disubsidi. Kita merasa mempunyai banyak sumber energi terbarukan, tetapi tidak pernah cukup serius untuk membangunnya, sementara kita hanya fokus pada sumber energi fosil yang hampir habis,” ucap Sudirman Said.  Karena itu, jika kita tidak hemat dan tidak berupaya untuk membangun energi alternatif/terbarukan, maka ketahanan energi kita berada dalam bahaya. Saatnya pemerintah mengambil lahkah kebijakan yang tepat dan strategis dengan dukungan segenap warga bangsa yang cerdas dan  bijaksana. Kesadaran bersama ini tentu menjadi penting untuk menghindarkan kita dari krisis energi, termasuk di dalamnya menyelamatkan SDA migas kita yang masih tersisa.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun