Mohon tunggu...
Sasetya wilutama
Sasetya wilutama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Pemerhati budaya

Mantan redaktur majalah berbahasa Jawa Penyebar Semangat Surabaya dan pensiunan SCTV Jakarta. Kini tinggal di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saksi Mata Kehidupan (1), Ia Sering Dipukuli Istrinya

6 November 2024   16:35 Diperbarui: 6 November 2024   16:36 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah nyata. Terjadi di sebuah kampung di wilayah Bogor, Jawa Barat.

Ia seorang kakek. Sebagai penghuni baru di kampung ini, saya tidak tahu namanya. Ia selalu lewat di gang kami. Berjalan pelan dengan beban pikulan dagangan di pundaknya. Kadang saya lihat ia di pagi hari, kadang sore hari. Ia menjual aneka gorengan, mulai pisang goreng, tape goreng, bakwan dan tempe goreng. Saya tidak pernah tertarik dengan dagangannya. Terkesan dibuat secara amatiran dan kurang mengundang selera.

Yang membuat saya tertarik adalah penampilan dan fisiknya. Ini menimbulkan rasa iba tersendiri dan sekaligus rasa kagum. Usianya sekitar 70 tahun lebih.  Bisa jadi ia tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Tampak sekali dari raut mukanya menyiratkan penderitaan yang dalam. Kurus dan matanya cekung dengan sorot mata yang pasrah. Orang setua dia, mustinya sudah menikmati hari tua bersama anak cucu. Istirahat di rumah. Tak perlu berpayah payah di terik matahari maupun hujan membawa beban pikulan dagangan yang berat.

Namun di balik rasa kasihan juga timbul rasa kagum. Orang setua dia masih berjuang untuk mencari nafkah secara halal, menghidupi keluarga. Sungguh bertolak belakang dengan beberapa orang muda yang lebih suka nongkrong klontang-klantung tidak punya pekerjaan di kampung kami. Atau orang-orang bertubuh gempal yang mencari uang dengan menjadi maling, tukang palak dan perbuatan kriminal lainnya. Jelas, si kakek jauh lebih terhormat daripada mereka.

Namun suatu hari saya dibuat terkejut dengan kehidupan sehari-hari si kakek. Saat berangkat shalat jamaah Ashar di masjid, saya lihat si kakek lagi duduk istirahat di pos ronda. Tampak juga pak Ridwan, ketua RT di kampung kami. Dagangan kakek tampak masih cukup banyak. Saya tidak tahu, apa saja yang dibicarakan pak RT kepada si kakek. Saya menyapa ketua RT sejenak dan terus menuju masjid.

Sekembali dari masjid, si kakek sudah tidak ada. Namun pak RT masih duduk sendirian. Disampingnya ada bungkusan tas kresek. Setelah saya amati ternyata gorengan yang dijual si kakek.

"Mas, mau gorengan ? Nih, bawa aja semua. Untuk anak-anak di rumah" seru pak RT sambil menyodorkan bungkusan.

"Lho...nggak pak. Terima kasih banget. Buat keluarga bapak saja. Kan bapak yang beli" jawab saya

"Ayolah...bawa saja. Saya ini hampir tiap hari beli gorengannya si kakek. Saya bagi-bagikan aja.. Kasihan banget dia jika dagangannya tidak habis"

Saya sebenarnya tidak ingin mengetahui perihal si kakek lebih jauh. Namun keterangan pak RT tadi memicu rasa keingin tahuan. "Emang kenapa pak ?" tanya saya penasaran.

"Dia bisa dipukuli istrinya. Orang-orang sini sudah paham"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun