Di gedung serbaguna, biasa digunakan latihan karate, pencak silat dan judo. Dan jika hari Minggu siang digunakan untuk latihan Orkes Simphony, yang sering tampil di layar TVRI. Orkes ini pimpinan pak Hoegeng (Kapolri saat itu). Dan sesekali ada pentas wayang orang dan hajatan pesta pengantin.
Di luar gedung, yakni di lapangan bola basket, sering digunakan tempat ploncoan mahasiswa baru dari beberapa perguruan tinggi di Surabaya. Bertolak belakang dengan kehidupan kampus jaman sekarang, dulu para mahasiswa baru harus menjalani masa ploncoan oleh kakak seniornya. Mereka di "bully" oleh para seniornya itu dengan berbagai cara, mulai dari bentakan sampai hukuman fisik. Sering saya tidak tega melihatnya.
Misal, mereka harus jalan dengan berjongkok untuk menemui salah satu senior panitia, atau bergulung-gulung di tanah becek padahal memakai baju seragam putih-putih. Kadang rambut mereka dilempar dengan telur busuk, atau mata ditutup dan satu persatu disuruh menelan mie yang sudah dicampur dengan brotowali dan adonan telur, sehingga baunya sangat menyengat. Lalu kakak senior mengatakan bahwa yang mereka telan itu adalah cacing. Beberapa mahasiswa baru menangis dengan "siksaan' ini. Tapi jika menangis, hukumannya malah diperberat.
Dan saat yang mengharukan adalah malam penutupannya. Mereka membuat api unggun dan membentuk lingkaran. Mereka saling berpelukan dan minta maaf. Sebagian besar menangis karena haru. Saya sangat suka menonton ploncoan mahasiswa baru ini dan selalu menonton sampai akhir. Beberapa tahun kemudian saya mengalami ploncoan itu  saat menjadi mahasiswa baru di tahun 1982. Tapi rasanya, tidak seberat yang pernah saya saksikan waktu masa kecil itu.
Sebenarnya, ploncoan semacam itu bisa mendidik mental mahasiswa baru untuk menjadi manusia yang tangguh, tidak cengeng dan tahan terhadap kritik dan bully-an. Namun kemudian sejak 1982, Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI waktu itu, melarangnya. Apalagi pernah ada kasus mahasiswa baru yang meninggal dunia saat mengikuti masa ploncoan atau masa orientasi mahasiswa tersebut. Praktis sejak itu tidak ada lagi suara-suara bentakan dari panitia/ kakak senior di saat Ospek (Orientasi Studi & Pengenalan Kampus). Kegiatan Ospek juga diperpendek jadi 2-3 hari, bersifat pengenalan kampus dan kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) serta Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM-TD).
Saya menonton semua kegiatan itu dengan penuh minat. Duduk di pojok, atau di tempat tersembunyi. Mungkin diantara mereka melihat saya. Tapi mereka acuh, toh yang memperhatikan adalah seorang anak kecil biasa.
Begitulah, setiap lewat Taman Prestasi ini, ingatan kejadian puluhan tahun lampau seakan tergambar kembali. ***